Chapter 6

1.8K 177 26
                                    

Tiga bulan Azkia menjalani perannya sebagai seorang ibu membuatnya tau bahwa menjadi ibu rumah tangga ternyata lebih melelahkan dibanding menjadi wanita karir. Namun, Azkia tetap mensyukurinya, selelah apapun menjadi seorang Ibu akan terhapus ketika melihat sebuah senyum terbit di bibir Putranya.

Apalagi Agam yang selalu ada untuk membantunya, tidak pernah kenal lelah walaupun sudah bekerja seharian. Cinta laki-laki itu untuknya terasa sangat nyata, buktinya Agam rela melakukan apapun demi kebahagiaan istrinya.

Rumah tangganya baik-baik saja, tidak pernah terjadi sesuatu yang membuat keduanya harus bertengkar hebat. Agam dengan pemikiran dewasanya, dan Azkia dengan tingkah polosnya yang mencairkan suasana.

Agam membuktikan ucapannya, bahwa hakikatnya pernikah itu tentang saling menyempurnakan. Dan Azkia tak berhenti mengucap syukur, karena orang tuanya menjodohkannya dengan laki-laki yang tepat.

Siang ini harusnya Agam kembali ke sekolah untuk mengajar, namun Nara memberi tahunya bahwa hari ini adalah jadwalnya bertemu dengan calon sekretaris nya untuk menggantikan posisi Fahri.

Agam duduk diantara para HRD yang lain, ketika sesi wawancara, Agam hanya diam memperhatikan calon sekretaris nya tanpa mengeluarkan suara.

Menjelang sore, interview itu selesai. Para HRD memberikan rekomendasi yang menurutnya berpotensi menggantikan Fahri, dan Agam mengangguk setuju, lagipula pilihan HRD juga sama dengan pilihannya.

" Saya Lusiana Aldara, mulai hari ini, saya sekretaris Pak Agam. Pak Fahri sudah menjelaskan semua pekerjaan yang harus saya kerjakan selama menjadi sekretaris Pak Agam. Semoga saya bisa menjadi partner kerja yang baik!" Ucap Lusiana sambil menundukkan kepalanya.

Dan Agam hanya mengangguk tanpa tersenyum " Anda bekerja mulai besok, hari ini sebaiknya pulang. Dan siapkan jadwal saya  untuk besok" Ucapnya

Pak Agam gantengnya tidak manusiawi yaaa

Lusiana tersenyum sopan sambil pamit undur diri, sedangkan Agam hanya mengurut pelipisnya yang mendadak terasa nyeri. Ini pasti akibat semalaman ia tidak bisa tidur.

Agam merapikan tas kerjanya, namun dering handphonenya membuatnya harus kembali duduk. Ternyata dari Azkia.

" Hallo as-"

" AA INI UDAH LEBIH DARI JAM BIASA KAMU PULANG! KAMU DIMANA SEKARANG? GAK KENAPA-NAPA KAN?!!"

" Assalamualaikum dulu Mama, kebiasaan ya langsung teriak-teriak"

Agam terkekeh mendengar helaan napas dari sebrang sana, pasti pipi Azkia memerah karena malu saat ini.

" iyaiya waalaikumussalam. Lagian Aa juga kebiasaan, kalo pulang telat atau lembur kabarin aku dulu A biar nggak khawatir"

" Iya sayang, aku minta maaf ya. Aku lupa kalo hari ini ada interview buat gantiin Fahri"

" Udah ya A? Dapetnya perempuan atau laki-laki lagi? Kalo per-"

" Papa pulang dulu ya Ma, nanti dikira ngobrolnya di rumah aja. Biar kalo Mama ngomong macem-macem bisa langsung Pap-"

Tut-tut.

Sambungan teleponnya terputus karena Azkia memutuskan sambungannya secara sepihak, padahal Agam belum menyelesaikan ucapannya tapi Azkia sudah salah tingkah. Agam geleng-geleng kepala sambil menenteng tas kerjanya keluar dari ruangan besarnya.

Agam menyetir mobilnya dengan pelan, bibirnya tak henti-henti mengukir senyuman, semenjak kelahiran Arjuna, Agam memang menjadi lebih sering tersenyum. Mungkin saja ini adalah efek dari kebahagiaan nya yang overdose akibat menjadi seorang Papa?

Hello Papa Agam!Where stories live. Discover now