Yossi didorong dengan kasar ke sudut toilet sehingga kepalanya membentur dinding, menimbulkan sebuah lebam yang ngilu di dahi. Tawa licik kedua gadis itu terdengar di telinganya.

Byurr!

Tubuh Yossi basah kuyup karena disiram air bekas pel. Seketika tatapannya kosong ke arah ember yang terjatuh di depannya.

"Kamu itu pembawa sial! Pantasnya dijauhi, dibenci!"

Suara bentakan dan pecahnya ember ketika dibanting terngiang di telinganya. Pikirannya seakan sedang berjalan-jalan tepat di bagian masa lalu.

"Mandinya ... enak? Ya udah. Lo tinggal nginep dan mandi sepuasnya di sini sama setan!" Setelah menendang ember, Tanara keluar dan menutup pintu. Sungguh, dia puas saat ini.

"Woy, Ketupat Sayur! Ngapain ke toilet cewek? Yang ada lu ketemu setan, bukan bidadari!"

Suara teriakan Dimas mengagetkan Tanara dan Jenny yang baru saja akan berjalan meninggalkan toilet. Mengetahui Levin mendekat, keduanya langsung bersembunyi dalam gudang yang ada di sebelah toilet.

Levin mengecek satu persatu toilet mencari keberadaan Yossi dengan raut wajah yang sudah memerah. Membiarkan kedua temannya yang hanya mengekori saling menyalahkan sebab memberitahu hal ini.

"Lo sih, pake ngomong segala," kata Dimas menyalahkan.

"Lo juga kagak ngasih tau gue kalo ada Levin." Bio yang tak merasa bersalah pun menjawab tak kalah sengit.

Tepat di ujung toilet, Levin mendapati Yossi meringkuk menyembunyikan wajah di sela-sela lutut dalam keadaan basah kuyup. Ember, kain pel, gayung dan semua yang ada di dalam berserakan di lantai.

"Lo bersihin WC apa bersihin badan? Di kontrakan kagak ada air?" Levin bersandar di daun pintu seraya mencoba mengajak Yossi berkomunikasi. Namun, tak ada jawaban selain isakan yang terdengar.

Levin duduk di depan Yossi. "Lo nangis?" Tangannya mencoba menyentuh lengan gadis itu.

"Jangan sakitin Yossi, Yah! Yossi cuma kangen!" Yossi mendorong pemuda di depannya hingga terjatuh. Matanya menyorot ketakutan yang luar biasa tanpa mau menatap siapa di depannya.

Levin terkejut dengan penolakan kasar ini. Hatinya bertanya-tanya, apa yang terjadi dengan Yossi sehingga merasa takut seperti ini? Pasti ada orang lain di baliknya.

"Gak jelas lo!" ucap Levin. Tangannya kembali berusaha meraih lengan Yossi, lagi-lagi pemberontakan dan kata-kata itu terus keluar, lalu terulang.

"Jangan pukul Yossi, Yah. Yossi minta maaf!"

Karena tak tahan dengan kelakuan ini dan tidak baik juga berlama-lama di ruang keramat ini, Levin menarik paksa tubuh Yossi ke dalam dekapannya. Meskipun dadanya adalah sasaran tinju Yossi.

"Ini gue, bukan bokap lo," ucap Levin saat mendengar kata ayah dari mulut Yossi. Ia semakin mengeratkan pelukan sampai Yossi perlahan lemas tak sadarkan diri.

"Jadi cewek ribet amat, sih. Nyusahin!" ketus Levin setelah menghela napas dengan kasar.

Selanjutnya, tubuh mungil itu dibopong keluar. Dimas dan Bio yang menunggu di luar melongo heran.

"Gue naik mobil buat nganter, nih, makhluk halus. Kalian berdua pake motor aja," kata Levin melangkah meninggalkan keduanya.

"Si Yossi napa, tuh?" tanya Dimas menatap punggung Levin yang lambat laun mulai menjauh.

"Ya ... jangan tanya saya," imbuh Bio yang belum juga berpindah dari tempat.

"Jangan-jangan diganggu setan? Atau ... lagi kerasukan?" tambah Bio mengada-ngada.

"Lo mah gitu, percaya ama tahayul. Padahal lo tau gimana kehidupan Levin sejak dulu. Jangan-jangan mereka ...."

"Sama-sama broken home?" potong Bio, kali ini ia benar dengan lanjutan dari perkataan Dimas.

Tiba-tiba suara benda terjatuh dari gudang, lebih tepatnya lagi suara benda yang membentur lantai terdengar keras.

"Mampus, setannya marah!"

Serempak keduanya berlari terbirit-birit. Mereka tidak punya nyali untuk menengok kembali ke dalam.

Bersambung ....

Jangan lupa votement-nya, readers! Oh, ya bantu share cerita Wound In A Smile, biar rame🤗.

Komen next!

Sampai jumpa di part selanjutnya🎉

Nona Bakso

Wound In A Smile [On Going]Kde žijí příběhy. Začni objevovat