11

39 29 26
                                    

Ruang gelap dengan keadaan sunyi hanya ditemani suara ketukan cincin yang seirama. Helaan nafas kasar terdengar di antara kegelapan. Laki-laki dengan pakaian formalnya dan dengan pikiran yang sangat banyak itu mulai mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di atas layar.

Alarda berfikir tentang apa yang Leon katakan. Tak ada salahnya jika mencari tahu. Lagi pula dia belum tahu asal-usul wanita itu, tapi jika dipikir-pikir ayahnya juga tak akan menjadikan musuhnya sebagai calon istri bukan.

Drttttt drtttt

Suara dari komputer disampingnya membuat Alarda menoleh. Layar putih itu tiba-tiba berubah menjadi banyak tulisan yang hanya di mengerti oleh orang-orang tertentu.

Senyuman Alarda terlihat di wajah dinginnya. Meski dia sedang pusing setidaknya ada yang membuatnya menjadi puas hari ini.

"Sudah waktunya. Soal kedua musuh itu akan ku urus nanti" gumamnya lalu mulai mengetik sesuatu. Memindahkan beberapa file penting kedalam ponselnya, dan tentunya mengirim itu pada setan berwujud manusia yang berada jauh dikediaman nya.

Besok atau lusa mungkin akan ada berita tentang sebuah kekuasaan. Besok juga akan ada banyak jiwa yang hancur, orang-orang berada itu akan menangis meminta bantuan.

Tiba-tiba senyuman kemenangan itu terganti oleh wajah yang pucat. Alarda lantas memegangi kepalanya yang terasa berputar. Dari pandangannya, lingkungan sekitar itu mulai berubah. Wajah sama dengan yang terakhir Alarda lihat.

Rasa ketakutan itu kembali muncul. Alarda berdiri dan berjalan mundur kebelakang. Ia terus menggeleng-gelengkan kepalanya ketakutan dan mengacak rambutnya.

"GAK!!! PERGI!!! ALA GAK MAU LIHAT!!! MAMA, PAPA, NEIA, BANTU ALA!!!!"

"ENGGAK!!! ALA GAK MAU MATI!!! ALA MASIH PENGEN HIDUP!!!"

Tubuh lemah itu terduduk di pojok ruangan dengan memeluk kakinya ketakutan. Dalam pandangannya, seseorang yang telah membunuh saudaranya itu kembali datang meminta nyawanya.

"Ala gak mau mati"

"Ala gak mau mati"

kalimat itu terus Alarda ulangi berkali-kali. Sampai ketika pintu ruangan terbuka menampakan seorang wanita cantik berpakaian piyama tidur. Wanita itu terkejut lalu berlari menghampiri Alarda dan memeluk laki-laki itu penuh rasa kasih sayang.

"Ala kamu kenapa?" Tanya wanita itu khawatir.

"Dia datang, dia mau bunuh aku Nei. Aku takut" Alarda membalas pelukan Neia dengan erat. Dia tidak mau menatap sekelilingnya. Neia sudah bisa menduga bahwa penyakit Alarda kambuh.

Neia merelakan waktunya datang menemui Alarda. Firasatnya buruk saat mengetahui Alarda tak menjemputnya, bahkan sampai malam seperti ini Alarda belum pulang membuat Neia khawatir dan memilih datang ke kantor.

"Kita pulang ya, kamu kecapean kayaknya" ucap Neia dengan mengelus sayang pucuk kepala Alarda. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya dengan kuat.

"Aku gak mau lihat dia Nei, jangan bawa aku ketemu dia" ucap Alarda lirih.

"Enggak Ala, kita gak ketemu siapa-siapa. Kita pulang ya, kamu butuh istirahat" bujuk Neia dengan pelukan yang coba dia lepaskan.

"Aku gak mau lihat dia" kalimat itu kembali terulang dari mulut Alarda. Neia hanya menghela nafas kasarnya. Pelukan berat itu tidak bisa di lepas.

"Kamu jalan sambil peluk aku. Jangan nengok kanan-kiri" Alarda mengangguk. Neia dan Alarda berdiri dengan laki-laki itu yang memeluk erat Neia.

Mereka berjalan berjalan keluar dari ruangan itu dan terus berlangsung sampai keluar gedung. Neia memutuskan menaiki taksi yang dia gunakan menemui Alarda. Untung saja dia menyuruh supirnya untuk menunggu lebih lama.

"Pulang ke alamat saya ya pak" ucap Neia pada sang supir taksi. Supir itu mengangguk lalu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan normal.

Di sepanjang perjalanan pulang, Alarda benar-benar hanya memeluk Neia tanpa melepaskannya. Laki-laki itu bahkan kini masih terus bergumam tidak jelas. Kalimat-kalimat ketakutan terus dia ucapkan, Neia yang mendengar pun lama-lam menjadi risih sendiri.

Setelah sampai di depan gerbang rumahnya, mereka turun dari mobil dan ketika selesai membayar taksi, Neia berbalik namun dia kaget ketika melihat seorang wanita paruh baya dan seorang anak berumur tiga belas tahun sedang duduk didepan gerbang rumahnya.

"Ini siapa? Kayak kenal, pak satpam libur lagi" gumam Neia cemas. Meski samar-samar dia mengenali, namun jika dia salah tepat dan ternyata itu orang jahat bagaimana jadinya.

"Ala kamu mau lepas dulu gak pelukannya?" Tanya Neia yang mencoba melepaskan pelukan itu. Tetapi jawaban lelaki itu malah menggeleng dan semakin erat memeluk Neia.

Terpaksa Neia kembali berjalan dengan Alarda yang terus memeluk tubuhnya. Neia berjalan mendekat pada wanita itu. Memperhatikan dari belakang lalu memutuskan untuk bertanya.

"Ibu, maaf saya yang punya rumah. Ibu mau ngapain disini?"

Wanita itu terdiam dalam beberapa saat mulai menegakan tubuhnya dan menoleh pada Neia. Melihat siapa yang di hadapannya saat ini Neia kaget dan menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Mama" pekik Neia tertahan.

"Ala lepas! Itu mama kamu" ucap Neia memaksa Alarda melepas pelukannya. Alarda mulai melonggarkan pelukannya perlahan.

Alarda menoleh menatap wanita lain di hadapannya. Mata tajam itu mulai berkaca-kaca menahan sesuatu yang akan keluar. Wanita yang selama ini dia perjuangkan agar bebas dari makhluk keji ada di hadapannya. Seseorang yang telah hilang empat tahun yang lalu kini kembali. Wanita itu adalah yang selalu Alarda panggil mama, Wina Giselia.

"Mama" Alarda berhamburan ke pelukan wanita itu. Mereka meneteskan air mata, memeluk erat satu sama lain melepas rindu.

"Mama Ala kangen ma" ucap Alarda disela-sela tangisannya.

"Mama juga kangen sama Ala, mama kangen banget sama Ala"

"APA-APAAN INI?!"



Tbc.

ALARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang