LXXIII

10.7K 1.2K 72
                                    

       Satu bulan kemudian.

        Michael Leclair dan Oliver Asvathama baru saja sepakat untuk mengadakan kerja sama antara Leclair Enterprises dan Asvacon Engineering International—perusahaan konstruksi dengan total aset lebih dari tujuh puluh lima juta dolar AS yang menduduki peringkat pertama perusahaan konstruksi terbaik di tingkat ASEAN. Karena Gara Land adalah salah satu investasi besar yang telah Mikael tutup dengan tangannya sendiri, Leclair Enterprises sedang berencana untuk tetap membuat real estate di Labuan Bajo sana. Pada proyek kali ini, Asvacon Engineering akan menjadi kontraktornya.

       "Nice to meet you." Mikael tersenyum. Kedua pria itu berdiri dan mengancingkan jas sebelum berjabat tangan.

       "And you, Michael." Oliver menepuk lengan Mikael setelah mereka bersalaman. 

       "Pleasure is all mine." 

       Mereka saling mengangguk dan Oliver pamit untuk pulang lebih dulu, sementara Mikael kembali duduk di kursinya. Ia mengamati PAUL di Pasific Place yang sekarang ini belum begitu ramai karena belum jam makan siang. Matanya mengarah ke konter croissant dan detik itu juga ia tertawa pelan. 

       Mikael masih ingat ketika ia dan Rose makan di Benedict, lalu ia nyaris bertemu Keneisha saat Rose sedang izin ke toilet. Kemudian setelah mendengar suara Keneisha, ia marah-marah dan menyalahkan Rose yang meninggalkannya cukup lama. 

      "I'm sorry. I stopped by Paul. Aku beli croissant untuk kamu." 

       Itu adalah jawaban Rose dan Mikael tidak akan pernah melupakannya. Pria itu tersenyum dan menarik ponselnya dari saku. Menelepon Rose.

       "Hai, lagi apa?" sapa Mikael.

       "Habis mandi. Lagi di kasur. Wearing bathrobe," balas Rose polos.

       Mikael menunduk saat senyumnya semakin lebar. "Just bathrobe?"

       "Hmm..." Rose bergumam. "Kenapa memang kalau aku cuma pakai 'just bathrobe' di kasur? Kamu jadi mau pulang sekarang?"

        Astaga. Mikael menggelengkan kepalanya sambil terus mencoba menahan senyuman. "Aku masih harus ke kantor lagi, Sayang."

        Tidak ada suara. Rose sedang tersipu di ujung sambungan sana dan Mikael tahu itu.

        "Kok diam?"

        "Kamu sih pake sayang-sayang gitu," Rose mengomel dengan suara bergetar menahan tangis.

        Mungkin kalau Rose seperti ini bulan lalu, Mikael akan sangat panik dan langsung pulang. Namun, memasuki minggu ketujuh kehamilan, Mikael mulai terbiasa kalau Rose tiba-tiba menangis hanya karena hal yang sepele. Seperti masalah ini contohnya.

        "Kenapa memang? Jadi kangen ya?" ledek Mikael.

        "Nggak!" Rose mengelak.

        "Aku juga kangen. Makanya aku telepon kamu sekarang," kata Mikael lembut.

        Rose belum berhenti menangis dan Mikael yang masih tersenyum itu menghela napas. "Ya udah, aku pulang sekarang."

        "Nggak usah! Aku cuma lagi cengeng kayak biasa aja kok," ucap Rose sambil sesenggukan. "Kamu udah makan?"

        "Udah. Kamu juga makan ya. You eat for three," peringat Mikael.

        "Iya." Rose mengangguk di tempatnya, walau Mikael tidak melihat. "Makan di mana?"

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang