9 : RAPUH (1)

625 68 0
                                    


****

Seminggu berlalu, Aqila di sibukkan dengan tugas-tugas yang tiada habisnya. Konsul ini lah konsul itu lah.

"Ternyata begini menjadi mahasiswa ngak ada enaknya," batin Aqila.

Ia harus di hadapkan berbagai jurnal dan penelitian yang tiada habisnya. Kenapa dosen menyulitkan mahasiwa seperti ini.

Tapi, di pikir-pikir Rendy tidak pernah menghubunginya seminggu ini, Aqila bersyukur minggu kemaren ia juga izin tidak menghadiri rapat, bukan sengaja tapi ada hal yang harus di urus Aqila demi mendapat nilai bagus.

Aqila tidak menghindari Rendy hanya saja entah kenapa ia tidak berpapasan dengan Rendy. Mungkin Rendy sibuk begitu pikir Aqila.

Di lain tempat di waktu yang sama. Seorang gadis sedang berjalan kearah laki-laki yang ia sukai dari semester satu. Ya, ia Fanny, Fanny sudah mengatur rencana untuk menembak Rendy. Kali ini ia harus berhasil.

"Fika, gue udah cantik apa belum?" tanya Fanny.

"Lo cantik banget beb, pasti Rendy suka."

Fanny hanya tersenyum mendengar pujian sahabatnya itu.

Perlahan Fanny mendekat kali ini ia harus berhasil, setidaknya Fanny tidak berusaha menarik perhatian Rendy dengan cara jijik seperti Dara.

"Rendy gue mau ngomong sama lo," kata Fanny menghentikan langkah Rendy.

"Apa." Cuek Rendy yang ingin segera pergi dari sini, ia harus menemui Aqila gadisnya.

"Rend mau ngak jadi pacar aku." Fanny hanya diam dengan jantung berdetak kencang, ia menunggu jawaban dari Rendy. Yang ia dapat hanya lah keheningan dan muka datar Rendy.

"Gue rasa lo udah tau jawabannya." Putus Rendy dan berlalu dari sana.

Katakan saja Rendy jahat tapi harus apa lagi Rendy tidak suka dengan Fanny. Bahkan Fanny pun tau bahwa Rendy tidak bisa melupakan masa lalunya. Lalu untuk apa perempuan itu mengharapkannya. Benar kata orang cinta itu buta.

"Satu lagi, gue ngak mau liat lo ngerendahin diri lo lagi, lo itu perempuan baik-baik lo berhak mendapatkan yang lebih baik dari gue." Rendy mengatakan itu dengan nada datarnya berharap Fanny mengerti.

"Rend gue mohon," pujuk Fanny lagi.

"Maaf." Fanny hanya menundukkan kepalanya, tanda ia putus asa.

"Beb gimana!" teriak Fika dari ujung koridor.

Melihat wajah sahabatnya murung iya mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut lagi. Dari tatapan Fanny ia sudah tau jawabannya.

"Udah, udah ngak usah nangis, lo berhak dapatin yang lebih baik dari Rendy." Tenang Fika ia tau bagaimana perasaan sahabatnya itu.

"Tapi Fik, gue sayang sama dia gue udah lakuin apa aja biar Rendy ngelirik ke gue, tapi usaha gue sia-sia." Fanny menangis di pelukan Fika.

"Udah-udah, masuk yuk bentar lagi dosen datang."

"Hay bro kemana aja sih lo," sapa Jordy yang melihat Rendy langsung menelungkupkan tangan di atas meja.

"Ada masalah di kantor?" tanya Ken.

"Hmmm."

"Ren lo juga harus kasian sama tubuh lo," lirih Jordy yang sangat tau bagaimana keseharian Rendy kalau ngak di kampus ya di kantor.

"Sampai kapan lo ngikutin kemauan bokap lo, emang dia ngerti penderitaan lo," kata Jordy yang menusuk hati Rendy.

Rendy diam mendengar celotehan sahabatnya itu. Benar ayahnya tidak tau bagaimana penderitaannya.

Find You [REVISI]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin