10 : Masa Lalu

565 70 3
                                    

Happy reading.....

"Terkadang, luka yang terlihat kering masih bisa mengganga lebar,  sewaktu-waktu bisa kembali membusuk dan rasanya sangat menyakitkan"

- Sasa

~~~~~~~~~

“Qil, kakak turun dulu, kamu tunggu di sini.” Qila hanya menganggukkan kepala tanda mengerti.

Aqila terpana melihat rumah megah Rendy, lebih tepatnya mansion.

"Indah," gumam Aqila

Rumah Rendy bisa disebut istana, dengan halaman yang luas bisa diperkirakan sebesar lapangan sepak bola. Didesain dengan gaya Eropa modern, terdapat pilar-pilar besar dan lorong-lorong yang bisa dipastikan iya akan tesesat jika nekat masuk ke lorong itu.

Ditambah lagi air mancur berdiri tepat di halaman rumah ini. Aqila merasa ia berada di eropa bukan indonesia.

Aqila menuruti kata Rendy yaitu menunggu, sekali-kali Aqila melihat jam tangannya. Ini sudah 15 menit berlalu, tapi, tidak ada tanda-tanda Rendy akan kembali.

“Mobil siapa tu.”

Tatapan Aqila tidak lepas dari mobil yang baru saja lewat, ia memperhatikan lekat-lekat siapa yang ada di dalam mobil.

“Tunggu, itu kan Papanya kak Rendy .... Dugaan gue benar, dasar pelakor,” umpat Aqila melihat pemandangan di depan.
Aqila melihat Papa Rendy bersama dengan wanitanya.

Tentu wanita itu tidak asing, ia pernah melihat wanita itu, sering datang ke rumah Rendy waktu mereka masih bertetangga.

Dan tentu saja pelakor itu menjadi nyonya besar di keluarga Pratama. Aqila masih berpikir apa yang ia lewatkan dari seorang Rendy, di mana mama Ana? Terakhir Aqila melihat Rendy pergi bersama mama Ana entah mereka ke mana. Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada Rendy, tapi ia terlalu takut untuk bertanya.

Ia takut pertanyaanya membuka kembali luka seorang Rendy. Apa yang harus ia lakukan?

“Astagfirullah,” kejut Aqila. “Apaan tuh, gue harus masuk.” beo Aqila.

Aqila hanya mematung menyaksikan pemandangan yang sangat mengejutkan ini. Tiba-tiba saja kakinya tidak bisa digerakkan seakan ada magnet yang menempel sehingga tidak bisa bergerak seinci pun.

Ia tidak tau harus berbuat apa? Kenapa semua orang diam melihat Rendy dipukul papanya? Tiba-tiba saja ingatan masa lalu terlintas di benak Aqila

“Dasar anak nggak tau diri kamu, kamu itu pembawa sial, saya benci kamu,” marah Alvin papa Rendy. Alvin tidak henti-hentinya memukul Rendy dengan ikat pingganya. Rendy kecil pun hanya diam menerima perilaku Papanya. Hatinya teriris melihat papanya lebih memilih wanita lain daripada dia.

“Papa jangan ... jangan  mukulin Kak Rendy papa.” Aqila kecil pun berlari melindungi Rendy dari pukulan papa Alvin.

“Kak  Rendy nakal Qila, makanya papa mukulin dia,”tenang Alvin yang melihat Aqila menangis tersedu-sedu sambil memeluk Rendy.

“Nggak, Kak Rendy nggak nakal. Papa yang jahat,” bentak Aqila kecil lagi.
“Aqila kamu pulang ya, papa anterin ayo,” pujuk Alvin lagi. Jujur ia sangat menyanyagi Aqila seperti anaknya sendiri. sedikit rasa bersalah ia memukul Rendy di depan mata Aqila. Alvin tau Aqila sangat menyanyagi Rendy. Tentu anak itu akan sakit hati melihat orang yang di sayangnya merasakan sakit.

Pernah sekali Alvin menghukum Rendy dengan berdiri di tengah derasnya hujan. Tapi, Alvin menghentikan hukuman itu, setelah Aqila ikut bergabung dengan Rendy.

“Nggak, Aqila benci Papa. Papa jahat.” Tangis Aqila lagi.

Aqila kecil langsung membawa Rendy pergi dari sana.

Aqila masih berdiri mematung di depan pintu, menyaksikan papa Alvin memukul Rendy lagi dan lagi. Dadanya terasa sakit melihat pemandangan itu lagi. Sampai kapan Rendy terus menderita seperti ini? sampai kapan papa berhenti membuat Rendy sakit.

Alvin terus saja memukul Rendy tanpa ampun, Rendy hanya menyeringai melihat papanya memukulnya secara brutal.

“Qila ...” ucap Rendy melihat orang yang berdiri di depan pintu. Alvin pun terkejut dan mengikuti arah pandangan Rendy.

“Aqila,” gumam Alvin. Ada setitik kerinduan yang membuncah didada Alvin, melihat gadis kecilnya tumbuh menjadi wanita dewasa.

Semua pandangan mata tertuju ke arah Aqila, termasuk Elna dan Raka.

Sepertinya orang yang ia benci bertambah satu yaitu, Raka anak dari sang pelakor.

Mata Aqila berkilat marah melihat satu persatu orang yang ada di sana.

Jangan lupakan ia bukan gadis lemah yang akan menangis tersedu-sedu melihat kekerasan di depan mata. Ia belajar dari masalalu, setelah Rendy  pergi, Aqila bertekad akan melindungi Rendy dari amukan Papanya. Seperti belajar taekwondo dan ilmu bela diri lainnya, jika Rendy tidak bisa memukul papanya. Aqila yang akan maju memukul papa Rendy.

“Kak Rendy ayo kita pergi dari sini,” ucap Aqila dengan datar, membuat semua orang tercenggang tak terkecuali Raka.

Sepertinya Raka belum mengenal Aqila sepenuhnya. Raka tersenyum ternyata Aqila tidak selamah yang ia kira. Aqila memiliki sesuatu yang tidak perempuan lain miliki. Ia semakin ingin mengenal Aqila.

Aqila akan bersipat datar, jika ada yang menggangu orang yang ia sayang. Bahkan, berubah menjadi orang lain jika orang yang ia sayang menderita.

Aqila bahkan tidak menyapa Alvin. Ia tau, Alvin menitihkan air matanya saat pertama kali melihat Aqila.

Biarkan saja seperti itu. Kali ini Aqila benar-benar marah kepada Alvin.

“Aqila kamu kok ke sini,” sapa Raka dan ingin membantu Aqila menolong Rendy.

Rendy segera melepaskan tangan Raka dari tangganya.

“Nggak usah sok baik,” sarkas Rendy.

“Ma, ini kenalin Aq—” Aqila memotong percakapan Raka.

“Tante Elna, kita ketemu lagi.” senyum Aqila yang menghilang raut datarnya.

“Lo udah kenal Mama gue?” tanya Raka sumringah, ia bersyukur Aqila menggenal mamanya.

“Kenal dong Kak Raka,” ucap Aqila yang mendudukkan Rendy di kursi ruang tamu, sepertinya Aqila akan bermain sedikit di sini.

“Ia kan tante.” Elna hanya menampilkan raut binggungnya, rasanya ia tidak mengenal Aqila.

“Ouh, iya mungkin tante lupa, aku selalu aja liat tante keluar dari rumah kak Rendy dulu, iya kan tan?” Aqila tersenyum miring melihat reaksi Elna yang tadinya ramah, berubah pias atau benci mungkin.

Elna hanya diam. Ia menatap tajam ke arah Aqila. Tentu saja Aqila tidak akan terintimidasi malah ia senang berhasil memancing amarah Elna, Aqila melanjutkan lagi.

“Atau yang aku liat bukan tante ya? Nggak deh emang beneran tante kok, Yang setiap pagi, siang apalagi malam keluar dari rumah Kak Rendy, benarkan OM Alvin.” Aqila menekankan di bagian Om, untuk menyindir Alvin.

Alvin hanya menatap nanar ke arah Aqila.

"Qila, Papa nggak bermaksud un—"

“Kenapa Pa, apa Aqila salah? Perkataan mana yang salah,  sebagai anak kecil yang tidak tau apa-apa Aqila harus tau letak kesalahannya,” ujar Aqila dengan santai, tapi itu bisa mengintimidasi Alvin.

“Aqila Papa ...”
Aqila menunggu Alvin untuk mengatakan sesuatu.

“Tidak bisa jawab kan Pa, berarti nggak ada yang salah dari kata-kata Aqila,” ujar Aqila lagi dengan merubah raut datarnya.

“Kak Rendy ayo kita pergi,” ajak Aqila lagi dan memapah Rendy keluar dari rumah ini.

“Aqila papa ...”

Happy Reading

Salam Sasa

Find You [REVISI]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora