[2] Masa Lalu

124 8 3
                                    

Pukul 16.30, Ify memasuki rumahnya dengan malas. Baru beberapa saat, langkahnya terpaksa berhenti.

"Loh, masih hidup? Kirain mati kelaperan."

Rere, seorang wanita yang melahirkan Ify itu tengah bersantai di sofa ruang tengah. Ify menggigit bibir bawahnya menahan agar cairan bening dari matanya tidak keluar.

"Tapi ga papa juga sih kalo nggak pulang. Nggak ada ruginya."

Ify memejamkan mata dan sekuat tenaga menahan agar tidak menangis. Nihil. Pandangannya mengabur dan sungai kecil mengalir ke pipi meronanya. Ia menarik napas kemudian setengah berlari menuju kamar.

Ify menutup pintu dengan keras dan melemparkan tas sekolahnya ke sembarang tempat. Kemudian, mengempaskan tubuhnya ke kasur dengan isakan yang terus menjadi.

Di sela tangisnya, Ify teringat betapa bahagia keluarganya dulu. Saat orang tuanya terlihat sangat menyayanginya dan juga kakak laki-lakinya—Natta Adriansyah, Atta.

"Aargh!!"

"Kenapa sih Kak Atta pergi?"

"Harusnya aku nggak ngelakuin itu!"

"Harusnya waktu itu aku yang pergi Kak!"

Ify terus berteriak di tengah tangisnya yang tak kunjung berhenti.

"Kalo aku yang pergi, semuanya ga bakal kayak gini! Aaaaargh!!"

Hiks hiks

***

"Kak Atta, ngapain?" tanya Ify yang melihat kakak satu-satunya ini tengah anteng sambil membolak-balik album keluaraga.

"Ngga ngapa-ngapain. Lagi kangen aja sama Papa," jawab Atta jujur.

"Seandainya bisa, kamu pengen nggak sih Fy ketemu Papa lagi?" Ify terdiam sebelum menjawab pertanyaan Atta yang menurutnya terkesan mengada-ada.

"Ya mau. Tapi kan sekarang keadaannya beda Kak. Berdoa aja yang terbaik buat Papa. Semoga kita bisa kumpul lagi di jannah-Nya,"

Atta tersenyum sekilas. Tampak jelas di wajahnya, Atta merindukan sosok yang dulu begitu dekat dengannya itu.

Atta menutup album di pangkuannya dan bangkit meninggalkan Ify.

"Sekarang Kak Atta mau kemana?"

"Ini mau beli buku bahan matkul. Sampe kelupaan tadi pas pulang kuliah."

"Aku ikut yaa? Bosen nih di rumah," pinta Ify.

"Lain kali aja lah Fy. Kakak kamu paling cuma bentar. Lagian mau hujan gini." Rere yang tengah membereskan urusan dapur menahan agar Ify tidak ikut.

"Aah Maa. Ga papa lah. Paling cuma basah. Hhe."

"Kamu ini dibilangin ngeyel."

"Ya udah ayok Fy kalo mau ikut. Ga papa Ma. Nanti juga tahu rasa kalo masuk angin," ucap Atta enteng.

Ify terlihat sumringah dan langsung mengambil tasnya.

Suasana sore ini memang cukup mendung. Awan-awan masih setia menanti waktu untuk meluapkan segala yang ditampungnya. Atta melajukan motornya sedikit ngebut karena takut hujan segera turun.

Setelah sampai, Atta segera melesat ke rak buku yang menampilkan jajaran buku bidang politik. Yaa. Atta adalah mahasiswa Ilmu Pemerintahan semester empat. Entahlah. Anak dari pasangan Dodi dan Rere ini dua-duanya memiliki ketertarikan di bidang yang sama, sosial-politik.

Ify mengekor kakaknya dan membaca sekilas beberapa judul buku di sana. Karena dia belum membutuhkan buku apa-apa, akhirnya dia memutuskan berjalan-jalan di luar toko. Ify melihat di seberang jalan ada yang berjualan pernak-pernik. Dia berniat mencari hiasan untuk kamarnya.

Sementara itu, Atta yang sudah selesai, celingukan mencari adik perempuannya itu.

"Ify kemana sih? Udah mau ujan juga, malah ngilang."

Atta berjalan keluar toko dan mendapati adiknya tengah asyik melihat hiasan dinding. Dia memanggil dan berniat mengajak Ify pulang.

"Fy! Ify!"

Atta terus berteriak memanggil Ify dan melambaikan tangannya.

Karena jarak di antara mereka terhalang dua jalan utama yang berlawanan arah, suara Atta teredam oleh riuhnya jalanan sore itu. Barulah setelah jarak Atta di seberang satu jalan utama, Ify menoleh.

"Kak Atta, sini Kak!" Ify setengah berteriak sambil melambaikan tangannya.

Atta mengiyakan sambil terus berjalan. Dia yakin jalanan sudah aman saat dia menyeberang. Namun, nyatanya mobil pick up itu tetap melaju kencang seolah bebas menabrak apapun yang ada di depannya, termasuk...

BRAKKKK....

KAK ATTA!

Hiasan porselin hancur berkeping-keping bersamaan ketika Ify menyaksikan tubuh kakaknya terempas begitu kerasnya. Tubuhnya kaku, lidahnya kelu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa dilakukannya hanyalah menghampiri seseorang yang tergeletak bersimbah darah itu dan menangis sejadi-jadinya.

Jadi ini yang Kakak bilang kangen sama Papa!? Kak Atta pergi nyusulin Papa!? Batin Ify berteriak.


♡´・ᴗ・'♡
fila_da

Uww.. Apa kata kalian buat part ini?

ALKASA✔Where stories live. Discover now