ExcelLency #05

3.4K 249 14
                                    

Tiga bulan berlalu setelah kejadian di Caffe. Semua masih sama, tidak ada yang berubah. Excel masih dengan separuh ingatannya. Sebulan ini ia juga akhirnya setuju untuk mengikuti terapi pemulihan ingatan.

Hubungan yang ia jalani dengan Lency pun masih sama. Tidak ada interaksi. Lency terus menghindar, menjaga jarak untuk tidak berdekatan dengannya. Tinggal di bawah atap yang sama tidak membuat keduanya bisa terus berjumpa. Namun, keduanya sama-sama tahu, saling menatap satu sama lain meskipun hanya sekilas telah membuat sesuatu dalam diri keduanya begitu lega.

Diam-diam Excel selalu memperhatikan Lency, terutama pada perut wanita itu yang telah membesar sesuai dengan usianya yang telah menginjak tujuh bulan. Ada keinginan nyata yang sangat ingin ia realisasikan untuk menyentuh perut itu dan mengusapnya.

Terakhir kali, Ibunya sempat mengatakan bahwa janin di dalam kandungan Lency dalam keadaan sehat. Excel benar-benar lega sekaligus senang mendengarnya. Hatinya tidak bisa lagi menapik bahwa wanita itu telah mengisi sebagian dirinya. Hanya ketika melihat Lency sepulang dari bekerja, rasa letihnya menguap begitu saja. Rasa khawatirnya secepat itu tergantikan dengan rasa lega. Rasa ketika ia melihat Maura sangat berbeda jauh ketika ia bisa melihat Lency.

Seperti sekarang, tanpa sepengetahuan wanita itu, Excel menatap Lency begitu intens, memuaskan matanya, menyimpan wajah itu di dalam memorinya agar dapat ia ingat untuk beberapa hari ke depan.

Siang ini Lency sedang menikmati siaran Televisi di ruang tengah seraya mengunyah biskuit yang diperuntukkan untuk Ibu hamil. Juga ada segelas susu yang telah tersisa setengah menemani aktivitas wanita itu. Sesekali Lency terlihat meringis dan kemudian mengusap perutnya sambil menggumamkan sesuatu kepada janin yang berada di dalam perutnya.

"Kamu lagi main bola, ya, di dalam? Nendangnya kuat banget."

Excel tersenyum. Saat ini ia sedang berdiri di samping tangga menikmati pemandangan yang tidak akan ia lihat di beberapa hari ke depan. Permasalahan yang terjadi di anak perusahaan mengharuskan Excel untuk segera mengambil perjalanan ke Lampung.

Excel menghela napas begitu mendapat pesan dari Maura. Sudah lama ini ia tidak begitu menganggap kehadiran Maura. Entah karena apa, hanya saja, hatinya benar-benar tidak tenang ketika berinteraksi dengan wanita itu. Otak dan hatinya telah terdoktrin bahwa Lency adalah istrinya. Oleh sebab itu, Excel mulai menjaga apa yang harus ia jaga meskipun ia tidak pernah menunjukkan hal tersebut secara langsung kepada Lency. Ia hanya takut mengeluarkan perkataan kasar yang akan menyakiti Lency nantinya. Terkadang, apa yang hatinya suarakan berbanding terbalik dengan apa yang keluar dari mulutnya.

Maura:
|| Kamu hari ini ke Lampung, kok, gak
|| bilang ke aku?
|| Aku ke rumah kamu, ya?
|| Aku antar ke Bandara
|| Sayang, aku di luar. Bisa bukakan pintu?
|| Satpam kamu kenapa, sih, larang aku
|| masuk?"

Excel mengambil langkah cepat menuju ke pintu utama. Semakin lama ia semakin muak dengan tingkah Maura. Ini salahnya yang tidak memberi wanita itu ketegasan mengenai hatinya. Tiga bulan ini ia hanya menghindar dan memerintahkan penjaga keamanan di rumahnya untuk melarang Maura masuk.

Begitu Excel membuka pintu, Maura langsung bergerak cepat memeluk erat pria itu.

"Aku kangen kamu, Excel. Setiap aku ke kantor, kamu selalu gak ada. Sekarang kamu malah tiba-tiba mau ke Lampung."

"Lepas, Maura!" Excel mengetatkan rahangnya. Mendorong pelan bahu wanita itu segera menjauh dari tubuhnya.

"Aku kangen kamu, Excel." Maura enggan melepaskan dan semakin memperketat pelukannya.

Excel mengepalkan kedua tangannya di masing-masing sisi tubuhnya. Tidak ada lagi dada berdebar. Semuanya terasa hambar. Maura bukanlah seseorang yang ia inginkan. Excel sepenuhnya sangat sadar akan hal itu.

Short StoriesWhere stories live. Discover now