06

60 36 25
                                    

Wanita yang kini menjadi sekertaris Alarda ternyata bernama Ayuna Reyala Ambara atau Yuna. Wanita itu bukannya pergi malah meminta bergabung dengan Alarda dan Neia. Yang membuat Neia kesal, Alarda malah mengizinkannya. Semakin membuat kesal lagi Yuna malah duduk di samping Alarda.

"Bapak gak makan?" Tanya Yuna dengan suara yang di buat-buat. Alarda tersenyum sebelum menjawab dia sedikit melirik Neia yang sedang makan dengan wajah merah menahan amarah. Sial, padahal wanita ini tadi di kantor sangat bar bar, kenapa jadi centil begini.

"Enggak, laper saya ilang" ucap Alarda lalu menggeser duduknya lebih jauh dari Yuna.

"Gak baik pak, makan ya? Bukannya kenapa-kenapa takutnya bapak sakit loh" Neia tak habis pikir.

Ada drama apalagi di hadapannya kini. Rasanya Neia ingin berteriak kencang mengaku di alah kekasih dari Alarda, namun dia penasaran juga dengan permainan wanita dihadapannya. Jika di lihat-lihat Yuna bukanlah wanita baik-baik.

"Gak usah! Saya masih kenyang! Mending kamu aja yang makan sama ayah saya, sana!"

Neia melirik tajam ketika mendengar ucapan Alarda. Ternyata wanita itu kekasih kesekian kalinya tuan Felza. Ckck, seru jika dipermainkan.

"Sayang, tolong suapi aku dong" ucap Neia.

Alarda menoleh dan mengerut heran melihat sikap Neia yang tiba-tiba berubah. Ada apa dengan kekasihnya? Ah, semuanya membingungkan.

"Anak kamu pengen disuapin sama ayahnya" Alarda tersenyum ketika mengerti yang di maksud Neia.

"Kamu kan masih sekolah, kok udah hamil?" Seakan tak percaya, Yuna hanya menutup mulutnya menggunakan telapak tangan.

"Emangnya kenapa? Orang aku yang hamil kok kamu yang riweh" sinis Neia pada Yuna lalu kembali menoleh dan tersenyum pada Alarda.

"Uluuu, sini sayang. Aku suapin"

"Bos"

Aktivitas mereka terhenti ketika laki-laki menyebalkan datang. Siapa lagi jika bukan Leon. Laki-laki itu datang dengan pakaian formal dan membawa beberapa berkas.

"Lo tahu dari mana gue disini?" Tanya Alarda heran.

"Ya tahulah, orang mobil lo di luar segede gabon gitu" ucap Leon lalu mendudukkan dirinya di samping Neia.

Awalnya tak ada yang aneh namun ketika Leon menyadari Yuna, matanya terbelalak kaget. Penglihatannya yang salah atau memang benar Yuna adalah anak itu.

"Lo,"

"Permisi pak, saya masih banyak pekerjaan" Yuna berdiri lalu bergegas pergi meninggalkan mereka semua.

"Lah kenapa? Aneh banget tuh anak" gumam Alarda. Neia mendengar itu seketika kesal. Apa-apaan kekasihnya itu.

"Kamu gak rela dia pergi?!"

Merasakan aura di sekitar mulai mencengkram, Alarda sedikit menjauh dari Neia. Menelan ludahnya kasar. Sepertinya dia salah berbicara disini.

"Jawab!"

"Bu-bukan gitu Nei, aku he-heran aja kenapa dia tiba-tiba kabur kek gitu"

Sementara Alarda ketakutan, Leon malah ingin tertawa kencang di sini. Seorang Alarda yang kejam dan tak pandang lawan ternyata tunduk oleh seorang wanita hanya karena takut kata putus terucap? Mungkin Leon sering melihatnya namun ini baru pertama kalinya dia melihat fenomena ucapan gugup dari bibir Alarda.

"Diem lo! Jangan tertawa di atas kepedihan orang lain!" Sinis Alarda pada Leon.

"Ih sabodo, mulut mulut gue lo siapa?" Leon memasang wajah mengejek membuat Alarda kesal.

"Leon mau apa kesini?" Tanya Neia.

Leon menoleh lalu tersenyum. Baru saja akan menjawab, namun dia ingat perintah dari Alarda. Jangan membicarakan soal misi secara terang-terangan jika Neia ada.

"Mau ngirim dokumen sama Arda. Makannya dilanjut Nei, nanti keburu gak enak" Alarda memasang wajah malasnya. Apa-apaan si Leon itu, mencari alasan namun yang tak masuk akal.

"Lah emang ngaruh?" Heran Neia bergantian menatap makannya lalu menatap wajah Leon dan sebaliknya.

"Mana dokumennya yaelah? Lama bener sih. Udah Nei kamu lanjut makan" Neia mengangguk patuh pada Alarda lalu kembali melanjutkan makannya.

Leon berpindah duduk menjadi di samping Alarda. Kedua laki-laki itu mulai mengeluarkan ponsel masing-masing.

"Semua beres, gue udah rekam perkorban dan sambungin semuanya jadi satu rekaman" bisik Leon. Alarda mengangguk puas dengan cara kerja temannya itu.

"Tinggal satu orang lagi yang harus gue cari, tapi gue gak tahu orang itu siapa" bisik Alarda frustasi. Pasalnya ketika ia membunuh pengusaha prawira, ia hanya diberi empat nama sedangkan ayahnya dulu berbicara bahwa ada lima nama.

"Terus ini gimana kelanjutannya?" Tanya Leon dengan wajah malas. Ia malas jika harus menambah dosa demi laki-laki gila seperti Alarda.

"Gak tahu, gue cuma dikasih empat nama, yang kelimanya belum ada pertanda" Alarda menghela nafas kasar.

"Dasar sesajen recehan! Ngapain lo nyuruh gue ngebunuh kalo jadinya tanggung kek gini markonah!" Leon membuang pandangannya kesamping dengan diiringi helaan nafas pasrah.

"Yakan biar gak numpuk Le" ucap Alarda lalu melahap makanannya. Merasa ada yang janggal, Leon kembali menoleh pada Alarda namun kini dengan tatapan nyalang.

"Lanjutin! Jangan Le doang! Nama gue Leon!" Ucap tegas Leon dengan diiringi gerakan tangannya.

"Cuma gitu aja dipermasalahkan. Contoh tuh pacar gue, adem ayam makan pecel lele. Eh, gue lupa Lele nya masih ada di samping gue ternyata" Alarda terkekeh puas dengan ucapannya sesekali kembali menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

"Udah ah males" baru saja Leon berdiri, namun laki-laki itu kembali duduk dengan ekspresi wajah yang berbeda membuat Neia maupun Alarda mengalihkan pandangan pada laki-laki itu.

"Soal cewek tadi, mending kalian semua hati-hati deh. Firasat gue buruk banget tentang tuh orang"

"NAHHH SAMA!"

"NEIA!"

"Upss sorry Ala, Nei kekencangan ngomongnya" Neia hanya nyengir menanggapi tatapan sinis dari Alarda.

"Gue suka gaya lo" Leon mengedipkan sebelah matanya dengan tangan yang dia gerakan seperti tembakan.

"Jaga mata lo bangsat!" Ucap Alarda penuh penekanan dengan menatap sinis pada Leon.

"Wew ah, oh ya kalo bingung soal urusan tadi coba minta saran sama om Wirdan" setelah mengucapkan itu, Leon pergi dengan dari hadapan Neia dan Alarda.

Alarda memikirkan ucapan Leon memang ada benarnya juga. Siapa tahu bisa membantu. Neia melihat ada kejanggalan di sini. Sedikit menggebrak meja membuat Alarda tersentak.

"Kenapa sih?" Tanya Neia.

"Gapapa" Alarda kembali menyuapkan makanannya kedalam mulut dengan pikiran yang semakin kacau.




Tbc.

ALARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang