Bab 16 | Posisi

12.3K 1.9K 131
                                    

Heyuuu Bab 16 meluncur.

Happy reading.

Dia fokus belajar. Minggu ini, adalah minggu UAS semester ganjil. Syakilla selalu serius di tiap mata pelajaran. Dia mencatat beberapa materi yang masih harus dipahaminya. Alisnya berkerut ketika suara bising dari luar bersahutan. Ada teriakan kesal serta peringatan. Di jeritan kedua, gadis berambut sepunggung itu melepaskan kasar pensil. Lalu beranjak dari meja belajarnya.

"Dimas! Kamu apain Kiel?!"

Saat pintu kamar sederhananya terbuka, Killa langsung menuju ke ruang keluarga. Hanya ada adik semata wayangnya bermain bersama seorang bayi. Namun sejak tadi, si gembil imut itu menangis. Langsung mengadu begitu melihat Ibunya.

"Mama..."

"Gak Dimas apa-apain Kak. Tau-tau aja dedeknya nangis. Sumpah!" Dimas melengking sakit ketika sang Kakak mengetuk jidatnya.

"Gak bakalan nangis dia kalau gak kamu usilin." Demikian, Syakilla meraih tubuh Puteranya. Menggendongnya sambil mengusap pipinya.

"Ya dia haus kali Kak. Orang gak Dimas apa-apain kok!" Mundur selangkah. Anak kelas enam SD tersebut memasukkan tangan ke dalam karet pinggang celananya. "Cuma dicubit pantatnya aja dikit."

"DIMAS!"

Telat. Anak itu sudah lari tunggang langgang ke luar rumah. Mungkin sekalian bablas ke lapangan untuk main sepak bola. Syakilla mendengus. Dia memilih ke dapur untuk membuat susu saat anaknya tak jua diam. Meraih sebuah dus di dalam lemari, dia tercenung.

Susu anaknya habis.

Syakilla mendesah.

Dia kembali ke kamar. Memeriksa dompetnya sendiri. Sejak awal, gadis tersebut memang tipikal orang yang tak suka menghabiskan uang untuk jajan. Jadi dia punya cukup banyak tabungan untuk sekedar beli susu Kiel. Diperiksanya juga persediaan popok sang Putera. Lagi-lagi mendesah.

Dompetnya akan bolong sebentar lagi.

Sebenarnya, bisa saja dia meminta uang tambahan pada orang tuanya. Tapi Killa merasa ini adalah tanggung jawabnya. Apalagi sampai detik ini, Bapaknya tak tampak bisa menerima dengan baik keberadaan Kiel—ataupun Azka.

Syakilla takut membebani. Dia memilih mencoba memikulnya sendirian.

Dipakaikannya Kiel jaket. Sore ini habis hujan. Lingkungan basah dan angin yang berhembus membuatnya cukup kedinginan. Lalu memasukkan Kiel ke dalam front carrier tosqa. Dia juga mengambil topi berbentuk panda dan menempatkannya di kepala Kiel.

Masih mendung. Sebuah minimarket terdekat terdapat di samping kanan gerbang kompleknya. Artinya hanya beberapa ratus meter dari rumah. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Mata Killa meneduh mendengar celotehan sang Putera. Tangan mungilnya terulur ke udara, sesekali meregang katup seperti mencoba menggapai sesuatu. Udara bsah cukup segar untuk dihidu. Jalanan pula sepi tak banyak kendaraan lewat.

***

Dari galeri ponsel dia mengamati, detail bungkus produk yang sudah dipotretnya untuk berjaga-jaga. Dus susu berwarna biru dan emas dengan merek cukup terkenal. Syakilla berjalan menyusuri rak mencari keberadaan susu bayi. Matanya teliti memindai. Dia mengangkat kedua alis begitu membaca merek dari susu yang dicarinya.

Menghela napas lega, gadis tersebut lalu mengintip label harga. Seketika tangannya melemas melihat harga yang tertera lebih dari dua ratus ribu rupiah.

Mahal sekali.

Uang yang dibawanya memang cukup. Tapi, dia tidak bisa membeli popok kalau begini.

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang