Undangan

214 135 128
                                    

Waktu berlalu begitu saja. Ajang OSN telah usai, menyisakan hari pahit setelah Fairy mengikuti OSN.

"Hiks ... hiks,"tangis Fairy yang tersedu-sedu di ruang tidurnya itu. Duduk di atas kasur empuknya bersama mamanya.

"Sudahlah nak ...,jangan nangis terus,"ucap Diana seraya mengelus lembut, rambut kepala anaknya.

"Mama sama papa itu sudah bangga sama kamu. Kamu sudah berhasil masuk di seleksi peserta OSN, kamu mampu mengikuti olimpiade itu, mama sama papa sudah seneng banget nak .... Ingat nak, kamu sudah berhasil terpilih menjadi peserta seleksi yang masuk OSK dan OSP. Kamu sudah mengikuti pelatihan sampai sejauh ini, sampai kamu berada pada ajang OSN kemarin. Mama sama papa sudah bersyukur banget."

"Tapi Fairy ngga berhasil dapetin juara OSN Fisika tahun ini ma ... hiks ... hiks,"ucap Fairy dengan tangis yang masih tersedu-sedu. Ya, kemarin adalah hari dimana Fairy gagal mendapatkan apa yang ia harapkan. Ia tidak berhasil menjuarai OSN dibidangnya itu.

"Fairy dengerin mama." Diana menangkup kedua pipi anaknya itu lalu mengusap lembut tetesan air yang keluar dari indra penglihatan anaknya, lantas membuat Fairy menatap mamanya masih dengan isakan.

"Semua itu tidak mudah didapatkan nak. Menjadi utusan dari provinsi itu tidak mudah didapatkan dan kamu sudah menjadi yang terbaik. Fairy boleh sedih, Fairy boleh nangis. Tapi untuk apa Fairy tidak berhenti menangisi kejadian yang telah berlalu nak. OSN sudah terlaksana kemarin dan kamu masih saja menangisi itu.

"Mama mengerti perasaan Fairy, tapi yang perlu Fairy tahu, Fairy harus terima, mungkin ini belum rezeki Fairy, dan yang perlu Fairy lakukan adalah belajar lebih baik lagi. Belajar dari apa yang Fairy alami saat ini, yang menandakan Fairy harus lebih semangat berjuang untuk mencapai apa yang Fairy inginkan. Dan ingat, doa dan usaha itu harus balance nak,"tutur Diana seraya merengkuh tubuh anaknya itu.

"Kamu masih ingat filosofi bunga edelweis kan?"tanya Diana seraya mengusap lembut rambut panjang anaknya, lantas membuat Fairy mengangguk dalam pelukannya. Fairy merengkuh erat tubuh mamanya itu.

Sebenarnya rasa sedihnya tak hanya disebabkan oleh OSN kemarin, tetapi juga karena guru les privatnya itu. Bima sama sekali tak bisa ikut mengantar Fairy kemarin, dan Bima juga tak menanyakan apa pun kepada Fairy sampai saat ini. 'Fairy maaf, kakak ngga bisa ikut nganterin kamu, kakak ada urusan kuliah. SEMANGAT YA'. Begitulah isi chat dari Bima kemarin. Memang hubungan mereka hanya sebatas guru dengan muridnya. Tetapi, tidak untuk Fairy. Bima sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri, tapi juga memiliki perasaan tersendiri di hati Fairy. Cinta, satu kata yang lolos Fairy sebut dalam hatinya untuk Bima.

. . .

"WHAT!?"Pekik Yaffa melompat turun dari kasur empuknya membuat kedua sahabatnya yang duduk di atas kasurnya itu terlonjak kaget. Suara Yaffa menggema di ruangan yang berisi ranjang king sizenya itu. Sekarang mereka bertiga, sedang berada di kamar Yaffa. Yaffa menatap geram dua sahabatnya, yang hanya menatap polos ke arahnya.

"Fairy,"ucap Yaffa menunjuk Fairy membuat Fairy mendongak dan membelalak. Yaffa menyipitkan mata dengan nafas yang tidak teratur.

"Lo bohong kan?"tanya Yaffa, membuat Fairy segera menggelengkan kepalanya.

"Kenapa lo baru bilang, kalau lo mau pindah ke Jakarta dua hari lagi?!"kesal Yaffa sambil menghentakan satu kakinya.
Ya, memang OSN sudah lewat dan kini, saatnya Fairy bersiap untuk pindah ke Jakarta.

"Lo tahu kan Ri, gimana nanti gue jadinya kalau ditinggal sama lo,"ucap Yaffa dengan dramatis.

"Ya ...."Fairy memainkan jarinya sambil merunduk. "Gue kira ... papa ngga jadi pin--,"cicitan Fairy terpotong oleh kalimat Yaffa.

 Jingga (Hiatus)Where stories live. Discover now