28 - 𝓒𝓻𝓪𝓬𝓴𝓮𝓭

3.7K 146 5
                                    

Isaac terbangun di kasurnya. Tidurnya semalam adalah tidur paling nyenyak dari semua tidur yang pernah ia rasakan. Ia menoleh kepada sebelahnya dan menemukan Agatha disana. Masih tertidur pulas mengenakan piyama yang sedikit kedodoran. Gadis itu tak tidur di kamar terpisahnya. Yah, setidaknya untuk semalam ini.

Sepertinya Isaac menangis semalaman bahkan ketika mereka sudah kembali ke rumahnya. Ia meleleh di depan Agatha yang ikut kembali menangis karena melihat Isaac menangis. Lucu juga kalau dipikir-pikir lagi.

Ada sesuatu yang berdetak dan berdesir kasar di dalam kulit Isaac ketika ia bisa memeluk Agatha pagi itu. Agatha mendesah kecil ketika merasakan tekanan dari dekapan Isaac yang berada pada kedua lengannya. "Pagi," bisik Isaac. Agatha menoleh lalu tersenyum sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. "Tidurmu nyenyak?" Tanya Isaac lagi. Agatha memutar tubuhnya untuk berbaring berhadapan dengan Isaac lalu ia mengangguk kecil. "Apa rencanamu hari ini?" Tanya Isaac.

Agatha berpikir sejenak, "sekolah." Isaac mengernyitkan dahinya mendengar jawaban itu. "Kamu tidak perlu sekolah lagi." Katanya. Agatha hanya tertawa mendengar itu lalu bangkit dari baringannya dan berjalan sambil menggaruk kepalanya menuju kamar mandi. "Kamu tidak dengar apa yang aku bilang, Agatha?"

"Aku dengar." Jawab Agatha sambil membuka pintu kamar mandi. "Aku hanya tidak mau mengiyakan." Katanya sambil menoleh pada Isaac lewat celah di pintu yang semakin mengecil seiring Agatha menutup pintu kamar mandi itu. Isaac tergelak singkat mendengar penolakan halus Agatha. Gadis ini bisa membuat Isaac gila juga lama-lama.

"Agatha, kamu tidak perlu sekolah." Ia katakan sekali lagi ketika pria itu masuk ke kamar mandi tanpa aba-aba. Agatha menoleh kaget, jantungnya hampir jatuh ke bak mandi mendengar suara Isaac memecah dengung hening kamar mandi. "Um.. Tapi aku mau sekolah." Jawab Agatha refleks. "Aku 'kan kaya." Lanjut Isaac.

Agatha tertawa kecil mendengar pernyataan narsis yang tepat itu lalu ia menggeleng, "kalau soal kaya, orangtuaku kaya, Isaac." Kata Agatha.

"Tapi aku sangat kaya. Lebih kaya dairi ayahmu sampai bisa membuat dia miskin loh."

Agatha berjalan mendekat kepada Isaac yang bersandar pada meja marmer kamar mandi yang dingin karena hawa udara pagi. Gadis itu meraih pipi Isaac lalu mengelus rahang tajamnya dan tersenyum. "Aku mau mandi," katanya sambil mendorong Isaac keluar dari kamar mandi. "Aku gak boleh nonton?" Tanya Isaac yang memanyunkan bibirnya, "aku pengen nontonnn." Katanya manja.

"Apasih? Enggak." Kata Agatha sambil mendorong Isaac terus sampai keluar kamar. "Aku antar ya." Agatha menatap Isaac sebentar lalu mengangguk. Ia berbalik kedalam kamar mandi lalu menutup pintunya rapat.

Pagi itu bukan pagi yang hangat tapi Agatha merasa ia perlu mandi sebersih-bersihnya. Semalam ia dan Isaac menangis di ranjang sampai mereka tertidur. Membuka semua kotak perasaan adalah hal terberat Agatha selama ini. Orang-orang di sekitarnya bukan orang-orang yang peduli dengan tulus padanya, jadi ia terbiasa menelan sendiri semua perasaan yang dimilikinya.

Tapi semalam kehadiran Isaac akhirnya terasa nyata untuknya. Perasaan yang aneh untuk Agatha tapi mungkin perlahan ia bisa bersandar dan menerima bantuan Isaac secara utuh tanpa perlu merasa tidak nyaman.

"Agatha apa tidak bisa kamu bolos saja? Kamu 'kan tidak perlu lulus juga. Aku 'kan punya banyak duit." Pernyataan itu terulang lagi ketika mereka sudah berada di mobil dan sedang bergerak menuju sekolah Agatha. 

Agatha tertawa kecil lalu menoleh, "aku sekolah biar gak bosen aja gitu." 

Isaac lalu mengernyit, "kamu bosan kalo sama aku?" Tanyanya dengan nada suara yang kembali dibuat manja. Agatha hanya tertawa sambil kembali duduk menatap lurus. 

Tapi tawanya terhenti dan lekukan senyum di wajahnya jatuh ketika ia melihat Lucas yang sedang berdiri dekat mobilnya yang terparkir dekat pintu masuk yang masih sepi. Isaac pun menoleh dan menyadari apa yang membuat Agatha berhenti tersenyum. Ia berdecak lalu menoleh lagi kepada Agatha yang menunduk, sedang berusaha menenggelamkan semua pikiran dan kenangan buruk karena seorang Lucas Henson.

"'Kan sudah aku bilang tidak usah sekolah," kata Isaac pelan sambil meraih tangan Agatha. Gadis itu menoleh sejenak lalu tersenyum singkat dan menangkup tangan Isaac sebagai balasan. "Aku tidak apa-apa kok." Kata Agatha. "Biar aku saja yang kasih pelajaran ke dia ya." Kata Isaac lagi sambil membuka pintu untuk dirinya. "Tidak! Tidak." Kata Agatha sambil menahan setengah menarik Isaac untuk tidak beranjak dari duduknya. "Aku akan baik-baik saja, Isaac." Kata Agatha.

Isaac mengernyitkan dahinya. Ia tidak paham jalan pikiran Agatha. Tapi hanya karena ia tidak mengerti bukan berarti ia harus segera ikut campur. Agatha itu perempuan pintar, Isaac tahu itu. "Baiklah." Jawab Isaac. "Tapi. Kalau sampai aku menemukannya menyakitimu, aku tidak janji aku tidak akan menghancurkannya ya, Agatha." Kata Isaac dengan nada yang tertahan.

Agatha tersenyum sebagai respon. Ia mengangguk, mencium pipi Isaac lalu beranjak dari duduknya. Tapi kemudian Isaac menahan tangannya, "Agatha aku serius." Katanya. Agatha mengangguk lalu mengelus tangan Isaac yang menggenggam lengannya sampai Isaac melepaskan tangannya dan membiarkan Agatha pergi.

Agatha berdiri di depan gerbang, menunggu mobil Isaac pergi sambil melambaikan tangannya sebelum Lucas menghampirinya dengan wajah memelas itu lagi. Wajah yang ingin Agatha mengasihaninya sekali lagi. Sekali lagi saja untuk yang keseratus kalinya.

"Agatha, " panggil Lucas dengan perlahan. Dengan suara kecil dan bergetar. Lucas kelihatan belum tidur dan kurang makan. Ia kelihatan jauh lebih kurus dari sebelumnya. Rambutnya lusuh dan ada lingkaran hitam di sekitar matanya. Pria itu kelihatan berantakan dan Agatha tak ingin beralih dari hadapannya karena itu.

Ada rasa yang membuat Agatha begitu takut untuk berpaling. Bukan karena ia tak tega, ia justru ingin segera masuk ke dalam dan duduk dalam diam di kelasnya. Ia tahu akan seperti  apa Lucas kalau gadis itu berpaling darinya. Karena Agatha pernah berusaha, dan hidupnya selama sebulan di sekolah itu jadi mimpi buruk yang mengerikan.

Ketika semua murid cowok tahu Agatha tak sedang dilindungi Lucas, mereka mulai merasa mereka bisa memperlakukan Agatha sedikit lebih semena-mena. Menyentuhnya di tempat-tempat yang tak sopan, menyebutnya dan memanggilnya untuk mendekat atau duduk bersama mereka yang bergerombol.

Teman-teman perempuan Agatha sudah berusaha membantu sebanyak yang mereka bisa, tapi Agatha memang pada dasarnya tak akan aman kalau ia masih tetap di sekolah itu.

"Agatha, kenapa kamu begini kepadaku?" Tanya Lucas. Agatha mengernyitkan dahinya tapi kemudian berusaha menyembunyikan rasa herannya. "Begini bagaimana?" Tanya Agatha. Lucas meraih tangan Agatha lalu menggenggam tangan gadis itu erat. "Aku tidak suka kamu bersama pria itu." Kata Lucas.

"Itu ada diluar kuasaku, Lucas." Kata Agatha sambil mulai berjalan kedalam. "Ini untuk ayahku." Kata Agatha lagi.

"Agatha, aku tidak mengerti." Kata Lucas. "Aku pun sama." Jawab Agatha. "Tapi untuk apa aku mengerti kalau kemudian semuanya sama saja karena aku pun sudah terjebak."

Lucas mengernyitkan dahinya. Tidak pernah ia mendengar Agatha berani menjawabnya seperti ini. "Apa yang terjadi selama enam bulan aku tidak disini?" Tanyanya. Agatha menatap Lucas lalu pada tarikan napas ketiga ia menggedikkan bahunya. "Tidak ada terjadi apa-apa kok. Pertanyaanmu aneh." Kata Agatha sambil mulai berjalan masuk. Lucas mengekor di belakang Agatha dengan wajah yang gusar. Ia ingin lanjut bertanya tapi lidahnya jadi kelu karena jawaban Agatha yang tak terdengar lemah.

Tanah di bawah kaki Lucas seakan menghisapnya semakin dalam. Gadisnya telah berubah. Dan itu karena ia berusaha menghilang ketika Agatha terus menerus mencarinya dalam keputus asaan. Apa yang telah Lucas lakukan?

***

Jangan lupa vote dan commentnya! >♡<

Toy For YouWhere stories live. Discover now