05-Who?

2.1K 188 31
                                    

Thalla dan Nazly, keduanya berbaring menyamping saling berhadapan. Senyum Thalla tak henti tercetak. Usai melakukannya untuk pertama kali, berbagai kata cinta terus terungkap keluar dari mulutnya. Binar bahagia di kedua matanya menunjukkan segalanya.

Nazly, ia menarik senyum sendu. Perasaan yang ia miliki adalah beban. Mendengar kata cinta dari Thalla sama sekali tidak melegakan hatinya. Menyelami mata yang terus menunjukkan binar bahagia semakin membuatnya dilanda rasa bersalah yang teramat dalam. Nanti, ketika semuanya terungkap, semua berubah dan tidak akan bisa kembali sama.

"Naz..."

Nazly sontak menjauh saat tangah nakal Thalla kembali bergerak pada area yang tak seharusnya.

"Thalla, jangan aneh-aneh!" peringat Nazly dengan kedua mata yang memicing tajam.

"Nggak aneh-aneh, lagian tadi juga sudah pernah, kan? Yang aku liat kamu suka-suka aja, tuh."

Mulut Nazly terbuka, tidak percaya dengan apa yang keluar dari mulut Thalla. Spontan saja wajahnya memerah.

"Nazly, boleh lagi nggak?"

"Nggak!" jawab Nazly, cepat.

"Nanaz ..."

"Kamu itu habis mabuk. Aku benci banget sama orang yang suka mabuk-mabuk kayak gitu!" Nazly bangkit duduk. Ia menatap Thalla semakin tajam. Sebelumnya, ia sama sekali tidak pernah mendapati Thalla berbuat hal-hal aneh. Laki-laki itu memiliki pola hidup yang sehat dan jalan hidupnya selalu lurus. Namun, entah apa yang merasukinya hingga tersesat ke jalan yang tak seharusnya.

"Naz, bukan gitu."

"Jangan dekat-dekat! Mulut kamu bau!" Nazly kembali bergerak menjauh kala Thalla hendak mendekatinya.

Thalla memasang wajah cemberut. "Aku tersinggung, Naz. Bisa-bisanya mulut aku kamu bilang bau."

Nazly berdecak. Naz. Naz. Naz. Panggilan itu, entah apa yang membuat Thalla merubah panggilannya.

Turun dari atas tempat tidur, Nazly menyempatkan diri memperingati Thalla melalui tatapannya, kemudian bergegas pergi menuju kamar mandi. Ia harus membentangkan jarak sejauh mungkin dari Thalla, jangan sampai pertahanannya runtuh untuk kembali disentuh oleh lelaki itu.

"Naz, boleh ikut nggak?" tanya Thalla dengan senyum nakal kala Nazly kembali menatapnya sebelum memasuki pintu kamar mandi.

Tidak perlu repot-repot menjawab keinginan Thalla, cukup suara bantingan pintu sebagai bukti tanda penolakan.

Thalla tersenyum sinis. Ia turut menginjakkan kakinya di atas lantai dan mulai melakukan gerakan peregangan tubuh.

Saat ini, ia sedang menyusun banyak rencana di dalam otaknya.

"Aku nggak bodoh, Naz!"

.....

Entah telah ke berapa kalinya Nazly mengabaikan panggilan suara dari Thalla.

Hari sudah malam, tapi tidak ada tanda-tanda pergerakan dari Nazly bahwa ia akan meninggalkan tempat tersebut. Tatapannya lurus ke depan, menyorot bangunan-bangunan tinggi dengan hampa.

Sejak awal, semuanya sudah sangat salah. Sekarang ia sudah benar-benar masuk ke dalam lingkaran penyesalan. Jauh dari lubuk hatinya di dalam sana, Nazly selalu merasa ketakutan. Takut dengan apa yang akan terjadi nanti.

"Naz, lo masih mau di sini?"

Pemandangan bangunan-bangunan tinggi kini tergantikan oleh dada lebar seorang laki-laki yang membatasi jarang pandangnya. Nazly menengadah, menatap wajah Iftar dengan sorot mata lelah yang sama sekali tidak bisa ia sembunyikan.

"Gue nggak punya tujuan lagi, Tar."

Mata lelah itu mulai basah. "Kenapa nggak gue aja yang kecelakaan? Kenapa nggak gue aja yang koma? Kenapa harus Li-"

"Naz..." Iftar menyentuh kedua sisi wajah Nazly dan mengusap air mata yang membasahi wajah itu.

"Gue nggak bisa terus-terusan begini. Gue nggak bisa terus bohongin orang-orang, termasuk Thalla. Gue bukan Lily! Gue harus gimana, Tar? Gue harus gimana?" Nazly menatap Iftar dengan sorot mata penuh putus asa. Air mata tidak henti mengalir.

Ia yang terbiasa menahan dan menyembunyikan segalanya, kini benar-benar terlihat lemah. Sungguh, Nazly tidak sekuat itu untuk menanggungnya sendiri.

....

Malam semakin larut.

Nazly membatalkan keinginannya untuk pulang melainkan melangkah pelan mengelilingi kompleks perumahan yang sudah sangat sepi dan minim pencahayaan.

Isi pikirannya benar-benar ribut di dalam sana. Ia tidak mungkin bisa menampilkan wajah di hadapan Thalla dalam keadaan beban pikiran yang berantakan seperti ini.

"Nazly!" Suara teriakan yang menggema sontak membuat Nazly menatap ke arah keremangan cahaya.

Perlahan, aroma tubuh yang amat sangat familiar menghampirinya. Langkah cepat dan raut menahan amarah tergambar jelas di wajahnya.

"Pulang!" Thalla langsung menggenggam erat tangan Nazly dan menariknya kasar. Tidak peduli dengan desis kesakitan yang dikeluarkan oleh perempuan itu.

"Thalla, lepas!" Semakin Nazly memberontak ingin lepas, semakin pula Thalla mempererat genggamannya.

"Lepas, Thal. Sakit..."

Menghembuskan napas kasar, Thalla melepaskan genggaman tangannya. Ia berbalik menatap Nazly dengan tajam. "Kamu hampir aja buat aku mati karena khawatir. Kamu kenapa, Naz? Kamu gila malam-malam begini masih berkeliaran? Aku cariin kamu dari tadi. Aku telfon kamu nggak pernah angkat. Kenapa?"

"Kamu nggak perlu khawatir."

"Nggak perlu khawatir kamu bilang?!" Thalla maju selangkah, mencekram erat kedua bahu Nazly. "Aku ada salah? Kamu kenapa jadi kayak gini, Naz?"

Nazly menggeleng. Ia menatap Thalla datar. "Aku yang salah. Harusnya kamu nggak perlu cari aku, jangan pernah cari aku."

Thalla menatap Nazly tak habis pikir. Rahangnya mengeras. "Nazly, kamu sadar nggak sih ngomong kayak gitu? Aku suami kamu."

Nazly tersenyum sinis. "Suami?" Nazly membuang tatapannya. "Kalau aku ngomong jujur, apa kamu bakalan percaya? Mumpung kamu sadar, nggak mabuk kayak semalam."

"Nazly..."

Nazly kembali menatap Thalla. Tatapan penuh kesungguhan. Malam ini ia akan menyelesaikan semuanya, tidak peduli apa pun konsekuensinya. Malam ini ia akan terima apa pun akibatnya.

"Maaf, Thalla. Selama ini, yang kamu nikahin bukan Lily, tapi Nanaz. Orang yang kamu cintai bukan-"

"Diam!" sentak Thalla. Ia kembali menggenggam tangan Nazly dan menariknya pergi.

"Aku bukan Lily, Thal. Orang yang harusnya kamu nikahi lagi koma. Sampai sekarang nggak ada yang tau Lily bakalan bisa ber-"

"Diam, Naz!"

"Thal, kamu harus dengar aku. Aku Nanaz, bukan Li-"

"AKU BILANG DIAM!" Thalla menatap Nazly nyalang. "Jangan buat aku semakin benci kamu, Nazly!"

....
-tbc-


28 April 2024

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Short StoriesWhere stories live. Discover now