25 - 𝓜𝓸𝓽𝓱𝓮𝓻 𝓚𝓷𝓸𝔀𝓼 𝓑𝓮𝓼𝓽

3.5K 133 0
                                    

Bodoh. Itulah yang Agatha rasakan saat itu. Perasaan ini sama seperti ketik ia tidak bisa menjawab soal matematika di depan kelasnya.

Ia tidak ingin berada disana. Duduk menggenggam tangan Isaac sambil menunggu ibu pria itu muncul. Ia tidak mau jadi bahan tontonan seisi restoran mahal yang terasa seperti tidak menerimanya untuj berada di sana. Gadis itu melihat pantulan dirinya di cermin dan dia membenci setiap lekuk tubuhnya di dalam gaun malam yang dipakainya itu.

Gaun itu dia yang pilih. Asal, tentu saja. Tapi dia tidak sadar kalau pakaian itu benar-benar mencetak setiap lekukan yang ia kira bahkan tidak ada awalnya. Indah memang. Ia kelihatan cantik dengan semua lekukan tubuhnya itu. Isaac bahkan sempat mengecupnya berkali-kali sesaat sebelum mereka berangkat serta memujinya dengan ribuan kata cantik selama mereka berada di perjalanan.

"Kamu gugup?" Tanya Isaac. Agatha cepat-cepat menoleh lalu menggeleng dan tersenyum simpul. Ia melepas genggamannya namun Isaac meraih kembali tangan gadis itu dan kini malah menggenggam tangan Agatha dengan erat. "Kamu kelihatan cantik dengan gaun ini." Bisiknya sambil tersenyum lalu kembali menatap mata Agatha bergantian. Itu pujian ketiga ratus sebelas, pikir Agatha.

"Kenapa kau membawaku kesini?" Tanya Agatha sambil menunduk dan meremas gaunnya di bawah taplak meja. Ia mulai merasakan serangan panik yang berangsur-angsur membesar untuknya. "Makan malam bersama ibumu. Duduk disini sambil jadi bahan tontonan."

Isaac mengernyitkan dahinya. Ia mengedarkan pandangannya lalu berpikir sejenak. "Mereka tidak bisa berhenti melihatmu karena kecantikanmu."

Agatha menghela napasnya berat sambil menekan dadanya yang berdetak kencang. "Kamu kenapa?" Tanya Isaac sambil mulai mengelus tangan Agatha  perlahan, kelihatan bingung tapi rasa khawatir ikut tumbuh di pikirannya.

Agatha menelan ludahnya sambil menggeleng cepat, "aku tidak apa-apa." Katanya sambil berusaha tersenyum kecil.

"Apa kamu perlu air? Atau..- Kamu perlu apa?" Isaac tidak mengerti kondisi Agatha. Apa yang dirasakan Agatha, bagaimana caranya mengatasi kondisinya. Ia tidak mengerti. Karena itu ia terus meremas dan mengelus tangan Agatha, berharap ia mungkin bisa kembali tenang dengan sebuah pengalih perhatian kecil. Agatha hanya tersenyum untuk merespon Isaac.

"Agatha," panggil Isaac ditengah keresahannya melihat Agatha yang semakin lama semakin gemetar. "Tolong katakan apa yang kamu butuhkan."

Agatha terdiam sejenak, tapi kemudian ia kembali melayangkan senyumnya. Apa yang sebenarnya ada di pikiran Isaac ketika ia mengatakan pertanyaan itu? Agatha hadir disini bukan karena keinginannya. Ia disini karena harus memenuhi kontrak yang menjebak ayahnya yang tidak cukup pintar untuk mengetahui apa yang akan terjadi kalau ia menandatangani kontrak itu.

"Aku tidak butuh apa-apa." Kata Agatha. Pikiran gadis itu pada saat ini sudah terlalu berkabut untuknya benar-benar bisa berpikir tentang apa yang ia sedang inginkan. Ia ingin pulang, hanya itu yang bisa ia pikirkan untuk saat ini.

"Baiklah. Tapi kalau kamu ingin sesuatu tinggal katakan saja ya." Kata Isaac sambil tersenyum dan menepuk tangan Agatha yang ada di genggamannya. Pria itu kemudian mengecup punggung tangan Agatha dengan sayang lalu menengadah dan melemparkan senyum simpulnya kepada Agatha.

Sejenak setelah itu mereka mendengar deheman dan mereka serentak menoleh kepada seorang wanita dengan pakaian yang membentuk lekuk tubuh dan mantel bulunya. "Mama." Kata Isaac sambil segera berdiri dan mencium pipi ibunya.

Agatha bisa melihat dari cara kedua mata pria itu membulat dan segera berdiri menyambut ketika melihat ibunya ini. Ia benar-benar menghormati ibunya.

"Yang ini pasti Agatha." Kata wanita  itu sambil tersenyum dan membuka kedua tangannya untuk memeluk Agatha. Gadis itu tersenyum lalu berdiri dan masuk ke dalam pelukan ibu Isaac. "Mama sudah mendengar banyak tentangmu, sayang. Apa kabar?"

"Saya baik." Kata Agatha sambil tersenyum lebih lebar lagi. Entah mengapa ibu Isaac terasa lebih seperti seorang ibu dari mendiang ibunya. Wanita itu meneliti wajah Agatha sejenak sambil menyisir dan mengaitkan anak rambut Agatha ke belakang telinganya. Wanita itu tersenyum, seakan sedang melihat sesuatu yang membuatnya senang lalu berpaling dan duduk di kursi yang ditarikkan Isaac untuknya.

Ibu Isaac kelihatan seperti wanita yang lembut. Itu yang Agatha sadari dari tutur kata dan caranya tersenyum pada semua kalimat-kalimat konyol yang keluar dari mulut Isaac. Apa yang membuat Kay menganggap ibu Isaac sebagai wanita murahan yang hanya menginginkan uang Tuan Bill Hilton?

"Jadi Agatha, apa Isaac pernah kasar kepadamu?" Tanya ibu Isaac. Agatha menoleh lalu segera menggeleng dan tersenyum. "Oh.. Udah tobat ya." Katanya sambil menoleh kepada Isaac dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Agatha, kamu harus tahu ya. Anak ini pas SMA taunya bikin saya sakit kepala aja karena harus bolak-balik sekolah sama rumah sakit. Entar kalo bukan anaknya yang dibawa ke rumah sakit, temennya dia yang dia bikin ke rumah sakit. Taunya berantem aja soal cewek. Kadang saya bingung apa dia emang suka aja mukul orang gitu ya." Kata wanita itu sambil tertawa ringan. "Udah gitu ya, dia ini suka banget pas SMA nongkrongnya di klub malam. Maksud saya, uang papinya sih gak bakal habis ya kalau dia nraktir temen-temennya gitu. Tapi saya kadang hampir serangan jantung kalau lihat tagihan kartu kreditnya yang bisa dibentang sampe lantai satu gedung kantor papinya."

Isaac hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya ketika teringat masa SMA-nya yang liar. Agatha turut tertawa mendengar cara bercerita ibu Isaac yang menggebu-gebu. Wanita itu kelihatan tidak terbebani dengan kelakuan Isaac yang liar dan menumbuhkan pertanyaan di kepala orang-orang yang melihatnya. Ia mengaku justru menikmati semua pertemuan dan perjalanan yang harus ia tempuh karena Isaac.

Makan malam bersama ibu Isaac yang Agatha kira akan sangat pahit itu rupanya berlangsung dengan sangat menyenangkan. Agatha tidak menyangka bahwa ibu Isaac adalah wanita dengan karakter yang sangat humoris dan kelihatannya anteng. Ia ikut berpamitan dengan ibu Isaac yang duluan pulang karena tidak bisa terkena angin malam yang dingin.

Wanita itu sempat menyelipkan segepok uang dan sebuah kartu kredit ke dalam saku gaun Agatha ketika Isaac sedang tidak memerhatikan lalu mengedipkan matanya kepada Agatha. "Seorang gadis seusiamu harus punya cukup uang untuk membeli kemauannya." Kata wanita itu sambil mencium pipi Agatha.

Ibu Isaac kemudian menarik pria itu sedikit menjauh setelah ia selesai membayar dan mulai meneliti air wajah Isaac. Wanita itu kelihatan mengatakan sesuatu yang membuat Isaac bahkan sampai menggeleng cepat dan menjelaskan dengan panik. Agatha hanya bisa bertanya kepada dirinya sendiri tentang apa yang mereka perbincangkan.

"Ibumu wanita yang baik." Kata Agatha ketika mobil ibu Isaac sudah menghilang di ujung jalan. Mendengar pujian Agatha, Isaac tertawa kecil sambil mengalihkan pandangannya pada sepatu mengkilapnya. "Ya, ibuku memang punya karakter yang unik." Kata Isaac ketika mereka mulai berjalan menuju parkiran mobil. 

"Kenapa kamu mengajakku bertemu dengannya?" Tanya Agatha sambil menautkan kedua tangannya di depan tubuhnya. "Oh, entah. Mungkin supaya kalian saling mengenal saja. Siapa tahu aku sedang tidak disini atau tidak bisa menemanimu, ya kamu bisa menelepon ibuku. Dia nyonya besar dengan tangan yang super duper halus. Karena yang cari duit itu aku."

Agatha tergelak mendengar pengakuan dari Isaac yang seperti anak yang teraniaya karena sudah tak lagi bisa jadi tanggungan orang tua tapi malah memiliki orang tua yang harus ditanggung. Isaac ikut tertawa bersama Agatha sebelum ia berbalik untuk membukakan pintu kepada Agatha. "Aku punya satu tempat lagi yang ingin aku tunjukkan." Kata Isaac. "Apa kamu sudah lelah? Karena kalau kamu sudah lelah sebaiknya kita pulang saja."

"Tidak. Tidak. Aku ingin melihat tempat yang ingin kamu tunjukkan ini." Kata Agatha sambil memasang sabuk pengamannya. "Tapi apa tidak apa-apa kita kesana pada malam hari?"

Isaac tersenyum sambil menghidupkan mesin mobilnya. "Malah lebih baik kalau kita kesana pada malam hari."

***

Singkat banget yak ( '^') tapi mama Isaac baik banget keknya orangnya.

Toy For YouWhere stories live. Discover now