[22] Sahabat Masa Kecil

40 2 0
                                    

Malam yang ramai dengan ribuan bintang di langit tapi Ify merasa sangat kesepian. Kejadian di villa beberapa hari yang lalu merenggut bahagianya begitu saja. Sebenarnya dia sudah berusaha untuk tidak mengingatnya lagi. Namun, kejadian itu begitu membekas di pikirannya. Kecelakaan itu sudah dipendamnya dalam tetapi tetap saja tak mampu tertutup.

Ify tidak mengerti mengapa Aksa susah untuk mempercayainya kembali. Sedalam apa ruang di hati Aksa untuk Bela sampai dia segamang itu ketika terjadi sesuatu dengan seseorang yang diakuinya sahabat sejak kecilnya? Lalu sedalam apa perasaan Ify kepada Aksa sampai dia sesakit ini? Bahkan dia tidak melirik seseorang yang mungkin tulus menyayanginya. Atau dia hanya takut kehilangan sosok yang menjaganya?

Tak terasa air mata Ify mengalir begitu saja. Suara dering telpon menyadarkannya dari lamunan.

“Halo Al,” ucap Ify serak khas orang menangis.

“Selamat malam Ify antik,” balas Alvan di ujung sana.

“Eh, kamu nangis? Kenapa? Ga bisa ngerjain soal MTK? Dikencingin semut? Apa kangen sama Alvan ganteng?” tanya Alvan diiringi kekehannya.

“Ih apaan sih Al? Ga jelas,” sahut Ify jengah.

“Ya jelas dong!”

“Jelas apa?”

“Jelas-jelas menyayangimu.” Tawa Alvan pecah. Ify termenung.

“Hemm…”

“Ya udah biar Ify antik nggak sedih lagi, besok pulang sekolah aku ajakin ke suatu tempat. Oke?” ajak Alvan.

“Kemana?”

“Ada deh. Nurut aja sama Alvan yang kece ini,”

“Hemm…”

“Ya udah sekarang tidur. Sampai jumpa besok Ify antik. Jangan lupa mimpiin Alvan ganteng! Bye.”

Tuut… Ify memandangi layar ponselnya sebentar lalu tersenyum kepada malam yang berhiasan temaram.

***

Sesuai janji Alvan pada Ify untuk mengajaknya pergi, kini dia sudah menunggu Ify di depan kelasnya.

“Al,” panggil Ify.

“Ehem… berdua terooos,” sahut Zenia.

“Sirik aja lo Zen. Makanya cari cowok. Rio nganggur tuh,” ucap Alvan dan dibalas decakan ringan dari Zenia.

“Ya udah gue duluan. Jagain sahabat gue! Awas aja sampe dia lecet,” pamit Zenia kemudian.

“Lo pikir gue satpam? Gue kan calon pendamping hidupnya,” ujar Alvan percaya diri.

“Sa ae lu bawang goreng!” tukas Zenia lalu berjalan menjauh.

“Daa Fy!” Zenia melambaikan tangan kepada Ify dan dibalas olehnya yang kini terkikik.

“Ya udah yuk!” ajak Alvan yang langsung menggandeng tangan Ify. Ify sedikit tersentak tapi dia menurut saja.

Alvan melajukan motornya meninggalkan area sekolah. Dia mengarahkan motornya sedikit melipir dari kawasan perkotaan. Ify melihat sekeliling dengan senyum mengembang. Hamparan sawah menghijau menyejukkan matanya. Ify merentangkan kedua tangannya dan membiarkan angin menerpa tubuhnya. Melihat tingkah Ify, pikiran jahil Alvan muncul. Dia menarik gas motornya mendadak membuat Ify spontan memeluknya.

“Alvan!” Ify memukul bahu Alvan. Si pelaku tertawa puas.

Tak kurang dari 20 menit, Alvan memarkirkan motornya. Kawasan yang Alvan maksud ternyata adalah perbukitan kecil dengan pohon-pohon besar yang rimbun. Ada satu gazebo yang cukup besar tak jauh dari tempat parker. Tidak begitu ramai, malah tergolong sepi. Hanya ada 5-6 orang yang menikmati suasana alam dan seorang laki-laki yang sibuk mengambil gambar dengan kameranya.

ALKASA✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang