XI

11.9K 1.2K 108
                                    

       Raeden Ardiaz Agratama adalah seorang pria yang sangat tampan. Semua orang yang pernah melihatnya akan dengan jujur mengakui itu. Keturunan asli Indonesia yang memiliki tulang pipi tinggi, garis rahang tegas, rambut kecokelatan, dan tentu saja tubuh kekar yang banyak dipuja wanita. Kalau kembarannya, Theron, memiliki warna kulit yang lebih cerah, Raeden kebalikannya. Pria itu cenderung sedikit lebih kecokelatan karena dia rutin melakukan olahraga menembak dan tennis yang memaksanya terpapar sinar matahari.

      Bukan hanya penampilan dan jenis olahraga yang membuatnya sangat laki-laki, tetapi Raeden semakin digilai karena status sosial dan nama belakangnya yang memberinya kuasa atas hampir seperempat pasar properti di seluruh Indonesia. Maka itu, ketika dia bersanding dengan Rose Asmaralaya sebelum wanita itu menjadi Chief Executive Asmaralaya Industries banyak orang yang kebingungan.

      Memang, ya, Rose Asmaralaya hampir tidak dikenali publik. Rose Asmaralaya yang selalu meminta adiknya, Alyssa, untuk menggantikan dirinya pada acara-acara bergengsi setiap kali kehadirannya yang diharapkan. Rose Asmaralaya yang tidak pernah pergi ke acara-acara itu karena Raeden—kekasihnya yang cemerlang itu—tidak memperbolehkan walaupun ia ingin sekali melakukannya. Rose Asmaralaya yang menyadari Raeden Agratava sangat posesif dan ia tetap menerimanya.

     "Kamu itu bukan cinta, Kak. Kamu itu bodoh," adalah kalimat pertama yang Alyssa ucapkan pada suatu pagi ketika Rose mengatakan dengan semangat bahwa Raeden baru saja melamarnya.

      Rose tidak marah saat ia mendengar itu dan ia memang tidak pernah marah setiap kali Alyssa bersikap sinis terhadap hubungannya dengan Raeden. Ia tahu tidak akan ada gunanya mendebat Alyssa tentang Raeden. Mudah untuk tidak memasukkan perkataan Alyssa ke dalam hatinya, tetapi apa yang susah adalah untuk menolak perkataan itu ke dalam kepalanya.

      Rose sangat amat mengerti ia akan selalu kalah jika ia berani menyanggah Alyssa karena apa? Karena Rose tahu Alyssa memang benar dan adiknya itu begitu memedulikannya.

      Namun, Rose tidak bisa melepaskan Raeden. Terlalu sulit, terlalu rumit.

      "Kamu mau mendengarkan aku atau kamu mau terus melamun saja, Rose? Apa yang begitu menarik untuk dipikirkan sampai kamu tidak menjawab perkataanku barusan?"

       Wanita yang tidak memakai make up apapun selain lipstick merah itu mengerjapkan matanya, menghamburkan pikirannya. Ia menolehkan kepalanya kepada Raeden yang menyetir di sampingnya, "Aku minta maaf. I was just thinking about the office, too hectic lately. Kamu tadi bilang apa memangnya?"

       Raeden berdecak sebal. "Aku bilang kamu belum meletakkan ponselmu di tengah sini," ucap pria itu lalu menunjuk bagian mobil di sekitar radio.

       Rose menganggukkan kepalanya dan melakukan kewajibannya di dalam mobil yang sering tidak sengaja dia lupakan. "Oh, iya, maafkan aku. Aku lupa."

       "Kalau kamu selalu lupa, aku akan berpikir kamu menyembunyikan sesuatu di ponselmu, Rose. Kamu tidak ingin aku berpikir seperti itu bukan?" tanya Raeden ketika Rose sudah meletakkan ponselnya di tengah sehingga keduanya bisa melihat layar ponsel wanita itu dan setiap notifikasi yang akan masuk.

       "Jelas saja aku tidak mau kamu berpikir seperti itu dan kamu selalu memeriksa ponselku setiap malam, Rae. Menutupi sesuatu dari kamu adalah hal yang tidak bisa dilakukan."

      "Good girl. Apakah kamu sibuk sampai malam? Aku mau menjemput."

       "Aku sibuk di kantor sampai sore, tetapi aku harus langsung mengantar dan menemani Alyssa pergi. Mobilku akan di antar ke kantor nanti siang supaya sorenya aku bisa menyetir sendiri."

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang