23

35 11 8
                                    

Alarda melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan Neia. Laki-laki itu tersenyum bahagia membawa pesanan Neia. Iya, kekasihnya itu meminta dibelikan bubur ayam dari luar sebelum Alarda kembali dari menjenguk ayahnya.

Srak

Bungkusan bubur ayam itu terjatuh ketika Alarda mendapati seluruh penjaga yang di tugaskannya sudah terbujur kaku penuh darah. Dengan masih terkejut, Alarda berlari masuk kedalam namun yang dia dapatkan dua orang yang tidak dia kenal sudah tidak bernyawa dan bercak darah di lantai.

"A-Al" panggilan gagap yang sangat Alarda kenal suaranya hadir di belakangnya.

"M-maaf Al. Hiks, gue gak tahu bakal kayak gini jadinya" Kevin terisak pelan mengapus air matanya yang terus keluar. Laki-laki itu kadang merasa lelah dengan kelemahannya, dia hanya mampu di dunia teknologi tapi tidak bisa soal bertarung.

BUGH

Alarda mendorong kasar Kevin sampai terbentur keras pada tembok. Mencekik leher sahabatnya itu dengan kuat. Kevin benar-benar tidak bisa bernafas.

"Sekali aja lo buat gue seneng!" Suara rendah Alarda membuat Kevin meremang. Kapan suara ini terakhir kali dia dengar? Suara ini seperti tidak asing di kepalanya.

"H-hiks, Mm-maafin g-gue Al" Kevin terus menangis meski mulai kehilangan nafasnya.

BRAK

Begitu saja Alarda melemparkan tubuh Kevin mengenai jendela rumah sakit sampai kacanya pecah. Laki-laki itu mendekati Kevin lalu mensejajarkan tinggi tubuh mereka.

"Kalo lo gak bisa adu jotos, setidaknya lo gunakan otak lo yang gak seberapa itu!" Alarda menghela nafas sejenak,

"Tugas lo cuma satu sekarang, cari di mana Neia! Soal Yuna, lupain! Dia bukan bagian dari si nyonya Ambara sialan itu!"

Alarda berdiri kembali lalu beranjak pergi meninggalkan Kevin yang terdiam di tempatnya. Laki-laki itu meremas kain celananya dengan kuat, urat-urat tangan yang membiru serta wajah yang merah padam menunjukan dia sedang tidak main-main.

"Ya"

••••

Alarda berjalan pelan memasuki sebuah ruangan dengan baju khusus. Laki-laki itu duduk di samping seorang pria yang kini terbaring tidak sadarkan diri dengan berbagai alat bantu di tubuhnya.

Mengelus tangan yang kini sangat dingin. Tangan yang dulu melindunginya dari apapun, yang berani mengancurkan siapa pun yang melukainya kini sudah sangat dingin dan garis-garis itu sudah terlihat. Tangan kekar ini sudah berubah tidak seperti dulu.

Air mata menetas membasahi pipinya.

"Yah, Ala minta maaf" lirihnya. Alarda menunduk mencium kening tuan Felza cukup lama.

"Ala bener-bener anak yang gak tahu diri. Bener kata ayah, Alarda anak yang lemah. Hiks, Ayah! Bangun! Ayah boleh pukul Ala, omelin Ala, tapi enggak dengan tidur kayak gini" Alarda menangis sejadinya. Dia terus menggenggam tangan ayahnya erat.

"Ala bakal kasih segalanya yang ayah mau, Ala bakal kerjain perintah ayah, tapi jangan tidur yah. Ala gak mau kehilangan lagi"

"Ala?" Suara wanita hadir di belakangnya. Alarda meremat kuat tangannya, dia tidak mau terlihat lemah di hadapan ibunya. Ibunya selalu bilang dia anak yang kuat.

"Ma, ayah di racunin gara-gara kode itu. Hiks, andai aja Ala datang lebih cepet" Wina mengelus kepala putranya dengan lembut. Ternyata rasa perduli masih ada di dalam hati yang keras.

"Kamu gak marah?"

"Ala marah, tapi gak gini ma. Gak harus tidur kayak gini" Alarda menangis memeluk Wina dengan erat. Laki-laki itu kembali menangis seperti anak kecil.

ALARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang