[31] Pelajaran Tidak Berguna

34 2 0
                                    

Sepuluh menit lagi, bel masuk berbunyi. Zenia belum juga datang. Ify yang masa bodoh dengan itu, bergegas keluar kelas. Hari ini dia sedikit kesiangan karena semalam begadang untuk ulangan. Dia berlari sambil membawa kotak makanan—lagi. Kali ini berwarna ungu. Untungnya tadi dia sempat meminta tolong untuk memasak makanan itu. Tentu saja bukan untuk dirinya.

Rio dan Belva sedang mengobrol di depan kelas, saat Ify sampai dengan sedikit ngos-ngosan.

“Ify, mau ngapain lo kesini?” tanya Belva datar. Semestinya tidak perlu bertanya. Dua orang itu tahu pasti tujuan Ify untuk apa.

“Gue mau ketemu Alvan.” Ify hendak memasuki kelas tapi dicegah Belva.

“Mau ngapain?” Sungguh, kali ini aura Belva lebih menyeramkan daripada guru BK.

“Ya gue mau ngasih makanan ini buat dia. Udah ah,” Ify kembali melangkah.

“Dia nggak ada,” ucap Belva semakin dingin. Ify tak percaya dan membuktikannya sendiri. Matanya memindai seluruh ruangan yang hampir penuh dengan siswa IPA 2. Ify kembali ke hadapan Rio dan Belva.

“Dia kemana?”

“Lo bawa apa?” Bukannya menjawab pertanyaan Ify, Rio malah ikut menginterogasi.

“Semur daging. Dulu dia sering makan ini di rumah gue. Gue yakin dia bakal suka,” terang Ify.

“Dan lo nggak seharusnya bawa makanan itu,” timpal Belva.

“Kenapa? Toh, makanan apapun dari gue nggak pernah diterima sama Alvan. Dia kan cuma mau makan makanan dari Zenia,” tukas Ify.

“Ya karena—”

“Belva!” potong Rio.

“Apa? Nggak ada yang bisa jelasin kan ke gue?” Suaranya bergetar.

“Selama ini gue memperburuk kinerja otak gue karena selalu penuh sama pertanyaan kenapa Alvan berubah sama gue. Gue selalu berusaha dapet jawaban dari kalian dan juga keluarga Alvan. Tapi apa? Bukannya jawaban tapi yang gue dapet malah pengkhianatan.” Air mata Ify lolos.

“Terus kenapa? Apa pentingnya Alvan buat lo? Lagian lo juga udah jadian sama Aksa.” Belva masih terus menodongnya dengan fakta yang tidak benar adanya. Ify menatap Belva heran.

“Jadian?” Ify sedikit paham sekarang.

Ify berlalu dari depan kelas Alvan dan melangkahkan kakinya menuju kelasnya sendiri.

Plak

Ify memegangi pipi kirinya yang memerah. Sebuah tamparan begitu saja melesat dan pelakunya adalah Zenia—orang yang dulu mengaku sebagai sahabatnya.

“Apa yang lo lakuin!?” Zenia bertanya dengan nada tinggi.

“Maksud lo apa? Harusnya gue yang nanya! Ngapain lo tampar gue?” tanya Ify tak kalah tinggi.

“Apa yang lo lakuin sampai Alvan nggak bisa masuk sekolah hari ini? Huh?” Zenia tambah bersungut-sungut.

“Gue nggak ngapa-ngapain! Emang gue bisa apa!? Semua orang nyalahin gue pagi ini, padahal gue nggak tahu apa-apa!”

“Ooh iya. Emang bukan lo tapi cowok yang katanya sahabat lo itu udah bikin Alvan masuk rumah sakit!” jujur Zenia sedikit keceplosan. Ify terdiam.

“Kevin?” Ify memastikan.

“Terserah dia siapa tapi lo harus tanggung jawab karena dia mukulin Alvan kemarin!”

“Kevin mukulin Alvan?” Ify masih tak bisa berpikir jernih.

“Iya. Dan semua ini pasti gara-gara lo!” Zenia menunjuk wajah Ify.

“Zen,” Ify belum selesai.

“Kenapa lo semarah ini? Lo suka sama Alvan?”

“Iya! Gue suka sama Alvan tapi dia sukanya sama lo! Dan lo udah sia-siain dia dan malah pacaran sama Aksa. Sampe akhirnya dia sendiri yang dateng ke gue dan gue nggak akan melewatkan kesempatan itu!” Zenia pergi meninggalkan Ify memasuki kelas. Ify mengejar.

“Tapi gue nggak pacaran sama Kak Aksa!” Semua pasang mata di kelas itu menatap Ify heran. Zenia terdiam.

“Iren! Tuker tempat duduk sama gue!” cetus Zenia. Ify tertegun. Paginya sudah berantakan dan dia berniat untuk tidak melanjutkan harinya di sekolah. Jika semua yang terjadi memang karena dirinya, maka dia sendirilah yang akan menyelesaikannya.

Ify menuju tempat duduknya tetapi bukan untuk bersiap mengikuti pelajaran. Dia mengambil tasnya lalu meninggalkan kelas.

***

Tok tok tok

Ceklek

“Eh hai Fy! Kok jam sekolah kesini? Kenap—”

Plak

“Lo apain Alvan?” Tanya Ify dengan menahan amarahnya. Kevin terdiam bingung.

“Tenang dulu Fy. Masuk dulu—”

“Lo apain Alvan? Lo pukul dia? Buat apa?” bentak Ify karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Kevin.

“Aku cuma ngasih pelajaran ke dia, Fy. Dia udah mainin kamu dengan jalan sama sahabat kamu itu!” Kevin mencoba menjelaskan.

“Tapi gara-gara pelajaran nggak berguna lo, dia masuk rumah sakit Vin!” Air mata Ify masih terus mengalir.

“Iya iya. Aku minta maaf,”

“Percuma!”

“Aku lakuin itu buat jagain kamu Fy!” Kevin membela diri.

“Lo emang jagain fisik gue tapi lo nyakitin hati gue Vin!” Ify melangkah pergi tetapi ditahan Kevin.

“Kamu mau kemana, Fy?” Kevin mencekal tangan Ify.

“Lepasin tangan gue!”

“Kamu mau ke rumah sakit? Aku anter ya?”

“Nggak perlu!”

Tangis Ify belum masih belum reda.

“Sekarang aku tahu, sebenernya hati kamu milih siapa dan aku akan lakuin apa aja biar kamu bahagia. Tapi saat ini aku belum tahu harus ngapain. Jadi, biar aku anter kamu, ya?” Kevin terus berusaha agar Ify mau menurutinya. Dia sedang tidak baik untuk pergi sendirian.



♡´・ᴗ・'♡
fila_da

Singkat, padat, dan bacanya harus ngegas😂
Btw ini udah part2 akhir loh.. Iya, emang belum bisa panjangin cerita sampai 60 70an chapter. Akan terus berusaha asalkan banyak vomment dari para readers. Wkwk..
See u next chap ;)

ALKASA✔Where stories live. Discover now