12

48 32 41
                                    

"APA-APAAN INI?!"

Suara tegas itu suara tuan Felza. Pria tua itu datang bersama kekasihnya siapa lagi jika bukan Yuna.

Alarda menelan ludahnya susah payah ketika mengetahui ayahnya datang. Pelukan itu semakin erat pada tubuh Wina. Apakah detik ini dia harus kembali kehilangan mama nya.

"Kenapa kamu ada disini Wina?! Kamu kabur?" Pertanyaan tuan Felza hanya di balas oleh suasana hening tidak ada satupun yang berani membalas ucapannya.

Neia sendiri kini hanya bisa menunduk dengan berharap kejadian buruk tak akan terulang kembali.

"Aku kesini hanya ingin menemui anakku mas" ucap Wina dengan nada lemahnya. Bagaimana tidak, wanita tua itu hanya memakai pakaian tipis dengan keadaan yang sudah sangat memprihatinkan.

"OMONG KOSONG TENTANG ANAK!" Kau pasti yang membawa Wina kemari" tuan Felza menunjuk Neia dengan sorot mata tajamnya.

"Saya tidak pernah membawa mama Wina kemari tuan" ucap Neia tidak percaya. Dia sudah menduga akan terjadi perselisihan di sini. Ini semakin tidak baik apalagi kondisi penyakit Alarda tengah kambuh.

"Mana ada maling ngaku, saya kira kamu anak baik tapi ternyata kamu mencoba mengganggu hidup saya"

"Kenapa tuan bisa memfitnah saya seperti itu?" Neia tak percaya ini, kenapa malah dia yang terkena imbasnya.

"Mas ini semua bukan salah Neia, aku sendiri yang kabur dan menemui anakku" ucap Wina.

"Udahlah mas, mereka berdua itu pasti punya rencana dibalik ini semua. Mending paksa aja Wina untuk kembali" rasanya ada rasa kesal ketika Yuna mengatakan itu. Apa-apaan wanita ular itu, bisa-bisanya dia memperkeruh suasana.

"Kamu diem ya"

"KAMU YANG DIAM!" Bentak tuan Felza pada Neia.

Semuanya kembali hening. Di antara keheningan itu kepalan tangan mulai mengeras. Hati lemah itu kembali berapi, amarah itu kembali memuncak. Alarda bangun dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan tuan Felza.

Menatap tuan Felza dan Yuna secara bergantian dengan sorot mata tajam, Alarda semakin merasakan kebencian itu semakin besar dalam dirinya.

"Kalian berdua sama-sama sejenis ulat, semuanya menjijikan!"

"Berani kamu bicara seperti itu?!" Amarah tuan Felza kembali tersulut ketika Alarda berbicara seperti itu.

Neia semakin khawatir melihat Alarda. Laki-laki itu sudah mengepalkan tangannya kuat, dan pastinya dia sedang berada dalam sebuah tekanan. Jika sadar mana berani Alarda berbicara seperti itu pada ayahnya.

"Ya saya berani"

BUGH

Alarda benar-benar meluapkan emosinya. Dia memukul rahang tegas ayahnya dengan sangat kasar. Pukulan itu terus berlanjut, Alarda tak henti-hentinya memberikan pukulan pada wajah terhormat itu.

Wina hanya mampu menangis dengan memeluk gadis kecil di sebelahnya. Dia tak mampu melihat dua orang yang sama-sama dia cintai bertengkar seperti ini.

"ALA! UDAH ALA!" Neia terus mencoba menghentikan Alarda, namun kekuatan laki-laki itu lebih besar dari pada dirinya.

Tiba-tiba Neia di tarik kebelakang oleh Yuna. Wanita itu tersenyum licik. Neia berdecak dan membuang pandangannya kearah lain, seakan tak sudi memandang wajah ulat menjijikan itu.

"Ini belum selesai Neia, mungkin kamu masih butuh hidup untuk mencari tahu hal sebenarnya. Tapi, sedikit tergores mungkin perlu" ucap Yuna lalu mendorong keras Neia sehingga jatuh dan tepat berada di tengah jalan.

Dari arah belakang tiba-tiba sorot lampu terang datang. Sebuah mobil truk besar berkecepatan tinggi datang. Neia panik mencoba untuk bangun meski kakinya sakit.

BRAK

Terlambat.

Neia telah berdiri tegak namun terlambat untuk berlari. Tubuh wanita itu tertabrak dan terpental cukup jauh. Perkelahian antara anak dan ayah itu pun berhenti ketika mendengar suara itu.

"NEIA" Alarda berlari cepat pada Neia.

Wanita itu kini sudah penuh dengan darah segar yang mengalir dari tubuhnya. Alarda memeluk tubuh Neia dengan tangisan yang pecah. Dia tak mau kehilangan. Alarda bergegas membawa tubuh itu kerumah sakit.

Namun ketika tepat melewati ayahnya, Yuna, mamanya dan adiknya, Alarda mengucapkan satu kalimat,

"Kalo Neia kenapa-kenapa, kalian semua yang bakal saya Cari. Saya gak akan perduli meski kalian keluarga saya"

****

Leon, laki-laki itu tengah berjalan santai menyusuri trotoar. Inilah kegiatan setiap kali laki-laki itu bosan. Menurutnya keheningan dan kegelapan adalah tempat paling indah dan suasana paling menyenangkan.

Dari tempatnya berdiri dia menatap jauh ke sebrang jalan. Di sana ada satu laki-laki dan satu wanita yang sedang bicara serius. Namun ada yang ganjil, Leon seperti mengenal mereka.

"Duh kek kenal tapi siapa ya? Ni otak kenapa sih makin kesini, makin pikun" gumam Leon mengutuk dirinya sendiri. Dia sedikit berfikir, rasanya nama itu sudah ada diujung lidah tapi siapa.

"Huaaaaa, Lier teu terang"

"Eh njirr inikan emang gelap bukan terang. Ya ampun Leon itu teh bahasa sunda" Leon terkekeh geli dengan ucapannya sendiri.

"Pengen odading jadinya"

Leon kembali terkekeh geli dengan ucapannya, namun pandangannya teralihkan ketika wanita di sebrang sana menyelipkan rambut ke belakang telinga. Tapi bukan itu yang menjadi fokus Leon, melainkan gelang tangan yang di pakainya.

"Kek kenal gelangnya" Leon tanpa sadar berjalan kearah jalan. Terus menatap ke sebrang dengan rasa penasaran.

Saat tepat ditengah jalan dari samping terlihat sorot lampu mobil terang datang. Sebelum Leon menghindar semuanya sudah terjadi, tubuh laki-laki itu terpental jauh. Kepalanya terbentur batu dan darah segar itu mulai berceceran dijalan. Bau amis mulai tercium disekitar.

Sedangkan satu wanita dan satu laki-laki di sana tersenyum penuh kemenangan. Waktunya sudah dimulai. Si kunci rahasia telah tiada.





Tbc.

ALARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang