Chapter 12

1.3K 149 32
                                    

Sore harinya ada Akmal yang datang dengan membawa buket buah-buahan, laki-laki itu sebenarnya baru pulang dari tugasnya selama seminggu di Thailand, namun karena kesetiakawanannya pada Agam ia rela datang jauh-jauh kesini untuk menjenguk temannya yang sedang terkena musibah. Akmal heran kenapa Agam sering sekali mendapat teror seperti ini, mungkin saja karena bisnisnya yang sedang maju.

Saat Akmal datang, Agam hanya sendirian di kamar rawatnya sedang membaca buku dengan kacamata baca yang bertengger di hidung mancungnya. Akmal hanya bisa memutar jengah bola matanya, lagi sakit saja masih sempat-sempatnya membaca buku, kalau Akmal sih sehat saja malas apalagi sedang sakit.

" Pala udah dijait aja masih dipaksa mikir, lama-lama otak lo pensiun dipake kerja mulu" Kalimat itu yang keluar dari mulut Akmal pertama kali saat masuk ke dalam kamar rawat Agam.

Agam menoleh malas " Waalaikumsalam, hmm masuk aja" Ucapnya yang terkesan menyindir Akmal karena tidak mengucapkan salam saat masuk tadi.

" Iya Gam maaf elah, lagian lo tuh lagi sakit bukannya istirahat malahan baca buku gue tau lo pinter tapi ya sadar keadaan napa sih" Ucap Akmal meletakkan buket buahnya di atas meja dekat sofa yang akan didudukinya.

Mendengarnya Agam langsung menutup bukunya dan menyimpan kacamata bacanya di sebelahnya, ia menoleh pada Agam sebentar " Gue lagi nandain tugas buat anak-anak kelas dua belas besok, kasian kalo sampe ketinggalan pelajaran kan semester depan pasti sibuk banget praktek" Jawabnya sambil meraih remote televisi.

" Lo kasian merekanya mah kegirangan lo kagak masuk, kayak nggak pernah jadi siswa aja. Udahlah Gam gak usah terlalu rajin, kasih anak murid lo waktu buat refreshing apalagi semester depan udah pada sibuk kan?" Ucap Akmal sambil membuka buket buah yang tadi dibawanya.

Agam diam sejenak lalu mengangguk " Okay deh, kayaknya bener juga saran lo. Hmm btw, lo beli buket buah itu buat siapa sih? Napa jadi lo makan sendiri dah" Tanya Agam ketika melihat Akmal yang asik memakan buah anggur.

Bukannya menjawab Akmal malah menaikkan satu alisnya " Ya buat lo sih, cuman gue laper belom sempet makan tadi. Lo gak ikhlas nih gue makan?" Tanyanya sambil mengacungkan buah anggur.

Dan Agam menjawabnya dengan sebuah gelengan, tadinya mau mengingatkan sahabatnya itu namun mengingat betapa sakitnya saat dinyinyiri, Agam mengurungkan niatnya dan hanya berucap " Gak papa mau nanya aja, kirain bukan buat gue.  Gak usah repot-repot padahal"

Akmal tiba-tiba tersedak biji anggur mendengar jawaban Agam yang aneh, laki-laki itu mengambil air dan meminumnya cepat sedangakan Agam hanya menatapnya heran " Gam ini lo beneran gak sih? Pala lo gak kenapa-napa kan? Saraf lo semuanya normal kan kata dokter? Nggak mengalami kecacatan?" Tanyanya keheranan.

Ya bagaimana tidak heran coba, Agam menanggapi ucapannya dengan jawaban biasa saja tidak dipenuhi nyinyiran atau hujatan seperti biasanya dan rasanya terlalu aneh bagi Akmal melihat Agam yang tiba-tiba baik hati. Makanya laki-laki itu mengkhawatirkan saraf Agam yang takutnya mengalami kerusakan, sehingga membuat Agam berubah drastis.

" Apaan sih jir, gue gak papa" Jawab Agam sambil menunjukkan wajah risihnya.

Akmal menggelengkan kepalanya " Lo beda, nggak nyinyir juga nggak hujat gue anj- ya jelas lah gue merasa terheran-heran, takutnya tuh batu punya keajaiban yang mampu menyedot semua aura negatif dari diri lo" Ucapnya sambil bertepuk tangan.

" Gak usah ngada-ngada lo, setan" Ucap Agam sambil melemparkan tatapan sinisnya pada Akmal yang langsung terdiam.

" Sama aja batunya gak punya kekuatan" Ucap Akmal sambil menyandarkan tubuhnya pada sofa, fisiknya lelah karena bekerja begitu juga dengan batinnya. Adik angkatnya belum juga ditemukan, entah kenapa Kezia pergi, Akmal sudah mencarinya kemana-mana namun masih tidak ada titik terangnya.

Hello Papa Agam!Where stories live. Discover now