Bab 18 | Menantu VS Mertua

12.1K 1.8K 126
                                    

Selamat malam.

Setelah sekian minggu—atau bulan, akhirnya kita dipertemukan lagi di bab berikutnya dari cerita 90 days ini.

Ah, bodo.

Intinya, saya gak ngerasa punya salah karena emang gak buat janji apa-apa*digampar.

Tapi saya emang gak pernah salah sih.

Happy reading :*

***

"Bisa dijelasin?" Tenang, namun Syakilla pun tak bisa membayangkan monster kemarahan dari neraka mana yang menempeli punggung Ayahnya. Mata yang telah memiliki gurat keriput menatap, menuntut ke dua ramaja di ruangan tersebut. "Hm?"

Namun Azka justru bereaksi santai. Tangannya sempat mengelus pelan dahinya begitu dia paham kalau adik kelasnya ini, lagi-lagi tidak terbuka kepada orang tuanya. Padahal kurang dari dua minggu lagi, mereka akan pergi. "Ada kegiatan parenting, itu jadwal resmi dari IFLF. Kegiatannya cuma satu minggu, sebenarnya. Tapi saya sekalian mau tahun baruan di sana. Jadi—"

"Tahun baruan? Kamu sama anak saya?!" Diki langsung protes tak terima.

"Bukan cuma kami. Saya ajak beberapa teman saya yang lain buat ikut ke sana. Ada perempuannya juga biar Syakilla punya temen. Di tambah, nanti kami juga pisah kamar. Jadi gak akan ada masalah."

Tanpa sadar Syakilla mengedip takjub. Meski dirinya masih gugup dengan intimidasi Ayahnya, ketenangan yang Azka tunjukkan ternyata lebih kuat. Gadis itu mengerjap dua kali sebelum mengalihkan pandang saat anaknya menggumam. Ingat bahwa dia masih menyuapi Kiel.

"Kalian ceritanya mau sekalian liburan gitu? Jalan-jalan?!"

Bagus. Sekarang mulut cabai Nyonya rumah menyambar.

Azka tersenyum manis—cukup mengejutkan Syakilla. "Ibu bisa bilang begitu."

Rasa gigil aneh merayap di tulang belakang Syakilla begitu tatapan berbinar tak manusiawi Ibunya tampak. Sakira menangkup kedua tangannya. Tersenyum lebar dengan mata bercahaya. "Wah... berarti—"

"Gak boleh."

Semua menoleh ke satu titik.

Masih tenang meletakkan sendoknya, Diki mengangkat pandangannya ke arah Pemuda tinggi bermata cokelat. "Syakilla gak pernah pergi jauh sendirian tanpa orang tuanya. Di tambah, itu sampai ke luar pulau. Saya tidak kasih kalian ijin."

Hening sesaat. Keputusan Diki terdengar terlalu final tak tergugat. Sakira yang biasanya senang mendebat suaminya pun terdiam. Hanya Dimas yang berani melanjutkan makannya, mengisi ruangan hening dengan denting pelan sendoknya.

Dalam lubuk hati, sebenarnya Syakilla tidak terlalu terkejut. Jujur saja dia agak mengharapkan ini. Meski bukan hanya berdua saja, sulit membayangkan dia berada di tempat asing tanpa orang tuanya atau pun orang lain yang cukup dekat dengannya. Diam-diam dia mendesah lega.

Sampai...

"Saya paham soal itu."

Kali ini seluruh tatap beralih ke arah remaja cowok tersebut.

"Saya tau kalau Syakilla tipikal perempuan rumahan yang jarang keluar rumah. Belum lagi, sebagai orang tua..." Azka melirik Diki. "Om pasti khawatir karena gimanapun saya ini orang asing buat Syakilla."

Sekarang Azka benar-benar meletakkan sendoknya. Fokus melawan tatapan menghunus calon ayah mertuanya.

"Om juga gak mungkin langsung percaya begitu aja sama saya. Ngelepasin putri Om satu-satunya buat pergi sama cowok gak dikenal kayak saya. Dan, bukan cuma satu atau dua hari. Tapi dua minggu. Terutama untuk jarak yang terlalu jauh."

90 Days, Education Of Being ParentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang