Bab 10 | Obrolan Tabu

16.2K 1.9K 37
                                    

Tidak telat hehehe, tapi bau-bau telat buat minggu depan udah kecium. Saya semakin malas ngetik.

Selamat baca :)

***

Mereka ini, memang sudah jadi Mama dan Papa. Setidaknya sejak bocah menggemaskan yang kini tengah bermain bola basket dengan Azka tiba. Misterius, membawa banyak tanda tanya tanpa jawaban.

Ternyata mereka terlanjur tertinggal oleh waktu. Tadi, bel masuk sudah berbunyi bahkan ketika tempat yang Azka tuju belum tampak. Rupanya cowok itu hanya ingin membawa anaknya ke halaman selatan sekolah. Tempat sepi bahkan ketika waktu sedang beristirahat. Semakin sunyi saat jam pelajaran kembali berputar.

Mereka hanya bertiga saja di sini. Dengan Killa berdiam diri di kursi kayu sedang anak dan calon suaminya bermain di pinggir taman. Azka sengaja membiarkan baby Kiel duduk di tanah. Menggulingkan bola jingga sampai bocah gembul itu tertawa lebar.

Mutiara kelam menyelami interaksi antara mereka berdua. Ada, satu hal yang terhubung namun tak terlalu tampak. Azka memang mengajak Kiel bermain dengan gayanya. Kalau dilihat-lihat, agak kaku. Terang saja. Cowok yang terbiasa akan keseriusan tiba-tiba dipaksa menjadi seorang Ayah.

Syakilla terkekeh dalam hati.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?"

Pemilik netra hitam mengerjap linglung. Apa tadi tanpa sadar dia tersenyum? "Ng-nggak kok, kak." Dia meringis. "Nggak ada apa-apa."

Azka mengangkat alis lebatnya sekilas. Dia mengambil Kiel yang masih mencoba memantul-mantulkan bolanya. Anak itu sangat serius rupanya. Liurnya lagi-lagi menetes.

Membersihkan sedikit tanah di celana belakang Kiel serta mengelap cairan dari celah bibir kecil. Kakak kelas itu mendekat kepada calon istrinya.

Dia mungkin sangat tidak peka akan tindakannya yang memancing gugup dalam diri si gadis mungil.

"Kita belum konfirmasi langsung ke IFLF."

Syakilla tercenung sejenak. Benar, Killa sendiri kelupaan untuk melakukan salah satu prosedur itu.

Sebagai pihak yang telah terdaftar dalam program IFLF, mereka akan diberikan Destiny Detector untuk saling mengetahui satu sama lain. Secara tak langsung, ketika Azka merebut paksa Destiny Detector Syakilla dan mencocokkannya dengan miliknya sendiri, informasi akan langsung terhubung ke dalam data IFLF. Namun sebagai pihak yang ditargetkan, Syakilla dan Azka harus melakukan verifikasi resmi kebersamaan mereka.

Semakin cepat dilakukan, semakin cepat kebersamaan dalam 90 hari habis.

Selama verifikasi belum dilakukan, maka kebersamaan mereka selama ini belum masuk ke dalam program 90 hari. Hanya sebatas pertemuan biasa.

"Em, iya Kak. Lebih cepat lebih baik." Syakilla tak bohong. Bukan berarti dia tak menghargai keberadaan Kiel hingga ingin anaknya segera kembali ke masa depan. Tapi terlalu lama menghabiskan waktu bersama Azka membuatnya tak nyaman.

"Pulang sekolah entar kita langsung ke kantor IFLF."

"Hah?"

Wajah rupawan itu menoleh dengan datar. "Lo, gugup?"

Luar biasa tidak ada canggung-canggungnya cowok itu. Syakilla mengalihkan bola mata ke mana saja. "Eum, t-terserah Kakak."

Pipinya pasti sudah sangat merah. Syakilla menggerutu. Mentalnya ternyata selemah itu. Dia menahan napas merasakan pahatan rupawan mencoba mendekat ke arahnya.

"Lo..." Azka memicingkan mata. "Berapa usia lo?"

Sambil menunduk pemilik surai sepunggung menjawab. "T-tujuh belas, kak."

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang