ExcelLency #04

3.3K 237 3
                                    

"Hachim! Aku gak suka bunga!"

"Selain bunga?"

"Aku juga gak suka kamu!"

"Kenapa?"

"Gak perlu alasan untuk gak suka sama orang."

.....

"Kamu itu direktur atau pengangguran, sih? Setiap hari ke sini mulu! Bosan tau liat muka kamu!"

.....

"Jadi istri kamu aja aku gak mau apalagi jadi pacar! Dosa tau!"

.....

"Kamu mau aku siram kopi atau kamu pergi dari sini?"

.....

"Bisa gak sih jangan ganggu aku kerja?!"

.....

"Kamu gak lulus seleksi. Kamu orang kaya. Aku gak mau."

.....

Excel duduk dengan jantung berdegup kencang. Tempat yang ia kunjungi ini terasa tidak asing. Banyak objek yang seakan datang menghantam memorinya. Hingar terdengar tenang seakan memaksanya kembali. Aroma kopi, aroma cake, aroma pengharum ruangan menjadi satu berbaur masuk ke dalam indera penciumannya secara bergantian. Pegawai Caffee berlalu-lalang menyentaknya dalam keterpanaan. Excel tidak mengerti. Berbagai hal datang merasuk ke dalam memorinya seakan tengah berkonspirasi untuk menyakiti kepalanya.

"Excel, kamu baik-baik aja?"

Pria itu memejamkan kedua matanya sekilas lalu menatap wanita yang datang bersamanya di Caffe ini.

Excel tersenyum terkesan memaksakan. "Aku baik-baik saja, Maura."

Maura tersenyum manis seraya bergelayut manja di satu lengan milik Excel. Wanita itu mengedarkan tatapannya lalu senyum itu berubah sinis setelah matanya berhenti dan menyorot datar kepada seorang wanita yang sepertinya tengah menikmati makan siang bersama seorang pria.

"Sayang, bukannya itu wanita yang mengaku istrimu? Dia di sini bersama pria."

Mata Excel menyorot ke meja yang ditunjuk Maura. Tanpa tahu sebabnya, Excel mengetatkan rahangnya. Ada emosi yang ingin ia luapkan ketika menatap Lency bersama seorang pria yang pernah menggendongnya. Excel yakin, Lency dan pria itu pasti memiliki hubungan yang dapat dikatakan dekat.

"Aku tidak peduli, Maura." Tanpa sadar Excel mengepalkan kedua tangannya di bawah meja. Meski mengatakan tidak peduli, tetapi perasaan di hatinya benar-benar tidak bisa ia jabarkan.

Maura mendengus. "Kamu bilang tidak peduli, tapi matamu melihat ke sana terus," ketus Maura seraya menatap tajam Lency di sana.

Excel terkekeh lalu mengalihkan tatapannya ke arah Maura. "Aku hanya kesal. Wanita murahan itu mengaku sebagai istriku, tapi dia di sini malah berduaan dengan pria lain."

"Kenapa? Kamu cemburu?"

Excel menghela napas. "Tidak, Maura. Aku mencintaimu. Mana mungkin aku cemburu dengan wanita itu!"

Maura tersenyum semanis mungkin. Kala tatapan Lency jatuh kepadanya, senyum itu berubah sinis dan kecupan ringan ia daratkan di salah satu pipi milik Excel.

"Aku juga mencintaimu, Sayang."

Kamu tahu Lency, aku akan merebut apa yang pernah menjadi milikku. Batin Maura penuh kemenangan.

Sementara di tempat yang sama yang jaraknya hanya beberapa puluh meter. Lency dan Angger sedang menikmati makan siang bersama seraya menunggu Raya yang katanya akan menyusul setelah menyelesaikan pekerjaannya. Sejujurnya Lency tidak yakin Raya akan ikut bergabung, melihat Angger di sini bersamanya, tentu Raya lagi-lagi pasti akan menghindar. Lagi pula, Caffee ini milik Raya dan mengapa juga Raya harus sesibuk itu sementara dirinya bisa saja mengembankan pekerjaannya kepada karyawan yang bekerja di bawah tekanannya?

Short StoriesWhere stories live. Discover now