Epilog

576 143 8
                                    


Seoul, 2032

"Apakah benar-benar tidak bisa di batalkan?"

Helen mengangguk, "bisa Nona, tapi anda harus menganti biaya untuk kepulangan Mr. Zhang ke Shanghai."

"Akan ku ganti, jadi cepat batalkan kerja sama itu."

Helen lagi-lagi mengangguk lalu keluar meninggalkan ruanganku.

Aku langsung bangkit dari tempat duduk ku kemudian menyambar mantel dan kunci mobilku. Aku benar-benar ingin pergi sekarang, aku sedang—entahlah.

"Nona anda mau kemana?" Tanya Helen saat aku melewati meja kerjanya yang berada di depan ruanganku.

"Aku akan pergi ke Taman Kota sebentar. Setelah itu aku akan kembali."

Helen mengangguk paham, "baiklah. Hati-hati Nona."

Aku mengangkat jariku lalu membentuk tanda 'oke' lalu melesat menuju Taman Kota. Entah apa yang sedang ku pikirkan sekarang, tiba-tiba saja aku ingin ke Taman Kota.

Tak lupa aku juga membawa benda kecil berupa liontin yang sudah kusimpan rapi dalam kotak hitam ini.

Aku terdiam sebentar untuk benar-benar menurunkan kakiku di atas aspal jalanan dekat taman kota. Mataku tertuju pada dua orang yang hendak menyebrang jalan.

Senyum simpul kembali hadir di bibirku saat melihat pasangan itu. Setetes air mata jatuh di pipiku saat momori dua belas tahun lalu kembali tersirat. "Ini bukan waktunya untuk menangis."

Benar, kedua orang itu adalah Huang Hyerin dan Park Jisung yang datang dari 2020.

Aku duduk di salah satu bangku yang sedikit jauh dari pasangan itu. Mengamati setiap inci geraknya. Ingin rasanya aku menemuinya dan mengajaknya berbicara. Tentu saja hal itu tak bisa kulakukan karena mungkin saja aku bisa merubah masa depan.

Jika kalian tanya, kenapa aku tidak menggunakan liontin ini untuk memundurkan waktu agar bisa mencegah penyerapan hypnosis oleh naga itu, jawabannya tidak bisa. Liontin itu tidak bisa di gunakan di Dunia Arzet, karena Dunia Arzet memang sudah mati dan tidak mengalami perubahan waktu.

Demi apapun aku benar-benar tak bisa menahan air mataku saat melihat Park Jisung memberikan liontin itu kepada Huang Hyerin. Tanpa sadar aku ikut membuka kotak yang kubawa dan menggenggam erat liontin yang sama.

Aku merasakan mataku kembali memanas dan dadaku mulai sesak. Sial, aku menangis lagi.

Aku yakin Huang Hyerin sedang melihatku menangis sekarang. Dalam lubuk hati terdalam, aku ingin menghampiri Jisung dan memeluknya erat. Mengadukan keluh kesahku bagaimana aku hidup setelah ia meninggalkan ku.

Lagi-lagi itu tak bisa ku lakukan. Yang ada Jisung hanya menatapku bingung dan menganggap aku adalah orang gila karena mengatakan hal yang tak mungkin.

Tiba-tiba seorang datang dan mengusap bahuku. Sontak aku mendongak lalu menatapnya. "Kapan kamu nyampe kesini?!"

Lelaki itu tersenyum, kemudian duduk di sampingku. "Sekitar beberapa menit yang lalu, mungkin—?"

Aku terdiam tak menanggapi ucapannya.

Lelaki itu langsung membawaku ke pelukannya. "Nangis aja, biar nggak ada beban." Ucapnya sambil mengusap kepalaku.

"Dejun! Aku kangen Jisung." Gumamku pelan, aku tak bisa menangis lagi. Air mataku sudah habis. Sudah sepersekian jam aku menangis sendirian meraungkan nama seorang yang telah tiada.

"Pulang yuk! Disini banyak kenangannya, ntar bikin kamu sedih." Xiaojun menuntunku untuk berdiri.

"Sini kotaknya biar aku yang bawa." Lelaki itu meraih kotak yang kubawa. Tangannya yang lain merangkul bahuku dan kembali menuntunku untuk berjalan keluar dari taman ini.

Xiaojun, iya dia adalah teman semasa sekolahku dulu. Entah kerena apa, kita bisa dekat sampai sekarang. Lelaki ini yang menemaniku saat aku memutuskan untuk kembali ke China. Dia juga yang menjadi tempatku bercerita saat aku sedang merindukan Jisung.

Sedangkan kakakku, dia sudah di sibukkan dengan pekerjaannya. Saat aku bercerita dengannya, dia malah akan bercerita balik tentang derita pekerjaannya. Sangat menyusahkan.

"Tuhan sangat menyayangimu sampai pernah mempertemukanmu dengan Jisung."

Xiaojun tiba-tiba berbicara.

"Apa gunanya bertemu kalau ujung-ujungnya pisah."

Lelaki itu terkekeh, "bukanya pertemuan harus ada perpisahan ya?"

Sontak jawabannya membuatku tercekat.

"Kamu udah nepati janji buat sukses di masa depan. Itu secara nggak langsung kamu udah buat Jisung bangga di surga sana."

Ucapannya barusan membuatku ingin menangis lagi. Mengingat bagaimana tenangnya Jisung berucap saat terakhirnya.

"Nggak ada yang lebih membanggakan selain dia bisa melihat kamu tersenyum dari atas sana."

"Jika tuhan berkehendak, kalian bisa bertemu lagi suatu saat nanti."



finally!!


.

[✔️] DEFEND LIGHT : portent | PARK JISUNGNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ