Bab 2 | Satu Sebutan Maha Dahsyat

20.5K 2.5K 58
                                    

Selamat membaca. Silahkan beri dukungannya supaya cerita ini semakin berkembang :)

***

"Assalamualaikum."

Gadis berkuncir dengan peluh di wajah melepas sepatu dengan letih. Dia kemudian duduk di ruang tamu dengan sofa cokelat lusuh sambil berusaha merehatkan sejenak raganya.

Pagi tadi, benar juga. Setelah tatapan tak biasa, sepanjang harinya dipenuhi kegelisahan tak beralasan. Bahkan sempat dirinya ingin nekat datang ke gedung kelas dua belas hanya untuk mengintip Azka.

Bukan. Lebih tepatnya, melihat si bayi bermata cokelat yang merupakan duplikat mini Azka.

"Kakak, biasain ganti baju dulu baru istirahat." Alunan lembut namun tegas, berhasil memudarkan lamunan Syakilla. Si gadis bermata arang bulat menatap Ibunya.

"Iya, bu."

***

Pintu berderti dan tertutup.

Syakilla segera meletakkan tas dan mulai membuka kancing seragamnya. Hembusan angin kencang mendadak masuk ke kamar bernuansa hijau toska tersebut. Membuat si gadis membalik cepat badan dan terpekur melihat sesuatu di belakangnya.

Portal.

Dia menelan ludah berat.

Berikutnya muncul Pria dewasa berbalut setelan hitam yang pernah Syakilla temui beberapa hari lalu. Wajah orang itu tampak tak bersahabat namun tetap berusaha profesional.

"Andri Mahesa. Mengantar ulang Destiny Detector atas nama Syakilla Rahayu. Tolong yang satu ini jangan dihancurkan lagi." Tatapan tajam tersebut mengarah ke sudut kamar Syakilla. Tepat ke sebuah benda persegi panjang yang mirip seperti remot itu. Tentu dalam kondisi mengenaskan—rusak parah.

Syakilla memang langsung melenyapkannya beberapa menit setelah alat itu tiba.

Laki-laki dewasa yang mengaku sebagai anggota resmi IFLF kemudian meletakkan kembali alat serupa di ranjang sang gadis. Terhenti ketika Syakilla berujar cepat dan gemetaran.

"Saya gak mau terima itu. Kirim balik ke tempat asalnya."

Hening sejenak. Berikutnya suara berat menjelaskan. "Dengar, memang ini alasan program IFLF. Mungkin kamu gak sadar. Tapi tingkah kamu sekarang sudah menunjukkan kalau kamu perempuan yang suka lari dari kenyataan. Kamu nolak DD karena takut, kan?" Si Pria berjas mengangkat wajah. Menatap pemudi manis berseragam dengan penuh pengertian. "Kamu gak selamanya jadi remaja. Ada waktunya kamu tumbuh dewasa dan menikah. Tapi pernikahan gak semudah itu. Ijab kabul, sah, tamat. Ada banyak hal yang harus dipahami dalam pernikahan. Dan lari dari masalah, bukan salah satunya."

Syakilla meremas ujung roknya. Dia terdiam mendengarkan ucapan agen tersebut.

"Apa kamu gak mau tau keadaan anak kamu? Bahkan dilihat dari warna lampunya, saya bisa tau anak kamu kondisinya kurang baik. Lihat, di ujung sini." Mahesa menunjuk pada satu titik di pojok alat. "Kamu juga bisa pakai futur gps untuk mencari alamat rumah calon suami kamu dan ketemu sama anak kalian. Saya gak bisa bicara lebih banyak lagi. Tapi,"

Si gadis berambut sepunggung tak sadar jika lawan bicaranya sudah ada tepat beberapa jengkal saja. Ketika agen bertubuh tinggj itu menepuk kepalanya pelan dan berujar.

"Jangan lari, Syakilla Rahayu."

***

Jadi semakin berat.

Syakilla sudah kehabisan daya untuk mencerna ataupun menyusun rencana demi kelangsungan hidupnya. Bayang-bayang akan apa yang dapat terjadi kemudian benar-benar telah menghantui jiwanya. Bahkan saat terlelap, sukma yang terus memikirkan persoalan 'masa depan' tetap terjalin menciptakan visual mengerikan berbentuk alam mimpi. Killa tak dapat memejamkan mata tanpa bayang mengerikan itu singgah.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang