«Part 27»

20 7 19
                                    

"Aku mundur."

Angel yang mendengar suara Ari setelah hampir setengah jam diam langsung menghentikan acara mengunyah mi instannya, gadis itu menatap heran lelaki itu. Padahal, Ari yang paling antusias mengadakan kompetisi ini, tetapi mengapa dia jadi mundur?

Meletakkan mangkuk, Angel lantas memusatkan perhatiannya pada lelaki itu. "Aku bikin kamu marah, ya?"

Ari menggeleng, dia menangkup wajah imut Angel, membersihkan sisa kuah di sudut bibir gadis itu.

"Aku sengaja ngajak Erick bikin kompetisi ini biar aku tau--" Ari menatap ke dalam manik hitam Angel. "--seberapa pantas dia buat kamu."

Angel bergeming, dalam hati mencerna arti tatapan Ari. 

"Kita kenal udah berapa lama?" tanya Ari, dia kembali menatap langit hitam di atas mereka.

Angel mengernyit, menghitung sudah berapa lama mereka mengenal. "Tiga belas tahun, kenapa?"

Ari memaksakan senyum, tatapannya belum juga beralih pada langit hitam yang entah mengapa malam ini bersih tanpa bintang.

"Udah lama, ya. Aku inget awal kenal kamu waktu aku ulang tahun dulu, kamu adalah tamu yang tidak diundang. Tiba-tiba datang pakai gaun warna putih seperti pengantin tapi badannya kecil." Ari meloloskan tawa sumbang, meski tatapannya menyorot langit, tetapi di matanya terputar momen pertama mereka bertemu.

Angel hanya diam menyimak, atmosfer taman rumahnya mendadak mengharukan. Entah mengapa dia merasa Ari ada maksud lain dengan mengenang masa-masa awal mereka kenal, dia dan Ari seperti ada pembatas yang membuat mereka terlihat jauh meski saling menggenggam.

"Kamu, tetangga baru aku yang pemberani, mandiri, dan tegar. Angel--" Ari menoleh, menyorot tepat pada iris hitam gadis itu. "--jangan berubah, ya? Apapun yang terjadi nanti, tetap jadi Angel yang Ari kenal, ya?"

Angel tidak menjawab selain dengan anggukan kepala, dia masih bingung dengan Ari yang mendadak seperti ini.

"Masuk, gih. Udah jam sepuluh, nanti masuk angin. Istirahat, ya! Jangan begadang. Aku ... aku pamit." Ari mengusap puncak kepala Angel, meninggalkan kecupan singkat di sana sebelum beranjak pergi.

Angel masih memejamkan matanya, beberapa saat kemudian dia berlari. Angel langsung meraih Ari ke dalam dekapannya, tidak peduli dengan air matanya yang membasahi kaos belakang lelaki itu.

"Please, kalau ada apa-apa bilang sama aku. Jangan kayak gini, Ri. Ayo ngomong, aku bikin kamu marah, 'kan? Aku nyakitin kamu, iya?"

Daripada pukulan, isakan Angel lebih melemahkan bagi Ari. Lelaki itu berbalik, melepas pelukan Angel dan kembali menangkup wajah gadis itu, mengusap air mata Angel dengan ibu jarinya.

"Enggak, kamu enggak salah. Hei, aku enggak akan pernah ninggalin kamu. Ari selalu ada buat Angel. Selalu!" tegasnya.

"Angel juga selalu ada buat Ari!" balas Angel.

Ari menggeleng pelan, dia langsung melepaskan diri dan melanjutkan langkahnya tanpa kata-kata lagi. Di balik tembok, Ari mengusap wajahnya, dia akan baik-baik saja jika Angel bahagia. Ya, dia akan baik-baik saja.

***
Jam tangan berwarna putih milik Angel menunjukkan pukul 5 tepat. Sudah tiga jam bel pulang berdering, tetapi Ari belum juga menjemputnya, padahal dia sudah mengirimkan pesan berisi kabar jika supirnya sedang sibuk dan dia ingin Ari menjemputnya. Lima menit menunggu, sebuah mobil sedan putih berhenti di halte tempatnya.

"Kamu?" Dari celah jendela yang dibuka, Angel mengetahui siapa sosok di dalam mobil itu. Bahu Angel melemas, dia bukan Ari, tetapi Erick. Sebenarnya kemana sahabat kecilnya itu? Hari ini saja Ari tidak berangkat dan tidak meninggalkan pesan apapun pada salah satu temannya.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang