25. Morning

Mulai dari awal
                                    

Akan tetapi, Husein mengalami kelainan dan meninggal dunia. Menyisakan Hasan seorang yang saat itu terpukul dan sedih karena kehilangan adik kembarannya. Membuat ia menjauh dari agama Islam dan jarang melaksanakan salat. Beruntung, saat itu khamr sudah dilarang. Sehingga, Hasan tidak pernah meminum minuman alkhohol itu. Paling parah, ia hanya tidak melaksanakan salat dan bersikap brandal saja. Seperti suka balapan liar.

Seperti yang pernah dilakukan abinya—Sunan Agung, Adam pun membawa Hasan menuju pondok pesantrennya dan menyuruhnya untuk tinggal selamanya di sana. Mengingat umur yang dimiliki oleh Adam dan banyaknya acara yang ia terima. Membuat ia tak ada waktu 'tuk mengurus pondok dan menyerahkannya kepada Hasan untuk sementara waktu. Sebelum akhirnya menemukan pengganti 'tuk mengurus pondok pesantren keluarga mereka.

Berkat bimbingan pondok, Hasan berhasil menjadi hafidz dan seorang ustadz. Hanya ustadz dan bukan ulama. Karena ia tak ingin menjadi seorang ulama dan sangat sibuk nantinya. Agar ia selalu ada waktu 'tuk keluarga kecilnya. Yah, seperti itulah alibinya. Ia pun dipersuntingkan dan dijodohkan oleh anak dari sahabat Adam, yang tak lain adalah Riza. Hingga akhirnya Riza melahirkan Quinza dan Enza, yang anehnya perbuatan mereka tak jauh berbeda dari perbuatan abi dan kakeknya. Sangat di luar dugaan! Dan beruntungnya, kenakalan mereka tidak separah Hasan dan tidak lebih parah dari Adam kala itu. Alhamdulillah.

Adam memejamkan mata. Melafalkan ayat suci Al Quran bersamaan dengan surah yang dibacakan oleh hafiz tersebut. Hafiz yang tak lain adalah Muhammad Adam Rein. Alias, dirinya sendiri.

☕☕☕

Freinz menoleh tatkala pintu di sisi kirinya terbuka. Menampilkan wajah Enza yang berseri-seri. Ia pun meraih seat belt dan mulai memakainya.

"Kenapa?" tanya Enza heran tatkala Freinz tidak segera mengemudikan mobilnya dan justru menatapnya terus menerus. Freinz menggeleng dan segera memasukkan gigi mobil. Mengendarai mobilnya keluar dari perumahan elite Jayawijaya.

"Kamu mau langsung pulang atau ke kafe?" tanya Freinz sembari menyetir. Tampak fokus mengendarai mobilnya membelah jalanan padat Kota Bandung di kala senja. Diiringi musik yang menjadi pengisi keheningan mereka.

"Ke apartemenmu," jawab Enza gugup. Frsinz melebarkan kedua mata terkejut. Sontak, ia menoleh ke samping dan mengerutkan kening.

"Kamu mau naik taksi lagi?"

"Bukan, aku mau menginap di apartemenmu. Boleh kan?" Freinz tersedak. Membuat Enza panik dan segera mengulurkan sebotol air minum padanya. Freinz menggeleng. Petanda ia tak ingin minum.

"Kamu serius mau menginap ke apartemenku? Tapi ... Kenapa?"

"Karena aku sudah janji sama Thel. Dan aku bukanlah orang munafik!"

"Hah?" bingung Freinz. Enza menghela napasnya.

"Jadi gini, berdasarkan Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,  Rasulullah SAW bersabda: Tanda orang munafik ada tiga, apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji, ia mengingkari, dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat. Karena itulah, aku gak mau jadi mengingkari janji Thel dan menjadi orang munafik. Bagaimana pun, janji tetap janji. Sekalipun itu janji antara orang dewasa dengan batita seperti Thel," jelas Enza terperinci. Freinz hanya berdeham dan kembali melajukan mobilnya tatkala lampu lalu lintas di hadapannya bewarna hijau. Membawa mobil buggatinya menuju apartemennya. Bersiap 'tuk istirahat.

☕☕☕

Malam harinya, selepas melaksanakan salat isya berjamaah, mereka pun langsung menuju meja makan. Makan bersama dengan Thel yang tampak ceria dan manja kepada Enza. Merasa bahagia tatkala Enza memutuskan untuk menginap di apartemen ayahnya. Tentu saja, Thel sudah bangun. Dan hal itu disebabkan karena tidurnya yang terganggu tatkala Enza hendak menggendongnya dan membawanya masuk. Alhasil, Enza hanya bisa pasrah dengan terus meladeni ocehan Thel yang tiada hentinya.

Secangkir Kehangatan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang