I L Y (END)

5.8K 373 5
                                    

Mungkin kalian tidak akan percaya bahwa Nana menyukai Alfa sejak kecil. Saat berumur delapan tahun, Alfa berjanji akan menikahinya. Alfa mengatakan hanya Nana yang akan menjadi pengantinnya, tidak akan ada yang lain. Hingga Nana selalu mengikuti jejak Alfa pergi. Alfa yang berkuliah kedokteran, Nana pun ikut berkuliah kedokteran walaupun otaknya tidak pernah mampu berada di bidang itu.

Namun, entah sejak kapan, perasaan itu berubah atau memang perasaan itu tidak pernah ada. Tidak tahu pasti. Sejak Ia dan Alfa yang akhirnya bekerja di salah satu rumah sakit besar di Ibu Kota, laki-laki itu mengatakan kepada Nana bahwa Ia mengagumi seseorang. Seorang gadis yang masih berkuliah semester akhir.

Ternyata Alfa lupa. Lupa jika ia pernah berjanji akan menjadikan Nana sebagai pengantinnya.

"Jangan nangis, laki-laki bukan cuma Alfa. Banyak yang mau sama lo. Gue punya banyak kenalan cowok, mau gue kenalin?"

Nana menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Kepala gadis itu menggeleng kuat. Ia sudah terlalu mencintai Alfa selama ini. Tidak semudah itu berpindah ke lain hati.

"Sudah, Na! Lo harus terima, yang gue dengar Alfa mau ngelamar tuh cewek kalau cewek itu sudah lulus nanti."

Tika menatap Nana prihatin. Sahabatnya itu seringkali curhat tentang perasaannya pada Alfa. Mengetahui Alfa justru menyukai gadis lain pasti membuat hati Nana terpukul. Tika yang tidak punya rasa apa pun pada Alfa saja merasa terpukul ketika mendengarnya, apalagi Nana yang sudah cinta mati.

"Tapi Tik, Alfa sudah janji bakalan nikahin gue," kata Nana sesegukan.

Tika menghela napas. "Itu perkataan anak kecil, Na. Otak masih belum jalan. Perkataan cowok zaman sekarang aja banyak bohongnya, masa lo percaya sih perkataan Alfa waktu bocah dulu. Lagian itu sudah lama banget, Na."

Nana masih menangis. Mendengar perkataan Tika yang memang ada benarnya semakin membuatnya menangis tergugu. Gadis itu memeluk sahabatnya dengan erat. Ternyata cinta bisa membuatnya sesakit ini.

"Jangan nangis lagi, Na. Gue yang susah liat lo kalau kayak gini."

Setelah tahu semuanya, Nana selalu berusaha menahan airmata.

.....

Sekarang, Nana duduk di taman rumah sakit seorang diri. Lagi-lagi Ia nyaris saja membuat pasien dijemput ajalnya. Kecerobohannya tidak pernah hilang. Akibat kecerobohannya itu pula ia selalu diberikan khotbah gratis oleh dokter senior di sana.

Nana tahu, menjadi seorang dokter bukanlah keinginannya. Dulu, ia bercita-cita menjadi seorang desainer atau penulis, bahkan ia ingin mendirikan perusahaan penerbitan. Namun, perasaan yang selalu ingin bersama Alfa membawanya pada pekerjaan seperti sekarang. Pekerjaan mulia, tapi bisa berakibat fatal untuk dirinya.

"Lain kali, lo harus hati-hati. Tadi lo hampir aja potong urat nadi orang."

Nana mengangkat wajahnya yang sebelumnya menunduk. Cowok yang belakangan ini membuatnya hatinya hancur berdiri di sana, di depannya. Tetap tampan walaupun dengan rambut acak-acakan dan wajah lelah. Seringkali, cowok itu ikut kerepotan ketika ia membuat onar di ruang operasi.

"Sepertinya gak ada lain kali. Gue mau berhenti aja jadi dokter. Keahlian gue gak bisa nyembuhin orang, gue cuma bisa buat orang mati," lirih Nana sembari menatap pergerakan Alfa yang kini duduk di sampingnya.

"Kenapa sadarnya baru sekarang, sih?" Alfa terkekeh. Terlihat tampan sekali. Sekarang, cowok itu mengusap pucak kepala Nana dengan lembut yang kembali membuat jantung gadis di sampingnya berdebar tak menentu. Perlakuan yang seperti ini yang membuat Nana tidak bisa merelakan Alfa dengan yang lain.

Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang