«Part 25»

24 7 34
                                    

Pukul 23.00, Erick beranjak dari kafetaria setelah membayar secangkir kopi dan roti isinya, lelaki itu melangkah lebar ke ruangan Angel. Sampai di depan kamar Angel, Erick memegang gagang pintu yang langsung membuatnya tahu siapa di dalam ruangan tersebut. Perlahan, dia mendorong pintu putih itu. Seperti dalam penerawangannya, hanya ada Ari yang tidur di sofa dan Angel yang terlihat tidak nyaman dalam tidurnya.

Erick menarik kursi lalu mendudukinya, dia menopang kepala dengan tangan, menikmati paras ayu Angel. Lelaki itu tersenyum ketika iris hitam Angel perlahan menyorotnya, gadis itu terbangun.

"Masih sakit?"

Angel menggeleng pelan, gadis itu melirik Ari sekilas lalu kembali menatap Erick.

"Ari pukul kamu?" Gadis itu mengangkat tangannya guna menyentuh lebam Erick, mengusapnya pelan dengan tatapan ngeri. "Sakit, ya?"

Erick tidak menjawab, dia menggeser wajahnya hingga bibirnya mengecup telapak tangan Angel. Lelaki itu tersenyum, wajah malu-malu Angel sangat menggemaskan baginya. "Maaf, sudah membuatmu sakit."

"Enggak papa, udah enggak sakit, kok." Angel tersenyum tulus, meski dia bingung apa yang Erick lakukan sampai membuat luka berdarahnya terasa perih, padahal Angel hanya bisa merasakan sakit yang tidak sampai mengeluarkan darah.

"Kamu takut dengan saya?"

Menggeleng, Angel membenarkan posisi kepalanya. Gadis itu kembali tersenyum, dia bisa merasakan ada sesuatu yang bergejolak di perutnya, terasa seperti berterbangan di dalam sana ketika Erick lagi-lagi mengecup keningnya lalu mengusap lembut kepalanya. Sungguh, Angel terbuai dengan perlakuan manis Erick.

"Tidurlah," suruh Erick.

"Enggak bisa," keluh Angel. Gadis itu mengerucutkan bibirnya, padahal dia sudah lelah berganti posisi sedari tadi, tetapi rasa kantuknya belum juga datang.

"Mau lihat bintang di atap?" Erick menawari, mengingat Angel suka melihat bintang.

Angel jelas mengangguk semangat, kapan lagi bisa melihat bintang di tengah malam yang sunyi, di tempat yang tinggi, dan bersama lelaki yang dicintai, eh?! Gadis itu menunggu Erick melepas botol infus dari tiangnya, dia hanya menurut ketika Erick memasangkan selimut pada tubuhnya lalu menggendongnya keluar ruangan.

Melihat wajah serius Erick membuat jantung Angel kembali berdetak tak normal, dia refleks menyembunyikan wajah di dada bidang Erick ketika lelaki itu membelokkan langkah dan bersembunyi di balik tembok, nampaknya ada seorang suster yang lewat. Merasa aman, mereka kembali meneruskan jalan menuju atap.

"Pejamkan matamu!" Erick tersenyum singkat melihat Angel yang langsung menuruti kemauannya, dia segera menggunakan kekuatan teleportasinya untuk mencapai anak tangga paling atas. Melihat atap rumah sakit yang tidak terawat, Erick segera merapikannya dan mendatangkan kursi panjang di pinggir atap, lagi-lagi dengan kekuatannya.

"Udah sampai, ya?" Angel masih belum membuka matanya, dia hanya menebak karena merasakan embusan angin yang lebih kencang.

"Sebentar lagi." Erick kembali fokus pada kegiatannya, lelaki itu mengedarkan pandangan, merasa sudah nyaman dia segera menyebutkan keinginannya dalam hati. Senyum tipis terukir melihat beberapa camilan dan dua gelas teh panas di kursi yang dia siapkan, kekuatannya seberguna ini.

"Sudah sampai," ujarnya kemudian menurunkan Angel.

Angel tersenyum riang melihat tempat ini, seperti sudah disiapkan sebelumnya. Dia langsung berlari kecil ke kursi panjang dan mengambil camilan kesukaannya, keripik singkong pedas.

Sementara Erick duduk di samping Angel lalu menyeruput tehnya. Dia membenarkan selimut gadis itu sampai hanya wajahnya yang terlihat. Kini Angel nampak semakin menggemaskan dengan seluruh badan tertutup selimut, gadis itu seperti tokoh kartun yang sering Ayunda lihat, bedanya Angel bersama seorang pangeran, bukan seekor beruang.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang