«Part 03»

187 59 72
                                    

"Om?"

Erick membalikkan badan, di belakangnya berdiri Ayunda bersama seorang gadis dengan seragam SMA.

"Kamu darimana?" tanya Erick khawatir, pasalnya bocah 5 tahun itu menghilang saat Erick membelikan es krim untuknya.

Sore ini, selepas Erick kembali dari pencariannya, Ayunda merengek meminta Erick untuk membawanya jalan-jalan, untung saja ada taman bermain di dekat komplek perumahan Yudha.

"Ini makanan beku kamu hampir mencair loh." Erick mengangkat kantong plastik berwarna putih transparan yang berisi es krim pesanan Ayunda.

Dua gadis di hadapan lelaki itu terkekeh geli. Merasa aneh, Erick menatap keduanya heran. "Ini namanya es krim, Kak," jelas gadis SMA itu.

"Om Erick lucu, deh," imbuh Ayunda masih dengan kekehannya.

Erick menggaruk tengkuknya; merasa canggung. "Loh, ini?"

Lelaki itu menunjuk es krim vanila di tangan Ayunda, sedangkan bocah itu tersenyum lebar menatap wajah datar Erick. "Tadi ada tukang es krim lewat, Om, terus Kak Letta beliin buat aku. Maaf, ya," jelas Ayunda.

Erick menatap iba kantong kresek yang ia bawa, padahal dia rela berlari mencari warung terdekat demi membelikan Ayunda es krim. Karena tidak memungkinkan untuk ia memakan makanan beku yang dibuat dari susu itu, Erick menyodorkan pada gadis SMA di depannya.

"Ambil," suruhnya saat gadis itu menatapnya bingung.

"Makasih, Kak," kata gadis tadi.

Erick mengambil tangan Ayunda. "Ayo pulang, udah mau gelap," ajaknya.

"Ayo, Kak Letta."

Mengernyit, Erick menatap Ayunda yang mempertahankan posisinya dan menunggu Letta. "Om, rumah Kak Letta 'kan sebelahan sama kita, dia ikut boleh, ya?" pinta Ayunda kemudian.

Lelaki luar angkasa itu mengiakan, tetapi langkahnya berhenti karena Ayunda melepaskan genggaman tangan mereka. Menoleh bingung, Erick tersenyum tipis saat mengetahui tujuan bocah yang tengah merentangkan tangan itu. Selanjutnya Erick menggendong Ayunda sambil berjalan bersisian dengan gadis SMA bernama Letta itu.

Selama perjalanan Erick berusaha tidak mengacuhkan tatapan penasaran dan bisik-bisik beberapa orang yang melihat mereka, sedangkan Letta berusaha menikmati es krimnya dengan tenang.

"Ayunda, Kakak duluan, ya. Em, makasih, Kak Erick," pamit Letta.

Erick mengangguk samar kemudian berlalu dengan Ayunda di gendongannya. Sedangkan Letta masih berdiri di tempatnya sampai Erick dan Ayunda hilang di balik gerbang rumah Yudha. "Kak Erick gantengnya kelewatan, meleleh gue liatnya, Kak," batinnya sembari berjalan memasuki rumah.

***
Erick berjalan di atas rumput taman dengan senyum merekah, pandangannya lurus ke depan, tepat pada wajah berseri milik gadis cantik di depannya. Pair jantungnya menunjukkan jika tiada yang berubah, rasa itu masih sama.

Semakin dekat dengan gadis tersebut membuat Erick semakin yakin jika gadis itu nyata. Sepatu putih Erick berhenti tepat di depan gadis itu, senyumnya belum pudar, justru bertambah lebar.

"Hai, Pangeran."

Selaput bening sedikit menghalau pandangan Erick, tetapi dia masih bisa melihat wajah manis gadisnya, ya, gadisnya. Perlahan dia mendekat, tangannya bergetar kala ia mengangkat dan mengarahkannya mendekati gadis di depannya itu.

"Sebelum ritual dimulai, aku hanya ilusi, Altair."

Erick mengerjap, gadis itu tiba-tiba hilang setelah mengucapkan kalimatnya. Dia berusaha mengejar dan terus berteriak memanggil nama gadis ayu tersebut, tetapi kakinya malah tersandung. Bersamaan dengan itu Erick tersentak dari tidurnya.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang