17

25 14 1
                                    

Di sebuah ruangan bernuansa putih dengan bau obat-obatan yang menyeruak masuk kedalam indra penciuman, Alarda, laki-laki itu terus memandang wajah damai milik Neia. Setelah operasi itu dokter bilang kekasihnya akan cepat sadar, tapi ini dia sudah menunggu hampir lima jam, Neia tetap diam tidak menunjukan tanda-tanda.

Begitupula dengan Kevin, laki-laki itu jadi banyak diam setelah melihat wajah Alarda yang semakin frustasi. Bahkan Kevin sejak tadi terus bulak-balik ke ruangan Leon.

"Makan al, nanti Neia sembuh lo yang sakit kan repot" kesekian kalinya Leon menawarkan Alarda makanan. Laki-laki itu sudah menawarkan ini itu tapi Alarda tetap diam tidak menjawab. Jangankan menjawab, gerak saja tidak.

Sreettt

Suara pintu ruangan yang di buka membuat Alarda maupun Kevin menoleh.

"Apa kekasih anda sudah sadar tuan?"

"Ck, banyak nanya lagi lo" gumam Kevin. Dia jadi tiba-tiba tidak mood melihat wanita itu, jadi risih dia.

"Belum. Terimakasih bantuannya" ucap Alarda. Wanita itu yang tidak lain adalah nona Tere tersenyum. Dia melakukan semuanya memang murni ingin membantu. Mungkin.

"Tunggu sebentar lagi saja, sebelumnya maaf aku harus pulang. Besok jika tidak sibuk aku akan meluangkan waktu untuk menjenguk" nona Tere pergi dari sana meninggalkan keheningan, Alarda kembali menatap wajah Neia.

"Vin, flashdisk itu, lo udah tahu kodenya?" Alarda menoleh pada Kevin.

"Belum, nanti deh gue minta bantuan sama yang lain"

"Vin, tikus yang lagi berkeliaran bagusnya di jebak atau langsung dikasih racun aja?" Pertanyaan Alarda membuat Kevin menelan ludahnya dengan susah payah, ini cukup menakutkan ketika Kevin melihat senyuman itu.

"Di jebak"

"Salah"

"Terus?"

"Nanti kalo di jebak dia bakal lepas lagi. Lo tahu kan? Tikus itu pintar tapi gak punya otak, kayaknya kita harus ambil start duluan"

"Maksudnya?" Kevin bingung, otaknya benar-benar tidak sampai apa yang di maksud Alarda. Apa dia yang ketinggalan berita?

"Om Wirdan pernah bilang sama gue, musuh ada di sekitar, hehe emang bener ya gak selamanya musuh itu dari luar" Alarda tekekeh dengan semua kekonyolan hidupnya, dengan semua rencana orang-orang gila itu.

"Maksud lo Neia? Masa sih?"

"Ish, gak Neia juga bangsat!" Sinis Alarda. Apa-apaan si Kevin ini membawa kekasihnya.

"Hubungi adik gue, bilang suruh balik ke Bogor hari ini" Kevin mengangguk, laki-laki itu segera mengambil ponselnya namun,

"Maaf Al, adek lo yang mana ya?" Bukan tanpa sebab Kevin bertanya. Alarda, laki-laki itu sebenarnya mempunyai dua adik lainnya yang berbeda ibu.

"Yang di Bandung" Kevin segera mengetik sesuatu ponselnya. Alarda berharap adanya bantuan lebih bisa membuat masalah ini cepat terselesaikan, soal masalah ayahnya harus segera tuntas dia tidak mau Neia menjadi korban lagi.

••••

"Kode terakhirnya ada pada tuan Leon"

"Tapi disini gak ada apa-apa"

Alarda terdiam.

Dia benar-benar pusing sekarang, apa ini? Lelucon macam apa yang Tuhan buat untuknya. Jika benar apa yang dikatakan oleh orang-orangnya bahwa kode terakhir itu ada pada Leon, lantas disimpan dimana?

"Bisa tidak yang jelas sedikit, saya benar-benar bingung sekarang" Alarda menjatuhkan dirinya di sebuah sofa yang memang di sediakan di sana, jika masalah ini sudah selesai Alarda berjanji akan berlibur. Hah, melelahkan.

"Katanya bang Leon kecelakaan?"

"Iya"

"Pelakunya dicari gak?"

"Tahu aja kagak"

"Kok bisa? Emang gak ada cctv?" Alarda memijat pelipisnya, anak di hadapannya ini cukup cerewet, terakhir dia melihat anak ini ketika berumur dua belas tahun dia kira sifat cerewetnya akan hilang ternyata malah semakin parah.

"Lo bisa diem gak? Gue manggil lo bukan buat jadi wartawan, banyak nanya banget"

"Ya maaf" laki-laki yang lebih muda dari Alarda itu mengetik sesuatu di poselnya, lalu tersenyum, cemberut, tersenyum lagi, mungkin jiwa anak itu sudah terganggu. Alarda menatapnya terganggu, dia sudah muak melihat kegilaan anak itu.

"Maklum lagi jatuh cinta" seru Kevin yang berada di pojok ruangan, dia tidak sengaja melihat perubahan raut wajah sahabatnya.

Beranjak dari tempatnya, Alarda masuk ke salah satu ruangan disana. Membuka bukunya dan menghidupkan komputer lamanya, terlihat jelas banyak kata-kata yang tertera hanya dia yang tahu maknanya. Tiba-tiba senyuman itu, senyuman yang membuat musuhnya lebih memilih kembali dari pada berurusan dengan Alarda terukir jelas di wajah tegas itu.

"Tapi gue cape" gumam Alarda.

Laki-laki itu tiba-tiba merasakan lelah pada tubuh dan pikirannya, dia ingin sekali tidur dengan tenang lalu bangun lagi dipagi hari dengan bahagia, sudah lama dia tidak merasakannya. Sekarang? Setiap bangun tidur dia selalu cemas, tidak bisa menikmati hidup.
Andai dulu itu tidak terjadi. Huss, ingat kata Kevin jangan berandai-andai.

Drtttttt drtttt

Suara ponsel menggema di dalam ruangan, melihat nama yang tertera dilayar membuat senyuman Alarda semakin mengembang.

'Bos orang yang anda cari sudah saya dapatkan informasinya, saya akan kirimkan'

Tuutt

Tanpa membalas sedikit pun, Alarda menutup panggilan dan kembali fokus pada komputernya yang sudah menampilkan data baru. Terus fokus mengacak data-data yang ada, namun kelincahan jari-jari itu terhenti. Apa kini yang di temukannya? Alarda menutup mulut dengan telapak tangannya tidak percaya, apakah data yang dia dapat salah, kenapa jadi begini. Dia tidak percaya dengan otak mereka, ternyata begini caranya mereka menipu Alarda. Tapi yang laki-laki itu bingung, kenapa ayahnya sampai tidak menyadari? Oh, maklum sudah tua atau memang saking tidak perduli dengan anak sendiri. Alarda yakin orang itu tidak mungkin langsung bergabung begitu saja dengan Ambara jika tidak ada tersimpan dendam yang lainnya.

"Rencana apa yang lo sembunyikan?"

Alarda tersenyum pada sosok itu,

"Tenang, lo tinggal ikutin apa yang gue mau. Besok dia pulang dari Jepang, lo urus kepulangannya"

"Bukannya dia pengen dijemput sama lo?"

"Nurut aja, gue tahu lo ada perasaan sama dia" laki-laki itu menggaruk tekuknya, bagaimana cara menjelaskan pada kakaknya ini.

"Gue udah suka sama orang lain"

"Nurut aja, belum tentu cewek lain yang lo suka itu juga suka sama lo!" Setelah mengatakan itu, Alarda memilih pergi dari sana, dia berniat kembali kerumah sakit. Tidak lucu jika Neia bangun dia tidak ada, pasti perang dunia akan dimulai lagi. Tapi sebelum itu,

"Lo tahu di mana dia?"

"Enggak kak, gue udah lama gak bareng dia. Terakhir yang gue tahu dia pergi di bawa sama ibunya" Alarda mengangguk dengan wajah datarnya lalu pergi.

Kepergian Alarda membuat suasana menjadi canggung, Kevin hanya menjadi penonton yang bersandar di pintu dengan memakan kacang ditangannya. Drama kakak beradik itu terlalu rumit bagi orang biasa, bagaimana pun dia menyadari sebenci apapun Alarda, anak laki-laki berumur tujuh belas tahun itu tetap adiknya, kakak selalu ingin terbaik bagi adiknya.

"Tenang aja, kakak lo gak mungkin berbuat sesuatu yang merugikan buat lo atau pun adik lo. Tapi gak tahu buat hidupnya" Kevin maju mendekati laki-laki itu, memberikan sebuah kacang panjang padanya.

"Lo makan kacang panjang?" Laki-laki itu benar-benar merasa aneh, ada manusia yang seperti sahabat kakaknya ini.

"cemilan kosong, gue nyari di dapur cuma ini yaudah gue makan, mau?"

"Gak makasih, gue tahu itu sehat tapi bisa-bisa gue mules"

"Cih, orang kaya laganya. Belum tahu lo, gue dulu tiap hari makan lalapan"

"Gue gak tahu dan gak mau tahu!"

Tbc

ALARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang