7 : Pacar

704 76 0
                                    

“Siapa yang akan baik-baik saja, jika orang yang berarti dalam hidup pergi meninggalkan”



“Emang aku ngapain?”
“Ka rend, jangan bercanda Qila takut,” kata Aqila yang tidak tau bagaimana kondisi jantungnya, ditambah lagi rasa takutya pada Rendy.

Sentuhan Rendy membuat tubuhnya meremang mungkin mukanya sudah semerah tomat sekarang.

“Pegang tangan aja takut, kamu harus tanggung jawab Qila." Akhirnya Rendy melepaskan genggaman tangannya.

“Tanggung  jawab apaan sih kak,” kesal Aqila yang berusaha menormalkan detak jantungnya. Jantung Aqila masih berdetak kencang atas perbuatan Rendy.

“Udah ngambil hati aku.” Senyum rendy secerah matahari pagi. Aqila bergedik ngeri melihat senyum itu. Sejak kapan seorang Rendy tersenyum.

“Ngaco kak, dah lah Aqila pergi bentar lagi rapat.” Aqila berusaha menghindari Rendy ia takut jantungnya akan meledak jika terus mendengar kata-kata manis dari Rendy.

“Kakak serius kamu harus tanggung jawab,” ucap Rendy lagi menarik tangan Aqila agar duduk kembali.

“Woi lo berdua cepat, 15 menit lagi rapat,” teriak Jordy.

“Ayok pacar kita pergi,” kekeh Rendy mengengam tangan Aqila.

Aqila berusaha lepas dari gengangam Rendy. Tapi tak bisa Rendy terlalu kuat mengenggam tangannya.

“Siapa yang pacaran sih, ntar pacar kakak marah,” sela Aqila yang tidak suka atas sebutan Rendy.

“Pacar kakak kan kamu,” goda rendy dengan senyum manisnya.

“Ngak ya,” tolak Aqila.

Akhinya mereka berjalan menuju ruang rapat yang tak jauh dari taman. Wajah Rendy berubah dingin lagi, Aqila berpikir apakah rendy punya kepribadian ganda.

Aqila masih memikirkan perkataan Rendy bahkan ia tidak focus dalam rapat, apakah Rendy serius dengan ucapannya atau ucapannya hanya berlaku hari ini saja.

Aqila memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ia memutuskan tidak akan terpengaruh dengan ucapan Rendy.

Tiba-tiba Indri menyenggol Aqila. “Jawab pertanyaan saya,” ucap rendy dengan tegas.

Aqila hanya diam memang apa yang di tanya Rendy. Aqila meminta bantuan dari Indri. Tapi Indri bumkang begitupun Jordy. Ia menyerah.

“Kamu melamun, apa begini contoh anggota yang  baik, sudah kemaren nggak datang, sekarang melamun,” ucap Rendy dengan nada tegas dan dinginnya.

Sepertinya tidak mempercayai ucapan manis Rendy adalah pilihan terbaik. Liat bagaimana sekarang ia memarahi Aqila di hadapan semua orang.

“Aqila fokus ke depan,” tegas Rendy lagi.

Rapat kembali di lanjutkan ...

“Saya harap acara kalian sukses, saya akan membantu kalian sebisa saya,” ujar Rendy menyudahi pidatonya.

“Jadi silakan di lanjutkan rapatnya,” sambungnya lagi.

Rendy menyerahkan Rapat ke ketua acara, sebagai presma Rendy berusaha yang terbaik untuk anggotanya.

Acara Bem Award termasuk dalam Proker BEM di bawah pimpinan Rendy dan Atala, mereka harus membuktikan janji-janji mereka di saat kampanye kemaren.

Sedari tadi Rendy hanya menatap ke arah Aqila, ia hanya berbicara jika ada yang bertanya. Terlihat perempuan itu terbiasa dengan situasi rapat seperti ini, Aqila tidak tanggung-tanggung mematahkan pendapat rekanya jika rekannya salah.

Sepertinya banyak hal yang Rendy lewatkan dari seorang Aqila Naviza Wibowo perempuan pertama dan terakhir yang ada di hatinya.

"Baiklah kita akhiri rapatnya untuk Aqila temui saya,” ujar Fikri selaku ketua dan mengakhiri rapatnya.

Semua orang meninggalkan ruang rapat, hanya tertinggal Aqila, Fikri dan Rendy.

"ngapain kak Rendy masih di sini!" batin Aqila berteriak dengan kehadiran Rendy.

Fikri hanya tersenyum canggung ke arah Rendy, beberapa tahun bersama Rendy membuat Fikri sedikit mengetahui sipat temannya itu.

“Bro gue pinjam cewek lu bentar ya,” goda Fikri yang sedari tadi melihat pandangan Rendy hanya tertuju ke arah Aqila.

Rendy hanya berguman merespon perkataan Fikri.

“Aqila gue to the point aja ya, tuh liat cowok lo udah kaya mau nelan gue hidup-hidup,” goda Fikri yang tersenyum ke arah Rendy.

“iss apaan sih bang, dia bukan cowok gue,” ujar Aqila dengan senyum palsunya.

Aqila dan Fikri masih membahas tentang rapat tadi, kebetulan Aqila berada di devisi humas, kehadiran peserta rapat adalah tanggung jawabnya. Mereka juga yang akan mengingatkan anggota lainnya kapan waktu rapat, maupun ada yang meminta izin itu tanggung jawab Devisi humas. Aqila baru tau ternyata di kampus ini semuanya tertata dengan baik, bahkan tidak menghadiri rapat satu kali saja ada hukuman yang menunggu.

“Kamu rekap absen ini, tandai mana yang hadir mana yang enggak, nanti di akhir acara ada konsekuensi untuk mereka yang lalai.”

Setelah mereka berbincang tentang rapat Aqila pun pamit karena tidak tahan melihat mata Rendy yang menyorot mereka dengan tajam. Entah apa yang di lakukan pria itu di sana.

Aqila berjalan santai menuju pintu keluar tidak lupa ia juga tersenyum takkala berpapasan dengan Rendy. Walaupun, ia kesal tetap saja Rendy seniornya di kampus.

“Mau kemana?” tanya Rendy dengan dingin dan datar.

Aqila binggung apakah Rendy berbicara dengannya, seakan mengerti kebinggungan Aqila Rendy menjawab.

“Aku ngomong sama kamu.” datar Rendy lagi.

Sekali lagi demi kesopanan terpaksa Aqila harus tersenyum di depan orang itu.

“Mau pulang kak saya permisi,” sopan Aqila berlalu dari sana.

“Aku antar,” ucap Rendy dengan dingin dan datarnya Aqila melonggo tidak percaya.

“Ehh... Ngak usah kak, sa—“  belum sempat Aqila menjawab Rendy langsung menyela.

“itu peryataan bukan pertanyaan mengerti,” potong Rendy yang menarik tangan Aqila menuju parkir.

“Satu lagi aku nggak suka kamu berbicara formal jika hanya ada kita berdua,” Aqila yang mendengar itu menghentikan langkahnya.

“Apa?” tanya Rendy yang ikut berhenti ingat tangannya masih menggengam tangan munggil Aqila. Pas sekali di tangannya.

“Maksud kakak," binggung Aqila. Tidak tidak lebih tepatnya pura-pura binggung tentu ia tau kemana arah pembicaraan Rendy. Aqila hanya tidak ingin di cap murahan langsung mengiyakan ucapan Rendy, jadi ia sedikit bermain dengan Rendy.

Kepergian pria itu dulu menjadi tanda tanya besar di benak Aqila, ingin bertanya namun iya takut kalau itu menyakiti hati seorang Rendy.

Terakhir kali mereka bertemu Aqila mendengar pertengkaran hebat Rendy dan papanya. Jadi setelah itu Aqila tidak bertanya apapun tentang hal itu kepada Rendy. Sampai suatu hari Rendy meminta Aqila untuk menunggunya entah apa yang terjadi dengan Rendy. Tapi yang Aqila tau Rendy tidak baik-baik saja, butuh seseorang yang selalu mendukungnya.

Tentu Aqila juga tau bagaimana bencinya papa Rendy kepada  Rendy, seolah Rendy bukan anak kandung papanya. Ia juga sering mendengar tangisan mama Rendy tatkala curhat dengan bundanya.

Kebetulan Aqila dan Rendy bertetangga waktu itu.
Yang Aqila lakukan waktu itu hanya lah menunggu tanpa tau apa orang itu kembali atau tidak, ia selalu menjauhi jika ada yang laki-laki yang mendekatinya. Ia yakin Rendinya pasti kembali.

“Aku tau kamu ngerti, jadi tidak ada pengulangan,” ujar Rendy dengan senyum tipisnya.
Aqila hanya menurut terlalu takut untuk membantah seorang Rendy.

Happy reading....
Maaf pendek

Find You [REVISI]Where stories live. Discover now