Chapter 10

10.3K 1.5K 74
                                    

Dari dalam kereta kuda yang ditumpanginya, Renjun dapat mendengar suara penuh suka cita dari rakyat kerajaannya. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan sang kaisar, tentu saja semua orang berbahagia karena diantara para putri bangsawan yang ada, tuan putri dari kerajaan merekalah yang terpilih.

Mungkin saja saat ini hanya dirinya yang merasa gelisah. Renjun tak tau apa penyebabnya, mungkinkah karena pernikahannya atau ada hal yang lain yang sejak tadi mengganggunya.

Tanpa disadarinya makin lama suasana semakin menjadi hening dimana hanya ada suara langkah kaki kuda dan juga roda yang sesekali melindas kerikil kecil dijalanan. Jemari Renjun tergerak untuk sedikit membuka tirai yang membatasi dirinya dengan pemandangan luar.

Benar saja dugaannya, mereka semua tengah melewati wilayah hutan. Dari balik tudung putih yang menutup wajahnya, ia dapat melihat rimbunnya pepohonan dan juga para burung yang sesekali terbang didekat keretanya. Sedikit demi sedikit rasa gelisahnya hilang karena hal itu.

Ah! Apa itu?

Renjun menajamkan pandangannya kearah barisan pohon, dimana sedetik lalu maniknya tak sengaja menangkap bayangan hitam diantara pepohonan itu. Tanpa disadarinya, jantung Renjun berdegup kencang. Jemarinya refleks menutup rapat tirai tersebut.

Mungkin hanya halusinasi ku saja.

Hampir setengah jam berlalu, samar-samar ia dapat mendengar kembali riuhnya suara manusia beberapa ratus meter didepan. Ia yakin jika dirinya sudah hampir sampai di wilayah kerajaan scheelite.

Beberapa menit kemudian kereta yang membawanya menghentikan lajunya, diikuti dengan seorang pengawal yang membuka pintu kereta tersebut. Setelah sang pengawal menyingkir, ia dapat melihat sang ayah berdiri gagah dan tersenyum padanya.

"Ayah..."

Ingatan ibunya yang dibagi kepadanya malam itu tiba-tiba saja menyeruak masuk kedalam pikirannya. Rasanya Renjun ingin menangis saat mengingat jika laki-laki dihadapannya memang benar-benar ayahnya.

Stop Renjun, kau tak boleh menangis dan terlihat lemah.

Renjun tersenyum kecil dan menyambut uluran tangan sang ayah, sementara beberapa pelayan sibuk merapikan gaun putih yang menjuntai panjang dibelakang itu, dirinya menatap sang ayah dan berbisik.

"Ayah tak perlu khawatir, aku bisa menjaganya."

Membuat sang ayah melebarkan matanya terkejut karena selama ini ia tak pernah memberitahu siapapun mengenai soul weapon itu.

Renjun tersenyum manis dan menoleh kearah Hendery yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Lelaki itu tampak mengangguk samar dan tersenyum tampan, dari sudut matanya ia dapat melihat beberapa orang gadis bangsawan berbisik malu sembari menatap sang pangeran dari taaffeite itu. 

Renjun menggenggam erat buket besar ditangannya dan mulai melangkahkan kaki memasuki tempat itu. Ia dapat melihat diujung sana Jeno tengah berdiri dengan gagahnya, ia juga dapat melihat sekilas lelaki itu melirik kearahnya.

Renjun menatap uluran tangan lelaki itu tepat dihadapannya saat ia menghentikan langkah, ia mengangkat wajah dan menatap manik sehitam obsidian tersebut sebelum akhirnya menerima uluran tangan lelaki itu.

"Kupikir kau akan bunuh diri," bisik Jeno pelan.

Renjun tersenyum samar. "Saya tidak seputus asa itu."

Detik-detik selanjutnya, upacara pernikahan itu berlangsung tanpa adanya satupun hambatan. Tapi Renjun tak mengerti mengapa dirinya masih merasa gelisah bahkan setelah ia dan juga Jeno selesai menandatangani sertifikat dan sang pastur mulai mengumumkan bahwa keduanya resmi menjadi suami istri.

I'm A Princess/Noren (End) ✔Where stories live. Discover now