-Tidak Nyaman-

744 139 29
                                    

"APA!?"

Athanasia dan Lucas refleks menutup kedua telinganya kala mendapati gelombang suara berfrekuensi tinggi yang dapat membuat gendang telinga pecah.

Gadis bersurai keemasan itu masih saja bersembunyi di balik tubuh besar Lucas. Jujur ia masih mengumpati kecerobohannya sendiri dalam batin.

Jika saja ada kekuatan untuk memanipulasi ingatan atau mengulang waktu maka Athanasia akan menggunakannya tanpa berpikir dua kali.

Sekarang Athanasia ragu apakah Cabel bisa tutup mulut perihal apa yang ia lihat hari ini.

Dari belakang Athanasia menatap Lucas yang menatap Cabel. Gadis itu benar-benar mengharapkan pertolongan dari Lucas.

Lucas yang merasa ada hawa ketakutan dan ketidaknyamanan dari balik punggungnya menghela napas panjang. Tanpa disuruh pun pemuda itu sudah pasti menyelamatkan Athanasia.

"Seperti yang ku ceritakan tadi, aku dan Athanasia memang sudah saling mengenal. Jadi, bisakah kau merahasiakan pertemuan ini?"

.
.
.

Cabel kini menatap Athanasia yang duduk di hadapannya dengan mata berbinar-binar. Athanasia yang ditatap seperti itu hanya bisa tersenyum canggung dan mencoba untuk tidak berkontak mata dengan pemuda bersurai coklat yang seperti kehilangan jiwanya.

"Jangan menatapnya seperti itu, dia tidak nyaman" ucap Lucas yang mulai tidak suka dengan keadaan Cabel yang bahkan tidak berkedip sama sekali.

Setelah beberapa menit lamanya untuk pertama kalinya Cabel berkedip dan mengalihkan pandangannya ke arah Lucas.

"Bujang~ elu kagak bilang kalo lu temenan sama artis, w kira impian lu untuk ketemu sama Athanasia itu cuma bualan" Cabel mengatakan hal itu dengan senyum yang tak pernah pudar.

Lucas memutar bola mata malas. Cabel kembali memusatkan perhatiannya ke gadis di hadapannya.

Menurut Cabel, jika melihat Athanasia secara langsung itu seperti melihat seorang peri. Surai emas yang berkilau, mata permata yang menatap penuh kelembutan, wajah cantik, kulit putih dan mulus, benar-benar indah ciptaan Tuhan.

Pemuda bersurai kecoklatan itu membersihkan tangannya seolah ada debu yang menempel. Kemudian ia mengulurkan tangannya ke hadapan Athanasia.

"Perkenalkan, Cabel Ernst, sahabat sejati Lucas"

Athanasia menerima uluran tangan itu. "Salam kenal, Cabel"

Cabel tak kunjung melepaskan tangannya dari genggaman Athanasia. Waktu seolah berhenti dan kini tubuhnya terasa membeku kaku.

Athanasia berusaha melepaskannya namun tidak bisa.

"Udah woi" ucap Lucas yang membuat Cabel melepaskannya.

Lucas menatap tajam ke arah pemuda bersurai kecoklatan itu. Sedangkan yang ditatap hanya memfokuskan pandangannya ke arah tangannya sendiri yang sempat berjabat dengan Athanasia.

Cabel menatap tangannya berbinar seolah itu adalah benda pusaka yang harus dijaga.

'Aku tidak ingin mencuci tanganku'

Lucas geleng-geleng kepala melihat kelakuan teman dekatnya itu.

"Dia memang orang bodoh dan memiliki otak lemot, jadi tolong dimaklumi" ucap Lucas kepada Athanasia.

---

"Mau apa kakak kemari?"

Athanasia menatap datar pemuda bersurai keperakan yang duduk di hadapannya.

Satu jam setelah Athanasia pulang dari toko roti Lucas, Izekiel memang datang untuk menemui gadis itu di mansion nya. Niat hati ingin memperbaiki hubungan keduanya yang merenggang.

Athanasia sudah tidak begitu tertarik untuk berdekatan dengan Izekiel. Tidak ada alasan khusus, ia hanya tidak nyaman. Entah apa yang membuat gadis itu merasa demikian.

Izekiel menampilkan senyum lembut yang menjadi ciri khasnya selama ini. Senyuman yang menjadi topeng untuk menutupi dirinya yang sesungguhnya.

"Aku hanya ingin meminta maaf, seharusnya aku tidak mengekangmu seperti saat itu, aku tau seorang Athanasia memiliki jiwa bebas."

Athanasia terdiam. Kemudian helaan napas terdengar dari mulutnya.

"Aku memaafkan kakak, lagipula aku sudah melupakan masalah itu"

Memaafkan bukan berarti ia ingin kembali seperti dulu. Memang masalah itu sepele tapi Athanasia sudah terlanjur kehilangan kenyamanannya.

Sayangnya gadis itu terlalu enggan untuk mengatakan isi hati dan pikirannya.

Mendengar jawaban Athanasia membuat pemuda di hadapannya memperlebar senyumannya. "Terimakasih"

"Hmm"

Jawaban singkat yang tidak menunjukkan keceriaan sama sekali. Tidak seperti biasanya yang selalu menatap dirinya dengan lembut dan terkadang ceria.

"Memangnya seperti apa pemuda berambut hitam itu?" Izekiel mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

Wajah Athanasia yang mulanya datar perlahan melembut. Senyuman terbit di paras menawannya. "Dia adalah orang yang baik dan menyenangkan."

Izekiel menatap Athanasia dengan pandangan aneh. Ia semakin yakin bahwa jarak yang tercipta antara dirinya dengan Athanasia kian menjauh.

Tidak ingin ditinggalkan namun pada kenyataannya Izekiel sudah kehilangan Athanasia.

Keberadaannya dalam kehidupan gadis itu hanya sebagai hiasan semata. Hadir hanya untuk mengisi kekosongan hidup Athanasia yang merupakan anak tunggal. Hanya sebatas seseorang yang membuat Athanasia merasakan adanya sosok kakak, tidak lebih.

Izekiel yang tidak ingin kehilangan tanpa sadar sudah memukul tengkuk kepada gadis itu. Membuatnya pingsan tanpa mempedulikan CCTV yang merekam apa saja yang ia perbuat.

Dirinya telah dibutakan dengan obsesinya yang selalu menginginkan Athanasia.

Tangan besarnya membawa Athanasia ke dalam dekapannya. Sebelum ada yang menyadari, ia segera kabur. Dengan mudah melewati bodyguard-bodyguard yang menjaga sekeliling mansion.

Hingga tiba di mobil mewahnya dan dengan perlahan menidurkan Athanasia di kursi belakang.

Pergi kemana hatinya ingin pergi. Menjauh ke tempat ia bisa menjadikan Athanasia miliknya seutuhnya.

Mengurung gadis itu dan tidak membiarkan siapa pun menemukannya.

Hanya ada dirinya. Biarkan Athanasia hanya menatap kepadanya.

-Bersambung-

Haloo
Udah lama gak up nih

Untuk cerita ini sebenernya otakku udah buntu, jadi kemungkinan alurnya dipercepat aja kali ya..

Gapapa kan?

SophieLaras

IMPOSSIBLE [SIBAP Fanfiction]Where stories live. Discover now