«Part 21»

44 9 21
                                    

Berpisah dengan guru kesayangan memang menyesakkan, meski suatu hari nanti mereka bisa saja dipertemukan, tetapi rasa kehilangan itu tetap ada. Setidaknya itu yang dirasakan murid-murid SMA Angkasa, Erick memang baru dua bulan mengajar mereka, daripada ramah Erick lebih dikenal dengan sikap dingin dan tegasnya. Jauh sekali dengan sikap guru favorit, tetapi mereka tetap menyayangi guru yang sedang kewalahan membawa banyak kado itu.

Erick tidak menyangka jika dia akan mendapat banyak kado dengan alasan kenang-kenangan seperti ini. Lelaki itu berjalan pelan menuju ruang guru dengan setumpuk kado di tangannya, dia menghentikan seorang siswi untuk membantunya menerima kado dari beberapa murid yang berjejer di koridor.

"Salsabilla, bisa membantu saya sebentar?" pinta Erick pada siswi yang ia cegat.

"Ba--baik, Pak." Salsa, siswi itu menerima setiap uluran kado lalu mengikuti Erick, rasanya canggung kembali berjalan beriringan seperti ini, tetapi apa boleh buat? Mungkin ini kali terakhir mereka bertemu, semoga saja.

Erick berdecak kesal mendapati setumpuk kado lain di atas mejanya, dia segera meletakkan tumpukan kado di tangannya lalu beralih ke Salsa.

"Anggap ini sebagai tanda terima kasih saya." Erick mengambil sebuah kado yang sudah ia ganti isinya dengan hanya menatap benda itu beberapa detik.

"Terima kasih, kalau begitu saya permisi dulu, Pak."

"Tidak ingin mengatakan sesuatu? Bukankah kamu menginginkan kita tidak pernah bertemu lagi setelah ini?" potong Erick.

Salsa menunduk, memainkan pita kecil di atas kadonya. Banyak yang ingin ia sampaikan, terlebih tentang perasaannya, tentang ia yang mati-matian mempertahankan wajah ceria dari wajah sedih di sebaliknya.

"Terima kasih atas semua kebaikan Bapak, saya minta maaf karena selalu merepotkan. Saya permisi."

Erick tidak menjawab, dia membiarkan Salsa pergi tanpa mencegahnya lagi.

***
Gazebo taman menjadi pilihan Angel dan ketiga temannya mengisi waktu istirahat kali ini. Meski duduk bersama, tetapi mereka sibuk dengan dunia masing-masing. Angel dengan lamunannya, Sisil, Panji, dan Ari sibuk dengan ponselnya, sedangkan Johan, lelaki itu sibuk menggoda adik kelas yang lewat. Angel tersadar saat merasakan sesuatu terselip di telinganya, gadis itu tersenyum mendapati Ari yang menyelipkan setangkai bunga kecil di sana.

"Ri, menurut kamu Pak Erick salah, ya?" tanya Angel hati-hati, dia tahu lelaki di sampingnya ini sedang sensitif jika menyangkut Erick.

"Enggak sepenuhnya, tapi dia awal  permasalahan. Seorang guru yang mendekati muridnya, lebih dari batasan yang ada, bukannya itu memancing masalah?" jelas Ari.

Angel mengalihkan perhatian penuhnya pada Ari. "Tapi, aku sama dia kenal sebelum aku di sini. Aneh, 'kan, kalau orang saling kenal tapi enggak saling sapa?"

Angel membantah, itu yang Ari, Sisil, dan Panji simpulkan. Mengembuskan napas pelan, Ari tidak mau ia dan Angel bertengkar hanya karena guru olahraga itu.

"Profesional, Ngel. Dia guru dan lo murid. Paham, 'kan? Sebenarnya ini yang kita khawatirkan sejak lo cerita kalau lo pergi sama dia sampai lupa rencana kita. Gue tau, sih, kalau dia ganteng, tapi tetep harus profesional!" timpal Sisil.

"Di luar jam sekolah kita bukan siapa-siapa, jadi enggak masalah, 'kan?" bantah Angel lagi.

"Emang bukan siapa-siapa, 'kan?" sahut Ari, dia mulai tersulut mendengar bantahan-bantahan Angel yang seolah membela Erick.

Angel mengangguk, mereka memang bukan siapa-siapa. Angel dan Erick memang tidak memiliki hubungan apa-apa setelah Erick resmi keluar dari sekolah. Namun, bukankah mereka baru mengenal? Masih terlalu cepat jika mereka menjalin hubungan, 'kan? Jadi, setelah ini mungkin dia dan Erick bisa kembali seperti sebelumnya.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang