03-Raya

4.1K 343 12
                                    

Sejak pagi-pagi buta Raya telah hilir mudik di dalam rumah sampai ke sudut-sudutnya. Karena malas keluar untuk berolahraga, wanita itu lebih memilih membersihkan rumah hingga semuanya terlihat kinclong. Kata orang tua zaman dahulu, jika banyak bergerak, nanti akan mudah saat melahirkan. Semoga begitu adanya.

Usai membersihkan rumah, Raya memasak soto ayam yang bahan-bahannya ia beli hanya dengan berjalan kaki beberapa ratus meter. Gadis itu melakukan semuanya seorang diri.

Saat sedang asyik memotong-motong wortel, Raya akhirnya menoleh ke samping, ke arah seseorang yang baru saja ia sadari kehadirannya. Wanita itu tersenyum kecil lalu menyapa.

"Selamat pagi, Angger!"

Angger mengangguk dengan tatapan datarnya lalu mulai melangkah mendekat dan saat itu juga aroma yang membuat Raya ingin mengeluarkan isi perutnya langsung menyengat.

"Ja-jangan dekat-dekat!" Raya menahan langkah pria itu. Tidak dapat menahannya lagi, Raya berlari ke arah wastafel terdekat dan memuntahkan isi perutnya.

Angger mematung sembari menatap punggung wanita yang tengah mengandung itu dengan tatapan campur aduk. Ia sama sekali tidak tahu, bagaimana kabar wanita itu, berapa usia kandungannya, apakah bayinya sehat atau tidak, apa saja yang diinginkan wanita itu ketika tengah mengidam, dan kesulitan apa saja yang sudah wanita itu lalui selama menjalani kehamilannya. Angger sama sekali tidak tahu. Selama ini ia selalu abai, menganggap tidak terjadi apa-apa. Terlebih, ia lari dari tanggung jawab.

Lagipula, ini semua bukan keinginannya, tidak ada yang menginginkan ini terjadi. Termasuk Raya, bukan?Juga, wanita itu sendiri yang menginginkan untuk tidak melibatkan dirinya di masa kehamilan. Oleh karena itu, Angger tidak pernah ikut campur, membiarkan semua berjalan semestinya.

Setelah mulai merasa tenang, Raya menutup hidungnya tanpa menatap Angger lalu berlari mengasingkan diri menuju kamar. Ia tidak ingin membuat laki-laki itu tersinggung dan jijik ketika melihatnya muntah-muntah seperti tadi.

Sejak tiga hari yang lalu, saat tidak sengaja berpapasan dengan Angger, Raya langsung merasakan makanannya kembali naik ingin dikeluarkan. Ia begitu membenci aroma yang melekat pada tubuh pria itu. Anehnya, itu hanya terjadi di pagi hari. Saat malam hari, aroma Angger kembali normal. Entah bagaimana bisa, mungkin pria itu mengganti parfumnya ketika malam hari.

.....

Saat malam semakin pekat, Raya memasuki rumah sembari menenteng barang belanjaan. Hanya berupa dua bungkus mie instan rasa soto dan dua butir telur.

Raya menghentikan langkah kakinya saat melewati ruang tengah. Ia tahu bahwa Angger telah pulang sehabis bekerja karena ada mobil pria itu yang terparkir rapi di dalam garasi, tetapi yang tak terpikirkan olehnya adalah kedatangan pria itu yang membawa serta sang kekasih.

Raya menatap keduanya yang duduk di ruang tengah. Ternyata Angger begitu tidak punya perasaan, tega-teganya pria itu membawa kekasihnya ke rumah, terlebih masih ada Raya yang masih berstatus sebagai istri.

Lagi-lagi, Raya hanya bisa menahan sakit di hatinya. Ia tahu, tidak seharusnya ia merasakan hal ini. Namun, tidak bisakah pria itu menghargainya?

"Raya...."

Raya menatap Kasih datar. Wanita cantik yang duduk di samping suaminya itu tersenyum. Namun, Raya sama sekali tidak ingin membuang tenaganya walaupun hanya sekedar membalas senyum wanita itu.

Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang