6 - 𝓘𝓼𝓪𝓪𝓬

12.1K 375 13
                                    

"Jadi lo kenal Isaac darimana?" Kay buka suara ketika mereka sedang menunggu pesanan minuman mereka. Kata Agatha dia ingin minum cendol dulu sebelum makan soto. "Hah? Gimana..?"

"Lo kenal Isaac darimana?" Ulang Kay.

"A.. Aku.. Kenalnya.." Ada jeda lama yang mencurigakan bagi Kay. "Atau jangan-jangan lo diculik dia?"

Iya. "E.. Enggak kok." Kata Agatha yang susah payah menelan cendolnya.

"Jadi kenal dia darimana?"

"Uh.. Ketemu di klub?" Agatha berbohong. Dia takut berkata jujur. Secara sejak pertama dia bertemu Kay, pria ini selalu berbicara blak-blakan dan tidak punya rem untuk kata-kata kasarnya. Agatha merasa kalau ia berkata jujur kepada pria ini, mungkin saja Kay akan menyebutnya dengan nama-nama yang tidak menyenangkan. Tapi kebohongannya itu pun tidak begitu membantu menaikkan martabatnya. Ia selalu berpikir kalau perempuan bertemu dengan laki-laki di klub dan mau dibawa ke rumah itu sama saja dengan tidak punya harga diri.

"Oh.. Jadi lo cewek yang kayak gitu."

"Kayak gitu gimana?"

Kay menyendokkan cendol ke mulutnya lalu mengunyah sejenak, "Yang dibayar. Eh tapi kalo dibayar lo kok disimpan gini. Mungkin karena dia suka sama lo kali ya?"

"Gue gak dapet duit."

"Lah? Oh.. lo yang mau sendiri ya? Banyak sih yang begitu. Isaac juga suka bawa cewek gak jelas ke rumahnya. Terakhir jamnya banyak yang ilang, tapi namanya juga dia punya pohon duit di rumah jadi dia diem aja."

"Ini juga bukan kemauanku sendiri."

"Hah? Gimana sih, terus kenapa?"

"Um.. dia.. nyeret aku ke rumahnya."

Kay tersedak cendolnya sendiri. "Ok, sebenernya aku gak ketemu sama dia di klub. A.. Aku.. Papa aku dililit hutang terus minjem ke Tuan Isaac. Terus Tuan Isaac minta aku jadi bayarannya. Aku sendiri yang tanda tangan kontraknya."

"Hah? Te..Terus lo mau aja gitu?"

Agatha menatap Kay yang kelihatan khawatir dan mengangguk pelan. "Lagian apa gunanya aku di rumah papa, 'kan? Cuma perempuan juga. Mending dijual 'kan anak perempuan gak guna kayak aku?" Agatha bisa merasakan dadanya mulai sesak. Dia pernah mendengar percakapan ayahnya dengan kolega-koleganya di ruang kerja. Berkata kalau Agatha itu tahunya hanya buang-buang duit. Tahunya cuma belajar, main, pulang tanpa tahu cara mencari duit.

Padahal sebenarnya Agatha pun tidak pernah meminta duit jajan kepada ayahnya, pria itu yang terus memberikan uang berlebih ke akun anaknya. Ia pulang lama pun karena jadi sukarelawan di rumah sakit hewan dekat rumahnya. Ia memakai uang ayahnya sedikit-sedikit bukan untuk jajan atau main, tapi untuk mengisi keperluan rumah sakit yang sering kekurangan. Astaga bagaimana kabar rumah sakit hewan itu?

"Terus tadi lo kok bohong?"

"Aku takut..Takut disebut pelacur atau nama-nama menjijikan lainnya." Agatha menjatuhkan pandangannya ke lantai ketika tahu air matanya akan jatuh. Tapi Kay menutup mata Agatha dengan tangannya yang lebar ketika mendengar Agatha mulai terisak.

"Aku juga gak tahu harus apa waktu itu. Papaku keliatan gugup. Mamaku juga disitu. Aku yakin papaku gugup karena takut aku gak bakal mau tanda tangan terus dia bangkrut." Kata Agatha yang kembali terisak lebih keras. Kay menarik Agatha untuk menyandarkan kepalanya di dada Kay. "Aku takut, Kay." Bisiknya.

"Agatha." Panggil Kay. Ia mengangkat wajah Agatha pelan supaya ia bisa melihat wajah Agatha yang sembab dengan jelas. Hidung dan bagian bawah mata gadis itu memerah dan warna itu sangat kontras di kulitnya yang pucat. "Gue tau lo sekarang lagi takut. Tapi gue jamin Isaac itu bukan cowok gak tau diri. Dia pasti tanggung jawabin semuanya soal lo."

Toy For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang