Bab 61 | Yang Bebas dan Tidak Bebas

9.7K 1.4K 220
                                    

Tanah basah yang dipijakinya menciptakan sedikit jejak sepatu. Berkat hujan semalam, suasana lembab dengan sisa tetesan air dari daun jatuh ke bumi. Mereka yang bertahan dan bermain-main sebentar di tubuh pohon, tak sengaja jatuh di hidung seorang manusia.

Tertutup hoodie sweater putih gading, satu tangan masuk ke saku saat satu lainnya menenteng sejumlah kertas penting. Dia diam mengamati gedung besar yang belum terlalu ramai penduduk.

Meski masih tersisa kantung hitam di mata, dia memilih segera bergerak sesuai keinginannya. Tak ingin terlalu lama berlarut dalam keraguan.

Hingga kaki itu melangkah penuh yakin menuju resepsionis. Sejumlah berkas yang telah dibawanya lengkap siap untuk didaftarkan.

***

Hasek up cepet kita? Cuma jarak 4 hari. Rekor banget gak sih? Pendek, pendek. Lagi transisi ke arc berikutnya.

Oke, happy reading ^,^

***

Dulu sekali, Mia pernah menyeretnya paksa melakukan ini. Bagaimana pun, jauh sebelum pertikaian antara Azka dan Mia, cewek itu adalah mantan penggemar yang pernah mencoba melakukan stalk gila-gilaan. Azka adalah anggota futsal di sekolah mereka. Kendati, statusnya yang sudah di tahun akhir sekolah membuatnya mulai tak terlalu aktif dalam ekskul tersebut.

Namun bukan berarti dia melupakannya begitu saja.

Sepertinya memang dasarnya Azka ini suka olahraga. Syakilla baru tahu kalau diluar sekolah, Azka ikut sebuah klub futsal yang anggotanya, sepertinya tak berbeda jauh dari cowok itu. Rata-rata bertubuh tinggi dengan garis wajah yang cenderung tegas.

Contohnya, seseorang dengan manik abu-abu.

Meski cowok itu mengenakan kaca mata, dia tetap santai bermain di lapangan tanpa kendala.

Duduk agak jauh, Syakilla menyender di kursi tribun sambil membalas pesan adiknya. Dia sesekali akan menengok lapangan, meski tak terlalu memahami jalannya pertandingan.

Di kursi sebelah, ada si gembul yang menunduk memperhatikan sepatunya sendiri.

Syakilla tertawa dalam hati. Kalau tidak salah, kontak fisik pertamanya dengan Kiel juga dalam kondisi yang tak jauh berbeda dengan ini. Bedanya, saat itu Kiel tak duduk di pangkuannya.

Bukan cuma itu, Syakilla bahkan tak dapat menyentuh dengan bebas anaknya sendiri. Terlebih karena alasan rasa takutnya.

Hanya dalam beberapa minggu, Kiel sudah tumbuh begitu banyak. Jika dulu rasanya Kiel begitu kuyu dan rapuh dalam pelukan Farah, kini bayi tersebut begitu bugar dan ceria. Tidak, bahkan jatuhnya Kiel jadi cenderung gemuk.

Syakilla menyentuh lengannya. Menelusuri, membentuk garis panjang dari lengan atas ke bawah.

Kiel menoleh.

"Hum?"

Hampir si gadis menyemburkan tawa dengan dua alis mini si kecil yang naik. Gumaman tanya itu sangat manis. Sampai tak tahan rasanya untuk tidak menoel hidungnya.

Kiel bangun. Mengenakan jumpsuit motif army dengan inner putih. Sepatu berbentuk kelinci kecil berbunyi setiap kali si bayi melangkah. Kiel berpegangan di dada ibunya, ingin berdiri lebih tinggi.

"Mah, mama. Hauf..."

"Duduk. Nanti jatuh."

"Hmmmm~~~"

Tapi bukannya duduk, dia justru ingin turun dari kursi. Saat ditahan, si bayi langsung berteriak.

"Mamaaaaaaaa!!!"

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang