Chapter 32

4K 705 16
                                    

Di sisa hari itu, Renjun tak beranjak dari samping Jeno yang masih tak sadarkan diri dengan keringat dingin yang membasahi wajah lelaki itu. Dengan telaten Renjun menyeka wajah Jeno, merapalkan segala sihir penyembuhan yang ia tahu meski tubuhnya telah berada di ambang batas.

Melihat Jeno yang menutup mata dengan ekspresi gelisah membuat hati Renjun sakit. Perasaan gelisah nan kalut yang tengah dirasakannya saat ini, mungkinkah juga dirasakan oleh Jeno saat dirinya tak sadarkan diri selama berhari-hari dulu?

"Hentikan," Ucap Mark dari belakang punggung Renjun, membuat Renjun menoleh tanpa melepaskan tangannya dari tangan Jeno. "Kalau kau teruskan, kau bisa merusak segelnya," Lanjut Mark sembari menunjuk kearah guratan tanda lahir di tangan Renjun.

"Tidak masalah, selagi aku bisa sedikit memperbaiki keadaan---"

"Renjun."

Renjun menatap wajah Mark yang terlihat serius. Sinar jahil yang biasanya selalu ada di wajah lelaki itu kini sirna sepenuhnya, digantikan dengan raut kaku nan sendu yang mau tak mau membuat Renjun menyerah. Lagipula, memperbaiki keadaan yang seperti apa yang ia maksud? Bahkan ketika dirinya berusaha cukup keras sekalipun, saat ini dirinya tak dapat memperbaiki apa-apa.

"Aku paham," Ucap Renjun. Perlahan ia melepaskan genggaman tangannya pada Jeno dan memaksakan seulas senyum kepada Mark. "Maafkan aku," Ucapnya.

Helaan napas keluar dari bibir Mark, ia mengangguk kecil. "Hendery sedang dalam perjalanan kemari. Sebaiknya kau beristirahat, yang disini biar aku yang mengurusnya."

Renjun mengangguk mengerti. Ia beranjak dari tempatnya duduk dan membungkuk sejenak untuk mengecup dahi Jeno. Setelahnya ia berbalik dan melangkah keluar dari ruangan tersebut.

Sepeninggalan Renjun, Mark melangkah mendekat kearah Jeno dan berdiri diam selama beberapa saat. Saat dirinya mendengar suara langkah Renjun yang menggema menjauh dari koridor, barulah ia duduk ditempat dimana Renjun duduk. Tak lama dari itu pula, kedua kelopak mata Jeno terbuka, menatap kosong pada langit-langit kamar sebelum akhirnya melirik kearah Mark.

"Jadi... Apa yang mau kau bicarakan?" Ucap Mark.

Melihat Jeno yang tersenyum kecil sejenak sebelum menjawab membuat Mark mengeratkan rahangnya. Tanpa Jeno beritahu sekalipun, ia tahu persis apa yang akan Jeno katakan padanya.

"Dia kuat," Ucap Jeno. Satu tangannya bergerak untuk menutup kedua matanya. Dengan senyum bangga yang masih terukir di bibirnya, ia melanjutkan ucapannya. "Aku yakin siapapun pengguna sihir terlarang itu, sekarang sedang meraung frustasi karena Renjun."

Mark tertawa sinis. "Berterima kasih lah pada gurunya," Ucapnya.

"Aku benar-benar hampir terjatuh, tapi Renjun menarikku berkali-kali---"

"---kali ini memang berhasil, tapi aku tak yakin untuk waktu yang lain."

"Yang mulia."

Panggilan dari Jisung menginterupsi kedua lelaki itu. Keduanya serempak menoleh kearah pemuda bersurai keperakan yang muncul dari sudut ruangan dengan wajah khawatir dan tangan yang menggenggam sebuah gulungan.

Jisung melangkah menghampiri tempat tidur Jeno, berlutut di samping tempat tidur dan menenggelamkan wajahnya di lipatan kedua tangannya sendiri.

"Syukurlah anda baik-baik saja," Ucapnya dengan nada serak.

Tangan Mark bergerak untuk mengusak surai keperakan milik Jisung, dimana saat ini diantaranya sepasang tanduk muncul di pucuk kepala pemuda itu. "Kau menangis?" Ucapnya dengan nada meledek.

Jisung mengangkat wajahnya yang sedikit memerah dan menatap sinis kearah Mark.

"Punya sesuatu untukku?" Ucap Jeno sembari bangkit dari posisinya dan bersandar di kepala ranjang.

I'm A Princess/Noren (End) ✔Where stories live. Discover now