30 - 𝓡𝓮𝓪𝓼𝓸𝓷𝓼 𝓘 𝓛𝓮𝓽 𝓣𝓸 𝓑𝓵𝓮𝓮𝓭

2.5K 116 2
                                    

"Biar aku ulang ya. Jadi selama ini kamu absen karena menjalani program studi tambahan di luar kota karena donasi ayahmu dan program sukarela karena ayahmu membuka panti asuhan?" Lestia mengernyitkan dahinya pada Agatha yang menumpuk tangannya dan duduk rapi karena rasa gugupnya. Agatha mengangguk sambil menarik ke dua bibirnya kedalam mulutnya namun kemudian tersenyum.

Lestia mengerjap sambil memperbaiki posisi kacamatanya lalu kembali menengadah kepada Isaac yang makan bakso dengan tenang di sebelah Agatha, "lalu Isaac ini adalah penanggungjawabmu dan kedepannya akan sering berada bersamamu?" Agatha lagi-lagi mengangguk sambil menoleh pada Isaac yang ikut menoleh menjawab pandangan Agatha lalu kemudian ia itu tersenyum singkat pada Agatha. Ia kelihatan tidak begitu peduli pada semua kebohongan yang dilontarkannya. Justru Isaac kelihatan terlalu tenang, berbeda dengan Agatha yang sedari tadi resah. Seakan Isaac sudah sering melakukan ini seumur hidupnya.

Dahi Lestia semakin mengernyit. Ia memang pernah mendengar bahwa keluarga Agatha adalah keluarga pengusaha dan punya sejarah yang panjang dalam menyelenggarakan banyak program di bidang pendidikan dan perawatan. Tapi ia tidak pernah benar-benar tahu aslinya bagaimana.

"Lestia." Panggil Agatha yang sudah selesai mengaduk-aduk baksonya. "Aku harap kamu tidak bilang siapa-siapa ya. Aku tidak suka keributan." Kata gadis itu. Lestia mengangguk lalu tersenyum. "Aku hanya khawatir kamu lagi di rumah sakit terus kita semua pada gak tau terus malah gak jenguk. 'Kan lumayan tuh belajar setengah hari doang kalo kita jenguk kamu. Hehe"

Agatha tertawa mendengar candaan Lestia itu. Gadis ini memang selalu bisa membuat pikirannya terasa lebih ringan dengan kejujurannya yang brutal. "Iya benar juga." Agatha mengiyakan sambil mengangguk-angguk lalu kembali mengarahkan pandangannya kepada bakso di hadapannya.

Isaac tak henti-hentinya menunggu waktu-waktu seperti ini hadir di hadapannya. Agatha yang tertawa sambil dengan santainya makan di sebelahnya. Pria itu mengalihkan pandangannya pada Lestia yang mulai mencari topik lain untuk dibicarakan dengan Agatha. Sesuatu tentang pelajaran Sosiologi dan guru yang telat masuk. Agatha merespon dengan mata yang berbinar diikuti sebuah tawa manis karena teringat kejadian pada pelajar Sosiologi itu.

Isaac menyembunyikan bibirnya yang hampir melengkung sempurna ke dalam mulutnya. Ia begitu senang dan tenang saat ini. Melihat Agatha yang tertawa lebih dari satu kali. Melihat Lestia yang punya mulut yang manis dan baik pada Agatha.

"Agatha," bisik Isaac ketika ia selesai membayar bakso yang mereka makan. Agatha mendekatkan tubuhnya dan membuka telinganya dengan lebar kepada Isaac. "Kenapa kamu gak bawa saja mobilku dan kartuku lalu pergi bersama Lestia? Entahlah, mungkin seperti staycation atau apa gitu, aku juga kurang ngerti."

Agatha menengadah kepada wajah Isaac yang berbinar dan mengangguk, memberikan restu sepenuhnya kepada pertemanan Agatha dan Lestia. "Lalu kamu bagaimana?" Tanya Agatha.

Isaac mendekatkan wajahnya kepada bagian leher atas Agatha dan menghembuskan napasnya yang hangat pada belakang telinga gadis itu. "Malam ini jangan pergi dulu kalau begitu." Kata pria itu. Agatha membelalakkan matanya lalu berusaha menutupi wajahnya yang terasa panas. Dia mempertanyakan harga dirinya pada dirinya yang saat ini secara tidak sadar juga menjadi antusias menunggu apa yang akan dilakukaan Isaac malam itu.

"Aku tidak yakin Lestia mau. Dia banyak tugas, dia ranking dan juga anggota OSIS."

Isaac menggeleng, "minta saja dia bawa tugas-tugasnya lalu kalian melakukannya di kamar hotel yang nyaman. Aku akan mengurusnya. Menginap dan bersenang-senanglah dengan Lestia sampai kalian puas."

"Isaac itu terlalu berlebihan," Agatha kelihatan semakin ragu.

Isaac mencium sisi kepala Agatha sambil mengelus puncaknya, "aku tahu, aku hanya ingin kamu dan temanmu lebih dekat saja."

Toy For YouWhere stories live. Discover now