«Part 20»

65 13 35
                                    

Suara ketukan pintu merenggut atensi Angel dari pantulan dirinya di cermin, sekejap dia melupakan keheranannya pada bekas cakaran yang hilang tanpa bekas. Gadis itu beralih membuka pintu, sontak dia terdorong cukup kencang karena pelukan erat dari lelaki di balik pintu. Dia langsung membalas erat pelukan tersebut, dari aroma buah dan rempah yang berpadu sempurna menghadirkan satu nama dalam benaknya, Aristide Keano.

"Maaf, aku teledor," sesal lelaki tersebut.

Angel mengurai pelukan mereka tanpa melepas tangannya dari pinggang Ari, dia bisa merasakan suhu panas yang menguar dari tubuh lelaki itu, tandanya Ari belum sembuh total. Senyum lembut Angel terulas, sesayang itukah Ari padanya?

"Kamu belum sembuh."

Ari menggeleng, dia paham betul makna kalimat yang samar terdengar ketus itu. "Yakin mau sekolah?"

Angel mengangguk mantap, kata Erick masalah ini sudah selesai dan lagi dia tidak merasa telah melakukan kesalahan yang mereka tuduhkan. "Seharusnya aku yang tanya, kamu serius mau sekolah?"

"Ngel ...." Penggalan yang terdengar putus asa itu membuat Angel melepaskan diri lalu mengambil tas sekolah berisi kebutuhannya yang dibawakan Ari.

"Aku baik-baik aja, Ri. Kamu yang seharusnya izin hari ini," katanya.

Ari membuang napas pelan, demamnya memang kembali naik setelah mendengar sahabat kecilnya terluka. Lelaki itu mengalah, dia menarik tengkuk Angel dan mendaratkan kecupan di kening gadis itu, tetapi--

"Biarkan dia bersiap!" Suara dari arah belakang dan tarikan di kerahnya membuat Ari memutar bola mata jengah, dia hanya mengangguk seadanya kala Angel berpamitan untuk mengganti kemeja putih kebesarannya, besar kemungkinan kemeja itu milik Yudha, semoga saja benar milik Yudha, bukan lelaki menyebalkan ini.

"Tugasmu hanya mengantarkan kebutuhannya, sekarang sudah selesai, 'kan?" imbuh Erick setelah melepaskan tarikan pada kerah seragam Ari.

Ari cukup cerdas untuk mengartikan rentetan kalimat Erick yang intinya ingin dia segera pergi. "Bapak Erick yang terhormat, saya datang untuk menjemput sahabat saya. Jadi, saya tidak akan pergi kalau Angel tidak ikut bersama saya," terang Ari.

Erick ingin sekali mencekik pemuda di depannya, tetapi niatnya terkurung sebab pintu kamar Angel kembali terbuka, menampilkan sosok gadis ayu di belakangnya. 
"Ayo sarapan," ajaknya berbarengan dengan Ari, bahkan pemuda itu juga ikut menarik lengan Angel.

Sementara Angel menatap kedua lelaki di depannya bergantian, mengapa mereka jadi kompak begini? Sama-sama mengajaknya sarapan dan menarik masing-masing lengannya. Tak mau adu laser di depannya merembet ke hal yang tidak diinginkan, Angel berinisiatif mengganti genggaman mereka dengan apitan lengan. Gadis itu mengapit lengan Ari dan Erick sekaligus lalu melempar senyum lebar untuk merespons tatapan heran mereka.

Yudha mengulum senyum melihat wajah merengut dua lelaki di samping gadis berwajah cerah itu, bahkan dia hampir tersedak karena menahan tawa melihat Erick dan Ari menarik kursi yang sama untuk Angel, siswa dan guru itu kompak sekali.

"Nasi?"

"Nasinya, Ngel."

Dua suara satu makna, Angel menatap dua lelaki di samping kanan dan kirinya bergantian, dia benar-benar tidak mengerti ada apa dengan mereka hari ini.

"Em, aku ambil sendiri aja." Daripada menimbulkan keributan di meja makan, Angel mengambil jalan tengah dengan mengacuhkan kedua lelaki itu.

Yudha berdeham, dia tidak biasa makan dengan suasana seperti ini. Seolah mengerti, Angel mendongak lalu mengajukan pertanyaan, "Ayunda udah berangkat, Pak?"

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang