31. Anna Ubibbuka Fillah

49 5 0
                                    

Enza terkejut tatkala ia didatangi oleh seorang lelaki tampan berperawakan tinggi, bermata biru—khas orang Benua Eropa. Ia pun mengerutkan kening heran. Siapakah dia? Apa yang mau ia lakukan di sini? Jangan bilang, kalau dia ingin merampok rumahnya.

"Selamat sore, Nona. Bolehkah saya berbicara empat mata dengan Nona?" pinta lelaki tersebut sopan.

Enza terdiam. Menimbang-nimbang keputusannya terlebih dahulu. Sebelum akhirnya ia mengangguk dan menutup pintu. Berjalan menuju sebuah meja dengan 4 kursi di teras rumah. Tempat yang biasa digunakan Hasan 'tuk menemui teman seprofesinya atau sekadar membicarakan bisnis.

"Perkenalkan, nama saya Lion. Detektif kepercayaan keluarga Orlandz."

Deg

Enza membulatkan matanya. Mendengar nama marga yang tak asing di pendengarannya.

"Saya di sini diperintahkan oleh Tuan muda untuk menyampaikan pesannya. Agar Nona bertemu dengan Tuan—"

"Tuan muda? Freinz Albert Orlandz?" tanya Enza memastikan. Lion tersenyum dan mengangguk.

"Benar, Tuan muda Freinz. Dia meminta saya—"

"Tidak! Saya tidak mau. Lebih baik, anda cepat pergi dari sini. Saya ada urusan."

"Tapi, Nona. Bisakah Nona ...."

"Sudah dibilang saya tidak mau! Percuma A'a membujuk saya. Saya tidak akan mau bertemu dengan tuan A'a. Oh ya, katakan kepada tuan mudamu, agar tidak mengharapkan saya. Sampai kapan pun, saya tidak mau bertemu dengannya." Enza beranjak dari kursi. Hendak melenggang masuk ke dalam rumah.

Bruk

Enza terkejut. Buru-buru, ia membalikkan badannya dan melihat Lion tengah bersujud dengan pandangan memohon. Bahkan, ia rela mempertaruhkan harga dirinya dan bersujud pada Enza. Enza pun panik dan bergegas menyuruh Lion berdiri.

"A', bangun! Jangan bersujud di sini," pinta Enza dengan nada panik. Lion menggelengkan kepala dan tetap kukuh di posisinya. Menolak permintaan Enza.

"Saya mohon, Nona. Tolong bertemu dengan Tuan. Atau saya akan kehilangan pekerjaan saya dan jadi pengangguran. Saya masih memiliki seorang ibu untuk dirawat. Ibu saya menderita leukumia," pinta Lion sembari bersujud. Enza pun menatap Lion sendu. Menghela napas dalam dan menganggukkan kepala mantap.

"Baiklah, saya akan bertemu dengan Tuanmu. Sekarang, anda bisa berdiri!" Lion bergegas bangkit. Ia pun tersenyum senang dan hendak memeluk Enza. Namun, Enza telah lebih dulu mundur dan mengulurkan tangan. Menahan agar lelaki tersebut tidak mendekatinya. Lion pun menatap Enza sekilas. Sebelum akhirnya mengangguk paham dan menunduk.

"Maafkan, saya. Saya tidak tahu."

"Tidak papa, oh ya, lain kali, A'a jangan bersujud lagi seperti itu. Atau Allah akan memarahimu."

"Kenapa begitu?"

"Karena, di dalam hadits riwayat Tirmidzi, Nabi pernah bersabda: 'Tidak boleh bagi seorangpun untuk sujud kepada seorang makhluk pun. Seandainya boleh seorang sujud kepada yang lain, niscaya saya akan perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya karena Allah telah mengagungkan hak suami atas istrinya'." Lion merekahkan senyum.

"Baik, Nona. Saya janji tidak akan melakukannya lagi dan akan terus setia pada keluarga Orlandz dan juga Nona sampai titik penghabisan saya."

"Hah? Saya?" Enza menunjuk dirinya bingung, yang dibalas anggukan kepala oleh Lion.

"Iya, saya yakin Tuan begitu jatuh hati sama Nona dan tidak akan melepaskan Nona sampai kapanpun. Bahkan sudah tiga bulan lamanya ia tidak makan. Dan beberapa kali juga ia masuk ke rumah sakit dan dirawat di sana. Tuan juga selalu meracau nama Nona ketika koma di rumah sakit. Selain itu, diam-diam, Tuan juga mencari Nona. Sampai setiap hari, Tuan rela membuang waktunya hanya karena datang ke rumah Nona dan menunggu Nona kembali. Oh ya, satu lagi. Tuan kecil Thel—"

Secangkir Kehangatan (END)Where stories live. Discover now