Chapter 23

6.7K 1.1K 116
                                    

Pagi hari berikutnya, Renjun membuka mata dalam wujud gadisnya semula. Mungkin saja sihir Jeno sudah habis, Renjun pikir. Dia kemudian mengerjapkan mata, menaikkan pandangan dan menemukan wajah Jeno yang masih terlelap damai. Satu lengan lelaki itu berada di bawah kepala Renjun, diposisikan sebagai bantalan. Sementara tangan lainnya merengkuh tubuh Renjun.

Renjun tak sadar sudah berapa lama dirinya memandangi wajah Jeno, sampai akhirnya lelaki itu bergumam dengan suara seraknya.

"Mau sampai kapan memandangiku begitu?" Katanya. Lalu Jeno membuka mata, menatap kedua manik perak Renjun dan kemudian mengulas senyum kecil. "Pagi istriku."

Dengan pipi bersemu, Renjun mendorong dada Jeno dan beranjak bangun. Dia berdehem sejenak, lalu melangkah menuju meja di pojok ruangan dimana sebaskom air dingin terletak diatasnya.

Sembari membasuh wajahnya dengan air yang terasa dingin tersebut, Renjun berkata. "Kita harus cepat bersiap yang mulia, Venturine mungkin saja sudah menunggu."

Jeno yang baru saja bangkit dari posisinya merenggangkan tangannya yang terasa sedikit kebas, dia kemudian meraih sebuah kemeja putih untuk dikenakan lalu melangkah kearah dimana Renjun berdiri. Sebelum itu pula, Jeno meraih sebuah kain bersih.

"Apa yang kukatakan padamu kemarin soal tidak menyebutku dengan panggilan itu? " Ujar Jeno. Tangannya menyodorkan kain bersih yang diambilnya tadi pada Renjun.

Renjun menerima kain bersih tersebut dari tangan Jeno dan kemudian menggunakannya untuk mengelap wajahnya. "Maaf, hanya saja belum terbiasa, " Ujarnya.

Jeno mengangguk kecil maklum, bagaimanapun dulu dia sendiri juga tak bisa dengan mudah memanggil ayahnya, sang kaisar terdahulu dengan sebutan 'ayah'. Kemudian manik hitam Jeno terhenti pada sesuatu di lengan Renjun. Refleks dirinya menarik lengan Renjun sedikit kasar, membuat si pemilik mengaduh pelan.

"A--ada apa?"

Jeno tak menjawab, ia hanya terlihat fokus pada tanda di lengan Renjun yang mirip seperti cakaran binatang buas tersebut.

"Ha? Aku tak ingat dapat luka seperti ini," Ucap Renjun dengan nada heran yang kentara.

"Apa sakit?"

Renjun menggeleng kecil. "Hanya saja dari kemarin aku sedikit lelah."

Jeno melepaskan tangan Renjun dari genggamannya dengan perlahan. "Tetap di dekatku," Ucap Jeno yang walaupun tak dimengerti oleh Renjun tetap dianggukinya.

__________

Venturine sedang duduk diatas tumpukan kotak kayu dengan mulut mengunyah sebongkah roti keras saat mereka berdua datang. Gadis kecil itu melompat turun dengan senyum lebar saat melihat keduanya datang, tetapi sedetik kemudian dahinya berkerut saat melihat Renjun.

"Dia istriku," Ucap Jeno bahkan sebelum Venturine bertanya.

Gadis itu mengangguk mengerti. "Lalu dimana tuan yang kemarin itu?" Ucapnya.

Renjun melirik kearah Jeno yang juga melirik kearah dirinya. Kemudian Renjun menatap kearah Venturine lagi. "Itu adikku, dia ada urusan sekarang jadi harus pergi lebih dulu, " Jawab Renjun dibarengi dengan senyum lembut.

Venturine mengangguk lagi. "Pantas saja mirip sekali, " Ujarnya.

Venturine menjentikkan Jari riang. "Kalau begitu mari ikuti saya, " Ucap gadis itu riang dan kemudian melangkah mendahului keduanya.

Diperjalanan Jeno tak henti-hentinya melirik kearah roti keras yang berada di kantung tas Venturine. Akhirnya setelah beberapa ratus meter mereka berjalan, ia pun menarik keluar bongkahan roti tersebut dan melemparnya sejauh mungkin ke dalam hutan.

I'm A Princess/Noren (End) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang