«Part 32»

30 7 29
                                    

Tidak, ini tidak mungkin!

Ari membeku dengan kedua mata terbuka lebar.

"Jadi ... selama ini ...?" Lelaki itu kehilangan kata-kata, bingung harus bagaimana. Namun, suara guntur lagi-lagi menyandarkannya.

"Di mana Angel?" Sosok tadi, Erick, dia menatap dingin pemuda di depannya.

"Di--di dalam, lo--"

Erick langsung melewati Ari begitu saja, pemuda itu bodoh atau bagaimana, Angel tengah meregang nyawa di dalam sedangkan dia malah diam saja. Tanpa kata-kata, Erick langsung menendang pintu kayu di depannya, hanya sekali tendangan Erick berhasil merusak engsel pintu tersebut.

"Selamat datang, Pangeran Altair Maverick!" sambut Elenio dengan senyum miringnya.

Melihat akses untuk menyelamatkan Angel terbuka, Ari segera masuk dan berdiri di sisi Erick dengan memasang kuda-kuda. Sejujurnya dia merasa takut berada di antara dua makhluk aneh ini, mereka memiliki kekuatan ajaib, bisa saja dia mati hari ini.

"Bawa Angel pergi!" lirih Erick.

Ari mengangguk, dia segera berlari ke arah Angel sementara Erick berusaha mengecoh fokus Elenio agar tidak menghambat pekerjaan Ari.

"Angel, bertahan, ya! Kita pergi dari sini!" Ari segera membopong tubuh Angel keluar pondok, meski tubuhnya sendiri masih lemas.

"Ari, Kak Erick gimana?" Angel melirik ke dalam pondok, di mana Erick dan Elenio saling melemparkan serangan.

"Dia hebat, dia punya kekuatan ajaib. Dia pasti selamat. Sekarang kita ke rumah sakit, ya?" Ari membawa Angel berlari menjauhi pondok.

Sementara di dalam pondok kecil itu Erick berusaha mengelak setiap serangan Elenio, kali ini bukan Elenio palsu yang mudah dia lumpuhkan. Erick segera meliukkan tubuhnya untuk menghindari mantra consolamini dari Elenio. Mulai lelah mengalah, Erick menggeram kesal lalu memulai serangan pertamanya dengan menggabungkan dua mantra mortifero, mantra mematikan yang sudah ia pelajari hampir 10 tahun.

Elenio yang melihat gerakan tangan Erick mengarah ke kiri segera bersiap melesat ke kanan. Namun, boom!! Elenio mengakui kehebatan Erick dalam mengelabui musuh, Erick memang menfokuskan pandangannya ke kiri, tetapi dia menyerang dari arah kanan. Elenio terdorong beberapa langkah hingga tubuhnya membentur dinding papan.

Senyum miring terbit di sudut bibir Erick, tetapi rasanya belum puas melihat Elenio yang sudah terbatuk disertai darah. Lelaki itu mengambil ancang-ancang, dia tahu di dalam tubuh Elenio tertanam keris pusaka yang membuatnya sulit dimusnahkan.

"Mari bermain denganku, Pangeran!" seru Elenio sesaat setelah mengobati lukanya dengan mantra curabitur.

Erick terkekeh. "Berikan salam terakhirmu pada semesta, Elenio Chaiden!" Suara Erick yang lirih justru lebih menakutkan daripada senyuman lelaki itu.

Elenio menanggapi dengan tawa remeh. "Nikmati sisa hidupmu, Altair!" balasnya kemudian.

Elenio segera merapalkan mantra dengan tangan kanan mengepal di atas dada, detik berikutnya sebuah pedang pusaka Kerajaan Acherron muncul. Pedang panjang tersebut ujungnya terbelah dua seperti buaya yang menganga, kilatannya menyilaukan, membuat Erick harus memejamkan mata sebentar.

Tak mau kalah, netra perak Erick mulai menggelap, dia berusaha menyerap kekuatan tambahan dari rasi bintang altair yang dikirimkan ayahnya. Melihat itu Elenio tersenyum miring, pertarungan akan semakin mengasyikkan.

Elenio mengacungkan pedangnya, membuat suasana sekitar menjadi mencekam karena angin yang bergerak semakin brutal. Rambut gondrong berwarna hitam Elenio berkibar seirama dengan ayunan pedangnya.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang