29 - 𝓑𝓪𝓴𝓼𝓸

3.6K 149 8
                                    

Lucas tak berhenti hanya dengan mengikuti Agatha sampai kelasnya.

Ia terus menunggu Agatha di depan kelasnya pada jam istirahat. Lalu mengikutinya dari belakang ketika gadis itu keluar dari kelasnya karena disuruh untuk membawakan buku dari kelas menuju ruang guru.

"Lucas, apa kamu tidak bosan?" Tanya Agatha sambil mengernyit dan menoleh pada Lucas. Pria itu menunduk, melihat kepada Agatha lalu menggedikkan bahunya. Ia mengambil setengah beban buku di tangan Agatha dan berjalan berdampingan bersamanya. "Apa kamu tidak peduli dengan belajar, Lucas?"

"Um.. Tidak. Tapi aku tetap kembali ke kelas kalau istirahat selesai kok." Kata pria itu.

"Aku tidak pernah melihatmu mengerjakan PR." Kata Agatha. "Masa?" Jawab Lucas. "Aku sering kok ngerjain PR."

"Dimana? Di mar..-" Agatha mengatupkan bibirnya. Enggan melanjutkan kalimatnya seiring kenangan buruk itu menelusup kedalam proyeksi pikirannya. Gadis itu menghela napas sambil mengambil langkah yang lebih lebar supaya ia bisa lebih cepat menyelesaikan tugas ini.

"Agatha, apa kamu marah padaku?" Tanya Lucas. "Apa aku harus melakukan sesuatu supaya kamu tidak begini lagi?" Agatha tak menoleh apalagi menjawab. Gadis itu meletakkan buku di salah satu meja di ruang guru itu lalu segera berbalik pergi, tak merasa punya urusan lain dan tak punya keinginan untuk menunggu Lucas.

"Agatha, aku bisa gila kalau kamu mengacuhkan aku seperti ini terus." Keluh Lucas. Jadi gila saja kalau begitu, jawab Agatha dalam pikirannya. "Aku tidak mau bicara denganmu." Kata mulut Agatha.

"A-aku tidak mengerti. Aku salahnya dimana? Kita 'kan baik-baik saja dulu? Apa aku yang salah sangka? Apa selama ini kamu menderita bersamaku?" Agatha akhirnya berhenti melangkah dan menoleh kepada Lucas. Jujur, ia kelihatan sangat pucat untuk Lukas. Ia kelihatan kurang makan. Ia seperti cangkang kosong tak bernyawa. "Menurutmu, Lucas?" Katanya.

Lucas menggigit bibir bawahnya, menahan amarahnya ketika melihat wajah pucat itu tak memunculkan ekspresi apapun padanya. Ia tidak suka situasi ini. Ia tidak suka ketika Agatha tidak memperlihatkan ekspresi manis atau ceria lagi.

Lucas mengumpat keras sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ini dia, pikir Agatha. Pria itu kembali seperti Lucas yang Agatha tahu. Ia memukul loker besi di belakang Agatha yang membuat gadis itu terlonjak dan menahan napasnya kaget.

"Maaf," meluncur dari bibir Lucas ketika ia melihat Agatha yang terhenyak dan mulai gemetar. "Aku tidak bermaksud..- maaf."

Lucas menarik napas sambil menunduk dan memijit batang hidungnya. Ia mengunci Agatha yang kini terlalu lemas untuk berdiri tegap dan akhirnya memutuskan untuk bersandar pada loker besi yang baru saja Lucas pukul itu. Pria itu menengadah sekilas pada Agatha yang gemetar dan berusaha untuk tidak menatap Lucas balik. Ada rasa takut yang menyelimutinya dan rupanya kali ini Lucas melihatnya. "Aku..- maaf, Agie." Pria itu mendaratkan tangannya pada pipi Agatha dan mengelus pipi Agatha dengan lembut. "Aku tak bermaksud membuatmu takut." Kata Lucas.

Agatha mengernyitkan dahinya seiring dadanya jadi terasa sempit. Wajahnya rasanya ingin meledak dengan perasaan setiap Lucas berdiri dihadapannya. Tapi ia harus tahan untuk tidak berteriak dan mengumpat di wajah pria ini.

Ia sedang tidak punya energi dan waktu untuk menghadapi tantrum yang akan dilemparkan Lucas padanya.

Agatha memalingkan wajahnya. Menunggu Lucas untuk berpaling dan pergi atau apalah. Dan pria itu mengambil kesempatan itu untuk memeluk Agatha dan membisikkan kata sayang ketelinganya. Dengan suara bergetar dan napas yang tipus Lucas meminta maaf terus menerus dan berkata bahwa ia akan selalu menunggu Agatha sadar bahwa ia sedang jadi permainan manis pada pacarnya sekarang itu, Isaac Hilton.

Lucas menjauhkan tubuh Agatha, mencium dahinya dengan lembut dan penuh sayang lalu menyisir anak rambut Agatha ke samping. "Aku akab menunggumu kembali, Agatha."

"Itu tidak akan pernah terjadi," desis Agatha. Tapi Lucas melayangkan senyum paling manis dan paling tulus yang pernah Agatha lihat lalu melepas dekapannya dan berbalik pergi menghilang di ujung koridor. Ia berbelok kearah parkiran mobil.

Pikiran Agatha benar. Lucas tidak benar-benar peduli dengan urusan sekolahnya. Ia pasti akan bolos lagi setelah ini. Dan hal itu salah satu dari sembilan puluh sembilan masalah lain yang Lucas punya.

Tapi.. rasa bersalah mulai mencakar masuk ke dalam hati Agatha seiring kakinya membawa dirinya kembali ke kelas di arah sebaliknya. Lucas kelihatan serius dengan kata-katanya. Ia kelihatan sudah.. berubah. Apa Agatha sedang membuat kesalahan keduanya? Apa ia ingin menghiasi dinding hatinya lagi dengan kesalahan lain selain menunggu Lucas dalam ketidakjelasan yang kontras kala pria itu berada di Jepang tanpa pemberitahuan untuk Agatha?

Ia jadi sama sekali tak fokus dengan pelajaran di kelas ketika pikirannya ditarik pergi dan tenggelam dalam semua pikiran dan kenangan yang pernah ia miliki tentang Lucas. Kepalanya mulai menolak Lucas dan menerima Isaac, tapi hatinya mulai berlayar lagi untuk Lucas.

Agatha mulai merasakan kepalanya berdetak dan telinganya berdengung. Ia lagi-lagi berpikir terlalu dalam untuk hal-hal yang seperti ini. Gadis itu menengadah pada papan tulis dan melihat semua rumus mulai bergerak ke kanan dan ke kiri di matanya, seakan sedang menari untuk Agatha yang berada di ambang kesadarannya.

Gadis itu mulai menghentikan pikiran-pikirannya serta semua pertimbangannya tentang hubungan batin yang sudah terlalu dalam dengan dua pria yang sebenarnya berbahaya. Agatha sejak awal sudah melakukan penyelidikannya sendiri. Meski tak begitu dalam, tapi sebelum Agatha masuk SMA ia sadar bahwa di sekitar ayahnya dan di dalam sekolahnya ada beberapa orang yang tak boleh tahu Agatha ada di bumi ini. Dua terkuat diantara semua yang Agatha yakini perlu dihindari malah tak sengaja bertemu dengannya dan kini malah melilit Agatha seperti ular pada mangsanya.

Bel pulang sekolah berbunyi, hari itu terasa seperti hari paling panjang untuk Agatha dan ia tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya kalau tidak bersama Lucas. Karena ia sebelumnya merasa seperti itu hanya ketika Lucas sedang marah besar. Agatha menyimpan semua bukunya ke dalam tasnya lalu berdiri untuk beranjak pergi ke gerbang, takut Isaac sudah menunggu terlalu lama dan dia nantinya malah merasa hanya menjadi beban lain yang harus dipikul oleh Isaac. Tapi gadis itu dihadang oleh ketua kelasnya. Lestia.

"Oh hai, ketua kelas."

"Kamu sakit apa, Agie?" Tanya Lestia. Agatha menggeleng lalu tersenyum. "Aku tidak apa-apa." Kata Agatha.

"Kamu tidak apa-apa tapi sering sekali tidak masuk. Apa kamu sedang ada masalah?"

Agatha menggigit bibirnya. Lestia adalah gadis yang paling baik dan paling ramah yang Agatha pernah kenal seumur hidupnya. Gadis itu tahu Agatha tak sengaja harus terikat dengan Lucas dan gengnya, tapi Lestia sama sekali tak menjauh, ia malah berusaha membela Agatha ketika ia tak sengaja berada di sekitar Agatha dan Lucas.

Tapi masalah Agatha bukan masalah yang bisa dibantu hanya dengan sebuah pembelaan dari Lestia yang bukan dari lingkaran anak penguasa. Tapi Agatha suka dengan perhatian ringan yang Lestia berikan sebagai teman. Sebagian mungkin karena Agatha dari kecil tak terbiasa punya teman. Agatha bukan ditindas dengan hanya sebuah tas yang digunting atau meja yang ditulisi kalimat-kalimat merendahkan. Tidak.

Lestia mendengus. "Kamu mau makan bakso gak?"

"Hah?"

"Aku laper tapi gak ada temen buat makan."

"O-Oh.. M-Mau sih.. Tapi..-"

"Yaudah ayo!" Seru Lestia sambil merangkul Agatha sebelum gadis itu bisa menjelaskan kondisinya. "Nanti kamu jelasin ke aku pas makan saja," lanjut Lestia yang tak memerhatikan jalan di depannya dan menabrak sesuatu yang terasa keras. Tapi rasanay tidak cukup keras untuk menjadi dinding atau tiang.

"Isaac.." Sapa Agatha dengan nada suara pelan pada 'sesuatu yang keras' yang tak sengaja ditabrak Lestia. "Hi. Ini siapa?" Sapa Isaac sambil menunjuk Lestia.

Lestia menengadah pada wajah ilahi Isaac lalu menganga pada wajah tampan dari surga yang terpampang jelas di hadapannya. "...bakso.." Mulut Lestia lepas kendali.

Isaac menangkap itu lalu mengernyitkan dahinya, "Bakso..?" Tanyanya.

"...bakso.." Lestia mengonfirmasi.


***

Toy For YouWhere stories live. Discover now