Sisi yang Berbeda

138 74 486
                                    

🍁
Bantu tandai typo🙏
______________________________________________

"Haaa???" Al mengerim motornya dengan mendadak, membuat pelipis dan lengan Fairy menempel punggungnya.

"Aish," ringis Fairy. "Kenapa ngerim mendadak sih, Kak?!" protesnya, lantas mendengus.

Al menoleh ke belakang membuat Fairy refleks menjauhkan wajahnya dengan membelalak.

"Lo tadi bilang apa?" tanya Al dengan wajah cengonya.

Fairy mengerjap-ngerjap dan mengalingkan wajahnya ke arah lain. "Aaah ...." Fairy menggerakan bingung kedua bola matanya, meringis dalam hati.

"Jingga ...," cicitnya, kemudian merunduk. Apaan sih. Jingga apa? Jingga siapa? Ya kali Kak Al yang gue sebut Jingga selama ini. Peristiwa kayak gitu nggak cuma terjadi di hidup lo sendiri, rutuknya dalam hati.

"Jingga?" Al mengernyitkan dahinya. "Jingga apa?" tanyanya tidak mengerti, membuat Fairy mendongak.

Fairy menggelengkan kepalanya. "Nggak. Bukan apa-apa," ringisnya.

Al menghela napas. Sama sekali tidak mengerti. "Nanti gua tagih ucapan, lo," katanya, menghadap ke depan lagi dan mulai menarik gas motornya.

Fairy memukul pelan keningnya kemudian berdecak lemah. Melirik lesu Al yang sudah fokus menyetir. "Kita mau kemana?"

"Lah. Ngantar lo, lah," jawab Al, membuat Fairy menegakkan tubuhnya.

"Kak Al tahu rumah, gue?"

"Ck. Apaan, sih. Kak Al-Kak Al dari tadi. Sok kenal, lo!" ketusnya, membuat Fairy langsung mengatupkan bibirnya. Merunduk dengan lesu. Fairy memang terbiasa menyebut seseorang yang ia tahu umurnya lebih di atasnya dengan sebutan 'Kakak'.

Terkadang Fairy merasa senang punya pribadi yang mudah akrab dengan seseorang, tapi lambat laun ia menyadari, terlalu menerima orang juga tidak semuanya bisa menjadi hal yang baik. Beruntung jika seseorang itu juga bersifat menerima, kalau tidak? yang ada bisa membuat seseorang itu merasa tidak nyaman.

Al yang mendapati Fairy terdiam, melirik spion. Garis wajahnya mengendor. Apa cewe ini tersinggung dengan ucapannya? Namun, ia tidak bermaksud seperti itu.

Al berdeham. "Sorry ... gua ... nggak maksud," katanya, masih melirik spion.

Fairy mendengar itu, tapi tidak ingin menjawabnya. Ia terdiam, sibuk dengan pikirannya. Bahkan tidak peduli pemuda ini mau membawanya ke mana, ya walaupun dalam hati masih ada rasa was-was. Ia sibuk berkelana dengan pikirannya yang akhir-akhir ini merasa overthinking. Ia merasa banyak orang yang tidak menyukainya.

Sampai lamunannya buyar ketika merasakan kendaraan yang ia tumpangi sudah tidak bergerak. Ia menoleh. Melihat Al memberhentikan motornya di depan gerbang rumah yang lumayan besar.

"Kenapa Kak? eh! Kenapa?" ulang Fairy melirih, menghilangkan kata 'Kak' pada akhir kalimatnya.

"Ke rumah gua dulu."

Fairy tersentak. "Gue mau pulang."

"Udah Maghrib. Lagian lo pengen pulang, tapi dari tadi nggak ngasih tahu arah rumah, lo," kata Al, membuat Fairy mengatupkan bibirnya. Ia menghela napas. "Mampir dulu," katanya lebih lembut. Fairy hanya balas mengangguk.

 Jingga (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang