«Part 05»

141 41 60
                                    

Hari Jumat adalah hari bersih-bersih untuk SMA Angkasa, pada jam pelajaran pertama hingga istirahat mereka gunakan untuk kerja bakti membersihkan lingkungan sekolah. Kerja bakti itu dibagi menjadi beberapa kelompok, dengan menjadikan salah satu guru sebagai ketuanya. Kali ini Erick menjadi ketua untuk kelompok kerja bakti bagian lapangan, setelah membagi tugas, lelaki itu ikut mencabut rumput liar di sekitar lapangan.

Cahaya matahari pagi ini lebih terik, membuat beberapa murid diam-diam menghentikan aktifitasnya. Namun, mendapat sorot tajam dari Erick, mereka kembali bekerja dengan tugas masing-masing. Berbeda dengan teman-temannya, gadis dengan rambut tergerai sepunggung itu masih tetap mengibas-ngibas wajahnya yang penuh keringat, dia membiarkan sapu lidinya tergeletak begitu saja.

Bangkit, Erick berjalan mendekati gadis itu. Aura yang dipancarkan Erick mengundang rasa penasaran murid-murid lain, hingga membuat mereka curi-curi pandang ke arahnya. Satu langkah di belakang siswi tadi Erick berhenti, alih-alih mengomeli atau menghukum siswi itu, Erick justru mengeluarkan sebuah kuciran putih dengan hiasan 2 telinga kucing dan mengikat rambut siswi tersebut.

Erick bisa merasakan tubuh siswi pemilik kuciran itu menegang, dia terkejut dengan ulah Erick yang tiba-tiba. "Saya menyuruhmu menyapu, bukan malas-malasan di tengah lapangan seperti ini!" bisiknya tegas.

Mendapat teguran dari gurunya, Salsa---siswi tadi---menunduk lalu memungut sapunya dan kembali menyapu tanpa menjawab sepatah kata pun. Kemudian, Erick kembali ke tempatnya, mengabaikan tatapan ingin tahu beberapa murid yang mengarah padanya.

Perlakuan Erick di tengah lapangan sukses membuat Salsa menjadi pusat perhatian, saat ini gadis itu sedang mengaso di kantin bersama sahabatnya---Acha. Salsa memakan sotonya dalam diam, berbeda dengan temannya yang terus mengoceh perihal kejadian di lapangan tadi.

"Ngaku aja sih, Sal. Gue yakin kalian ada something. Iya, 'kan?" tuduh Acha.

Memijat pelipis pelan, Salsa menatap tajam teman di depannya itu. "Gue 'kan udah bilang, gue nggak ada apa-apa sama Pak Erick!" jelasnya.

Acha menggeleng. "Nggak mungkin, ih. Lo bohong, 'kan?" tudingnya lagi.

Mengembuskan napas kasar, Salsa menatap lekat sahabatnya itu. "Kalau lo nggak percaya sama gue, coba tanya sendiri ke Pak Erick!"

Acha mengerucutkan bibir kesal, lalu menatap beberapa murid yang masih saja curi-curi pandang ke arah Salsa. "Nggak berani gue," aku Acha.

"Ya udah, pilihannya tinggal percaya sama gue. Jadi, lo harus percaya sama gue. Udah, gue mau ke kelas. Nggak enak di sini," ujar Salsa sebelum berlari meninggalkan Acha.

Sedangkan di tempatnya Acha menggerutu kesal, pasalnya Salsa belum membayar makanannya, jika sudah begini Acha-lah yang membayarkan makanan gadis itu.

***
Salsa berjalan menunduk sepanjang koridor, banyak murid yang menatapnya penasaran bahkan ada yang terang-terangan berbisik tentangnya. Gadis itu menyesal tidak menunggu Acha, seandainya ada temannya itu pasti dia tidak perlu menunduk malu seperti ini.

Langkah Salsa terhenti saat matanya menangkap sepasang sepatu olahraga di depan kakinya, tanpa mengangkat kepala pun dia sudah tahu siapa pemilik sepatu itu. Salsa menggeser kakinya ke kanan, tetapi orang tersebut mengikuti pergerakan Salsa. Merasa kesal, gadis tersebut mengangkat kepalanya.

"Permisi, Pak. Saya mau ke kelas," ucapnya sopan.

"Ikut saya!" titah Erick.

Mengembuskan napas kasar, Salsa menurut hingga Erick menghentikan langkah di salah satu bangku taman belakang, kemudian mendudukkan dirinya dan disusul Salsa.

"Maaf," sesal Erick

Sontak Salsa memiringkan kepalanya dan menyipitkan matanya; merasa bingung dengan arah pembicaraan mereka. Tidak mendapat respons dari lawan bicaranya, Erick menoleh untuk memastikan apakah Salsa mendengarnya atau tidak.

Who is She? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang