XXXIV

12K 1.5K 142
                                    

           "Astaga, jelek sekali dasinya."

           Rose mengomentari dasi Mikael sehingga pria itu melirik dan menyipitkan matanya. Ia baru saja mengunci pintu penthouse-nya saat Mikael juga melakukan hal yang sama. Baik Mikael dan Rose sama-sama ingin pergi ke kantor dan tidak sengaja bertemu di lorong apartemen.

          Sialan, bisa tidak sehari saja Mikael tidak tampan? pikir Rose. 

           "Thank you. What a compliment," balas Mikael sarkastis. 

            "Ini masih pagi dan kamu sudah galak sekali, Mikael. Tidak takut cepat tua, ya?" Rose meledek dan mulai berjalan mendekati lift. 

           Mikael mengekor di belakang Rose lalu berdiri di samping wanita itu untuk menunggu lift. 

            "Seharusnya yang takut cepat tua itu kamu karena pagi-pagi berkomentar sinis," kata Mikael. 

           Rose menjawab dengan kedua alis terangkat, "Aku hanya mengatakan fakta. Dasi kamu memang jelek kok. What is it? Four in hand knot? Benar-benar seperti anak sekolahan."

           "See? Kamu yang galak," Mikael membalas dan Rose segera membelalak. "Lagi pula aku terlalu sibuk untuk menghafalkan nama-nama ikatan dasi. Aku hanya asal mengikat saja."

          "You better learn about it supaya kita berhenti berdebat tidak jelas soal dasi."

           "Kalau aku belajar memasang dasi lalu apa guna kamu, Rose?" tanya Mikael kepada Rose.

           Sebisa mungkin Rose menahan senyumnya dan menjawab, "Aku? Aku hanya istri bohongan kamu dan mengikat dasi kamu tidak termasuk job desc aku."

           "Ya sudah, nikmati saja setiap kali kamu bertemu aku, dasi aku jelek terus. I've told you before." Mikael mengendikkan bahu.

          Rose berdecak lalu menggeram gemas. "Kapan sih kita berhenti membicarakan dasi? Dan apa ruginya mengikat dasi dengan baik, Mikael? Sudah banyak di internet caranya."

          Mikael mengangkat sebelah alisnya. Pria itu menatap Rose dengan kedua tangan tenggelam di saku, sedangkan Rose sibuk menghindari tatapan Mikael dan hanya menatap pintu lift yang tidak kunjung terbuka. 

          "Kamu tanya apa ruginya?" Mikael bertanya dan terdengar sedang menantang Rose.

          "Iya, apa ruginya? Kamu juga yang kelihatan lebih rapi, bukan?"

          Mikael tersenyum saat ia memberikan Rose jawaban, "Aku rugi besar, Rose."

          Rose menoleh kepada Mikael dan menatap pria itu dengan sebal. "Aneh kamu, Mikael."

          "Aku sudah bilang dasi aku akan selalu jelek dan harus lebih jelek daripada Raeden, Rose. Aku kalah kalau dasi Raeden lebih bagus dari aku dan itu adalah kerugian besar." 

          "Aduh, sudah deh, Mikael. Terserah kamu saja. Aku pusing," Rose berkata karena Mikael seakan menjadikan pembicaraan dasi ini sebagai sesuatu yang serius. Padahal, Rose tidak peduli sama sekali. 

          "Baik. Hari ini aku akan menemui perdana menteri Australia dengan dasi seperti ini," kata Mikael saat lift tiba dan Rose tidak berbicara apa-apa lagi. 

          Setelah mereka masuk ke dalam lift, Rose kembali melirik dasi Mikael yang sengaja pria itu ikat asal-asalan. Mikael menyeringai pelan saat Rose yang sebal itu menutup jarak mereka dan dengan terpaksa meraih dasinya. Rose kemudian mengikatkan dasi Mikael dalam diam sementara pria itu memandanginya. 

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang