5. Acuh

55 14 0
                                    

Kadang, mulut tidak sesuai dengan hati. Ketika hati menginginkan dia. Namun, mulut justru menolaknya dan berkata lain. Sseolah-olah tak menginginkannya. Yah, bisa dibilang dengan gengsi. Sungguh menyedihkan bukan? Jika hal itu terjadi dan justru merugikan kita :"

☕☕☕

Brak

"Kamu? Lepasin gak! Dasar cewek gak tahu diri!" ucap Tey mengebu-ngebu. Ia menatap tajam ke arah sosok yang sudah berani-beraninya mencekal tangannya.

Sosok itu pun menampilkan smirk evil. Sedangkan Al yang sedari tadi memejamkan mata langsung terbelalak tatkala tangan Tey mengambang tepat di depan wajahnya. Al menoleh menatap sosok yang mencekal tangan Tey.

"E—Enza," parau Al. Ya, sosok yang menyelamatkan Al adalah Enza. Dengan celemek yang melingkar indah di pinggang rampingnya, Enza menghempas kasar tangan Tey.

"Cih, sok-sokan lo tante-tante ganjen," decih Enza sembari menatap Tey sinis membuat amarah Tey naik seketika.

"Jaga ya tuh mulut! Enak aja ngatain saya ganjen. Miror sana!"

"Gak! Gue gak peduli. Cepat lo pergi dari sini. Atau—"

Byur

"Argh, panas rese!" umpat Enza ketika Tey menyiram Enza dengan segelas espresso buatannya.

Kini, ia tengah sibuk mengipasi kaos miliknya yang sangat basah. Menunjukkan lekukan tubuh indah miliknya. Enza menatap tajam Tey dengan telunjuk yang mengancung tepat di hadapan Tey. Namun tak lama, sorot-sorot mata pelanggan mengalihkan atensinya. Ia menoleh ke arah pusat perhatian dan setelah sadar, ia membalikkan badan pergi. Al memanggil satpam dan menyuruhnya 'tuk mengusir Tey pergi. Setelah itu, ia kembali berjalan ke belakang menghampiri Enza yang tengah sibuk dengan pakaian basahnya.

"Maaf Bu, Anda harus pergi dari sini!" ucap seorang pria dengan baju putih.

Tey mendecih dan menghempaskan kedua tangannya tatkala keduanya dicekal oleh kedua satpam. Ia tampak mengibas-ngibaskan kemeja ketatnya dan berjalan keluar kafe.

"Dasar orang-orang kampungan! Gak tahu apa kalo saya itu orang cantik. Cih!" ucap Tey sebelum melenggang keluar meninggalkan satpam itu sendiri.

Brak

Tey membanting keras-keras pintu mobilnya. Memukul-mukul setir mobilnya brutal.

"His, awas kamu ya, Enza! Dasar pelayan belagu! Lihat aja, kamu bakal mampus di tanganku! Pasti itu!" Tey menampilkan evil smirk. Dengan cepat, memutar kunci mobil dan melajukannya kembali ke kantor dengan tangan kosong.

☕☕☕

Setelah menempuh perjalanan 45 menit, Tey sampai di kantor milik Freinz. Dengan langkah dibuat aggun, ia berjalan memasuki kantor. Tentunya dengan seksi. Menampilkan kaki jenjang dan paha mulus miliknya. Tak butuh waktu lama, ia sudah sampai tepat di depan pintu bertuliskan 'Ruang CEO'. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Tey melenggang masuk dengan gaya dibuat seksi agar Freinz tertarik untuk memilikinya. Mengingat, ia sudah melakukan berbagai cara untuk menggoda dan memiliki Freinz.

"Um ... Pak," panggil Tey sembari menunduk. Seakan-akan ia sedang bersedih. Freinz tak mempedulikan Tey. Ia masih asyik berkutat dengan laptopnya membaca berbagai dokumen.

"Ih, Freinz. Kamu dengar aku gak sih? Aku mau cerita," ucap Tey semanja mungkin. Lagi dan lagi ia tak berhasil mengalihkan atensi Freinz dari benda mahal itu.

"Oke, kalo kamu gak nyaut. Aku bakalan tetap cerita. Jadi, gini—"

"Cukup!" bentak Freinz sembari berdiri. Ia menatap datar wajah tebal Tey sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya.

Secangkir Kehangatan (END)Where stories live. Discover now