«Part 02»

246 63 85
                                    

Sudah menjadi kebiasaan bagi Yudha menonton berita sambil minum kopi sebelum berangkat bekerja. Jika biasanya hanya dia sendiri, sekarang ada Erick yang menemani. Keduanya menyimak berita tentang bencana angin tornado kemarin, untung saja angin itu tidak sampai di kota yang mereka tempati.

"Angin itu ... kamu tahu sesuatu?" tanya Yudha membuka pembicaraan.

Erick mengangguk. "Mungkin karena saya. Ketika itu sayap saya tidak bisa dikendalikan," lirihnya.

Yudha mengangguk kaku, dia tidak menyangka akan menemukan makhluk seperti Erick. Pria beranak satu itu menepuk jidatnya lalu pergi begitu saja. Dalam waktu semenit dia kembali dan menyodorkan sebuah map pada Erick.

"Apa ini?" Erick mengambil map cokelat besar itu.

"Ini data-data yang akan kamu perlukan untuk mencari pekerjaan. Sehebat apapun kamu, tidak ada lapangan kerja yang akan menerimamu tanpa melihat latar belakang kehidupanmu," terang Yudha.

Erick mengangguk tanda mengerti, di dalam map itu ada akte kelahiran dan data-data lain yang biasa dimiliki penduduk bumi. Ia mengerutkan dahi. "Sarjana olahraga?"

Yudha terkekeh. "Riwayat pendidikan juga penting dalam urusan pekerjaan. Saya sudah mempertimbangkan jurusan apa yang cocok untuk kamu, terlihat dari postur tubuh yang tegap dan gagah, menurut saya kamu cocok menyandang gelar sarjana olahraga. Dan lagi, ada lowongan pekerjaan di bidang itu."

Mengembuskan napas pasrah, Erick kembali membaca data dirinya yang lain, berjaga-jaga jika nanti ada pertanyaan seputar kehidupan di atas kertasnya itu.

"Oh iya, saya lupa bertanya berapa umurmu, jadi saya menambahinya sendiri," imbuh Yudha.

Erick segera mencari akte kelahirannya, dari tahun ia lahir terhitung umurnya menginjak usia 23 tahun. "Bahkan umur saya lebih dari ini."

Yudha melongo, padahal ia kira Erick akan memprotes karena umurnya yang mungkin terlalu tua. "Memangnya berapa umurmu?"

Erick terkekeh pelan. "Kurang lebih 3 kali umurmu," lirihnya.

Yudha terkejut mendengarnya, sampai-sampai tersedak kopi yang baru saja diseruputnya. "Spektakuler," komentar Yudha sambil mengacungkan dua ibu jarinya.

"Ngomong-ngomong, sebenarnya saya masih belum mengerti dengan semua rencanamu," lontar Erick.

Yudha mengalihkan pandangan, dia takut Erick bisa membaca pikirannya dan tidak mau ikut dengannya. "Nanti kamu akan mengerti maksud saya. Sekarang, ayo sarapan!" ajak Yudha.

Erick menyimpan map itu sebelum menyusul Yudha ke meja makan. Entah seperti apa rencana Yudha, Erick tidak bisa menemukan jawaban itu lewat penerawangannya.

***
"Tapi, saya tidak bisa," tolak Erick.

Yudha masih bersikukuh. "Kamu belum mencobanya, Erick. Dengan pekerjaan ini kamu mendapat 2 keuntungan sekaligus. Pertama, biaya hidup dan kedua, tempat tinggal, menarik bukan?"

"Maksudmu saya akan tinggal di sini?"

"Bukan, yayasan ini memiliki beberapa rumah dinas untuk pegawai dari luar kota. Sudahlah, saya yakin kamu bisa. Sekarang temui pak Bandi di ruangan itu, semangat!" Yudha mengepalkan tangannya, setelah itu berlalu begitu saja.

Erick meraup wajah frustasi. Bagaimana bisa manusia itu menyuruhnya bekerja sebagai guru olahraga di SMA ini? Bahkan dia tidak tau apa yang harus ia ajarkan pada murid-muridnya nanti. Namun, mengingat keuntungan itu, Erick memilih melangkah menuju ruang kepala sekolah.

Sebenarnya bisa saja dia meminta kiriman beberapa koin emas dari kerajaan untuk menopang hidupnya, dia juga bisa tinggal di mana saja. Namun masalahnya, dia tidak mau merepotkan Yudha lebih banyak lagi dan juga tidak mau ada orang kerajaan yang menyusulnya ke bumi selain Vega.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang